Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Kamis, 16 Februari 2012

TUGAS MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KET


O
L
E
H

ALEX CONTESA
RESHA PURNAMA SARI
USWATUN HASANAH





PRODI D-III KEPERAWATAN
( II A )

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah dalam pembelajaran MARTENITAS  ini, shalawat dan salam tak lupa pula penulis aturkan kepada baginda rasulullah Muhammad SAW , yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan keera yang penuh dengan pengetahuan.
Ucapankan terima kasih kepada semua teman-teman yang telah ikut dalam membantu penulisan makalah ini dan tlah banyak memberikan dukungan sepenuhnya kepada kami dan akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN EKTOPIK.
Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan. Tentu hasil karya tulis ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman penulis dan informasi yang didapatkan. Oleh karna itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal alamin.










Padang,  desember 2011

                                                                                       
Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
    Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu. Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah.
    Namun,dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian.
    Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya.



    B. TUJUAN
    1. Untuk mengetahui pengertian dari kehamilan ektopik
    2.Mengetahui penyebab kehamilan ektopik
    3. Mengetahui tanda dan gejala
    4.Untuk mengetahui klafikasi
    5. Untuk mengetahui bagaimana pemberian asuhan keperawatan dengan kehamilan ektopik


BAB II
PEMBAHASAN
    1.DEFINISI
    Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005)
    Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar
endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)
    Dari difinisi diatas dapat disimpulkan kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.

Gambar kehamilan ektopik


     2.KLAFIKASI
Menuru Taber (1994), macam-macam kehamilan ektopik berdasarkan tempat implantasinya antara lain :
a)    Kehamilan Abdominal Kehamilan/gestasi yang terjadi dalam kavum peritoneum.
(sinonim : kehamilan intraperitoneal)
b)    Kehamilan Ampula Kehamilan ektopik pada pars ampularis tuba fallopii.
Umumnya berakhir sebagai abortus tuba.
c)    Kehamilan Servikal Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi
berimplantasi dalam kanalis servikalis uteri.
d)    Kehamilan Heterotopik Kombinasi Kehamilan bersamaan intrauterine dan
ekstrauterin.
e)Kehamilan Kornu Gestasi yang berkembang dalam kornu uteri.
f)Kehamilan InterstisialKehamilan pada pars interstisialis tuba fallopii.
g) Kehmailan Intraligamenter Pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum
latum, setelah rupturnya kehamilan tuba melalui dasar dari tuba fallopii.
h) Kehamilan Ismik Gestasi pada pars ismikus tuba fallopii.
i)Kehamilan Ovarial Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis
berimplantasi pada permukaan ovarium.
j) Kehamilan Tuba .Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopii.
        3.Etiologi
        Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari dinding telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah :
a)    Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas
saluran telur.
b) Riwayat operasi tuba.
c) Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
d) Kehamilan ektopik sebelumnya.
e) Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
f) Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
g) Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus
terlambat.
h) Operasi plastik pada tuba.
i) Abortus buatan.
    Berbagai macam faktor berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kehamilan ektopik diantaranya:
1. Faktor dalam lumen tuba:
    a) Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
    b) Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
    c) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dan menyebabkan lumen     tuba menyempit
2. Faktor pada dinding tuba:
-Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
-Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi telur di tempat tersebut.
3. Faktor di luar dinding tuba:
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba, mengakibatkan terjadinya  hambatan perjalanan telur
b) Tumor yang menekan dinding tuba, menyebabkan penyempitan lumen tuba
c) Pelvic Inflammatory Disease (PID)
4. Faktor lain:
a) Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun
b) Migrasi luar ovum, sehingga memperpanjang waktu telur yang dibuahi sampai ke
uterus
b)    Fertilisasi in vitro, Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro
fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di
luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah
kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari
mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari
ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
d) Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
e) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
f) Merokok
g) Penggunaan dietilstilbestrol (DES)
h) Uterus berbentuk huruf T
i) Riwayat operasi abdomen
j) Kegagalan penggunaan kontrasepsi yang mengandung progestin saja
k) Ruptur appendix
l) Mioma uteri
m) Hidrosalping
    3.PATOFISIOLOGI
    Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
    a) Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
    b) Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
    c) Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secaraspontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Pada kehamilan normal, proses pembuahan (pertemuan sel telur dengan sperma) terjadi pada tuba, kemudian sel telur yang telah dibuahi digerakkan dan berimplantasi pada endometrium rongga rahim. Kehamilan ektopik yang dapat disebabkan antara lain faktor di dalam tuba dan luar tuba, sehingga hasil pembuahan terhambat/tidak bisa masuk ke rongga rahim, sehingga sel telur yang telah dibuahi tumbuh dan berimplantasi (menempel) di beberapa tempat pada organ reproduksi wanita selain rongga rahim, antara lain di tuba falopii (saluran telur), kanalis servikalis (leher rahim), ovarium (indung telur),dan rongga perut. Yang terbanyak terjadi di tuba falopii (90%).
4.    MANIFESTASI KLINIK
    Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat diagnosanya. Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik. Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan. Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena lembek. Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin. Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Gejala klinis yang terjadi pada kehamilan ektopik meliputi :
1. akibat hilangnya darah dari peredaran darah umum, karena :
    a. kekurangan darah yang beredar sampai menimbulkan gejala tampak pucat atau
anemia, tampak sakit berat, dan pucat, tekanan darah turun dan frekwensi nadi
meningkat.
b. Rendahnya darah menuju otak. Hilangnya darah ke otak menimbulkan gangguan
psikologis atau kesadarannya menurun. Syok berat dan mungkin meninggal.
2. Timbunan darah dalam rongga perut menimbulkan gejala klinis :
    a. Perut tampak makin membesar, karena timbunan darahnya. 
    b. Menimbulkan rasa sakit mendadak, saat dipegang atau diraba.
    c. Tanda cairan bebas dalam rongga perut.
    d. Darah dalam rongga perut tidak berfungsi, sehingga menimbulkan gangguan
umum.

    5.Diagnosis
    Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat :
  1.Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
   
  2. Pemeriksaan fisik
    a) Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
    b) Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas    dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri    tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
    c) Pemeriksaan ginekologis .
    Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
   
  3. Pemeriksaan Penunjang
    a) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24     jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
    b) USG :
    - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
    -Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
    -Adanya massa komplek di rongga panggul
4. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum  Douglas ada darah.
5. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
6. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus
    6.PENANGANAN
    Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
    Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit 
    Tindakan operasi pada kehamilan ekopik terganggu dapat dijabarkan sebagai berikut 1. kehamilan masih intak :
    a. operasi laparoskop untuk mengangkat 
    b. laparotomi biasa, sampai melakukan rekonstruksi dan melepaskan perekatan.
2. kehamilan ektopik terganggu :     
    a. terdapat darah dalam rongga perut yang perlu dikeluarkan sambil menutup sumber
    perdarahannya.
    b. Darah dalam rongga perut dikembalikan untuk transfusi dirinya sendiri.
3. kehamilan abdominal : 
    a. janin dalam rongga perut dapat sampai cukup bulan
    b. Dilakukan laparotomi untuk mengambil bayinya.
    c. Kehamilan jenis ini jarang terjadi .
    Kehamilan ektopik terganggu jarang sekali menimbulkan kematian asalkan pasien cepat datang dan memeriksakan dirinya. Sebagian besar kedatangan pasien tidak terlambat karna rasa sakit yang mendorongnya untuk segera memeriksakan diri.
    7.Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
    Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
    1) Infeksi
    2) Sterilitas
    3) Pecahnya tuba falopii
    4) Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio
    Prognosis
    Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%
Diagnosa Banding.
    Diagnosa bandingnya adalah :
        a) Infeksi pelvic
        b) Kista folike
        c) Abortus biasa
        d) Radang panggul,
        e) Torsi kita ovarium,
        f) Endometriosi
    Kehamilan tuba memiliki gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lain, terutama dengan infeksi daerah pelvis. Beberapa kelainan yang memiliki gejala mirip dengan kehamilan tuba antara lain adalah:
A.Salpingitis
    Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes     kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.
B.Abortus (imminens atau inkomplitus)
    Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada
     nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
    ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus membesar
    dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari
    pemeriksaan vagina.
C.Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan. Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
D.Torsio kista ovarium
    Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya terasa
    menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat perdarahan
    intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan namun ada
    riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya.
E. Ruptur korpus luteum
Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur korpus luteum sangat jarang ditemukan.







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
a) Kardiovaskuler : TTV
    - Takikardi
    - Hipotensi
    - Vertigo
    -Diaporesis
b) Gastrointestinal
    - Mual, muntah
    - Nyeri abdomen
    - Cullen’s Sign (umbilicus agak kebiruan)
c) Genitourinaria
    - Amenorrhea- Jenis alat kontrasepsi
    - Riwayat gangguan tuba sebelumnya
    - HPHT
    - Ada atau tidak ada bercak yang keluar dari vagina
    - Perdarahan Vagina Cokelat tua
    - Peningkatan ukuran uterus
    - Nyeri pelvis
     - Pembesaran Pelvis
    - Nyeri akut abdomen
Pemeriksaan Lab :
    - Hb
    - Leukosit
    - USG
    - Kuldoskopi
    - Laparoskopi
2.DIAGNOSA KEPERAWATAN :
    1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan dari rupture tempat        implantasi
    2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma rupture dan inflamasi peritoneal
    3. Nyeri berhubungan dengan rupture tuba, peritonitis, perdarahan peritoneum
    4. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder akibat sectio
    caesaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi
    5. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan kehamilan
    6. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
    kemungkinan komplikasi, dan treatment
    7. Ansietas berhubungan dengan kritisituasi, ancaman yang dirasakan dari
    kesejahteraan maternal yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit tidur

3.RENCANA TINDAKAN
1.Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan dari rupture tempat
implantasi
Tujuan :
-Tidak terjadi deficit Volume cairan
Intervensi: :
    1. Monitor TTV
    2. Monitor perdarahan tiap 30 menit / sesuai kondisi (warna, jumlah, bau)
    3. Monitor tanda Syok (kelemahan, takikardi, hipotensi, diaporesis)
    4. Monitor input dan output cairan
    5. Monitor pemeriksaan lab (Hb, Ht)
    6. Berikan terapi cairan IV
    7. Berikan tranfusi sesuai indikasi
2. Nyeri berhubungan dengan rupture tuba
    Tujuan: :
    -Nyeri pada klien akan berkurang
Intervensi: :
    1. Kaji nyeri (karakteristik, intensitas, frekuensi, lokasi)
    2. Minimalkan distraksi stimulus ruangan
    3. Anjurkan klien tirah baring dan membatasi aktivitas
    4. Ajarkan teknik relaksasi
    5. Kolaborasi pemberian analgesic
3. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder akibat sectio caesaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi
    Tujuan :
    -nyeri berkurang
Intervensi :
    1.Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal
    setiap 6 jam
Rasional :
    -menentukan tindak lanjut intervensi.
2) Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional :
     nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan
    Meningkat
3) Kaji stress psikologis ibu dan respons emosional terhadap kejadian
Rasional:
    Ansietas sebagai respon terhadap situasi dapat memperberat ketidaknyamanan    
    karena sindrom ketegangan dan nyeri.
4) Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional :
     mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
5) Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa
nyeri
Rasional :
    relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga nmengurangi penekanan dan     nyeri.
6) Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional :
     mengurangi keteganagan area nyeri.
7) Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional :
     analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.
4. Ansietas  berhubungan dengan kritisituasi, ancaman yang dirasakan dari
kesejahteraan maternal yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit tidur.
Tujuan :
    - ansietas berkurang, pasien dapat menggunakan sumber/system pendukung dengan
    efektif.
Intervensi: :
1) Kaji respons psikologi pada kejadian dan ketersediaan sitem pendukung.
Rasional :
    Makin ibu meraakan ancaman, makin besar tingkat ansietas.
2) Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati.
Rasional :
    membantu membatasi transmisi ansietas interpersonal dan mendemonstrasakan    perhatian terhadap ibu/pasangan.
3) Beri penguatan aspek positif pada dari ibu
Rasional :
    membantu membawa ancaman yang dirasakan/actual ke dalam perspektif.
4) Anjurkan ibu pengungkapkan atau mengekspresikan perasaan.
Rasional :
    membantu mengidentifikasikan perasaan dan memberikan kesempatan untuk
    mengatasi perasaan ambivalen atau berduka. Ibu dapat merasakan ancaman emosional    pada harga dirinya karena perasaannya bahwa ia telah gagal, wanita yang lemah.
5) Dukung atau arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan.
Rasional :
    Mendukung mekanisme koping dasar dan otomatis meningkatkan kepercayaan diri     serta penerimaan dan menurunkan ansietas.
6) Berikan masa privasi terhadap rangsangan lingkungan seperti jumlah orang yang ada sesuai keinginan ibu.
Rasional :
    Memungkinkan kesempatan bagi ibu untuk memperoleh informasi, menyusun     sumber-sumber, dan mengatasi cemas dengan efektif.











DAFTAR PUSTAKA
1. Ayu, Ida. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC : Jakarta.
2. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271.
3. http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/02/askep-kehamilan-ektopik-terganggu.html.
4. Liewellyn-jones, Derek. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, Hipokrates Edisi 6.
5. Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334.
6. www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-4
7. Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka
8. Rosanti, Anita . 2003. Kumpulan Mater MaternitasII Program Studi D. IV. Fakultas
Kedokteran Negeri Airlangga : Surabaya
9. Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255.

format pertolongan persalinan normal

Persiapan Alat
Persiapan diri
- 1 bh kacamata
- 1 bh masker
- 1 bh celemek/ apron
- 1 pasang sepatu/ sandal tertutup/ sepatu boat
Persiapan ibu dan bayi
- 1 bh handuk
- 1 bh alas bokong
- 1 bh selimut
- Softek dan celana dalam
- Pakaian ibu
- 1 bh kain
- 2 bh waslap
Pencegahan infeksi
- 1 bh ember (larutan air + detergen)
- 1 bh tempat sampah kering tertutup
- 1 bh tempat sampah medis tertutup
- 1 bh baskom (larutan DTT) – perbandingan air : zat = ?
- 1 bh baskom (larutan korin 0,5%)
- 1 bh bak (larutan klorin 0,5%)
Persiapan set lengkap (steril)
- 2 psg sarung tangan steril
- 1 gunting episiotomy
- 1 gunting tali pusat
- 2 klem kelly
- 1 bh ½ kocher
- 1 bh kateter nelaton/ urin
- 5 bh kassa
- 1 benang tali pusat
Set jahitan
- 1 psg sarung tangan steril
- 1 bh duk
- 1 bh nalpuder + jarum
- 1 bh gunting benang
- 1 bh pinset anatomis (ada ujungnya) & 1 bh pinset sinurgis
- Kassa secukupnya
1 kom kapas DTT
1 kom air DTT
1 bh bengkok
1 bh alat penghisap lendir
1 bh korentang
Lenex
Obat-obatan
- Oksitosin – untuk meningkatkan atau menimbulkan kontraksi uterus
- Ergometrin – untuk ?
- Vitamin K – untuk mencegah perdarahan
- Lidokain – untuk anastesi
- Obat tetes mata – untuk mencegah infeksi mata
- Benang untuk menjahit
Set infus
- 2 bh RL – untuk menggantikan cairan tubuih: yaitu untuk ibu yang dehidrasi, syok, dan mengalami perdarahan yang banyak
- Infuse set
- Jarum set
Tensimeter dan stetoskop
1 bh tempat plasenta
Langkah-Langkah Pertolongan Persalinan Normal
No. Elemen Kritis Dilakukan Tidak Dilakukan Keterangan
1 Kala I (pembukaan)
a. Tanda dan gejala in partu
Tanda-tandanya:
- Banyaknya keluar lendir bercampur darah dari vagina
- HIS telah menetap, teratur, makin lama makin kuat
- Kaji adanya nyeri dan lamanya?nyeri dirasakan di?dari pinggang (belakang) sampai depan (ari-ari)
b. Anamnesa
(nama, umur, alamat, gravida, para, HPHT, TP, riwayat alergi, riwayat kehamilan sekarang, riwayat kehamilan sebelumnya, riwayat kesehatan sekarang, psikologis ibu saat ini)
c. Kosongkan kandung kemih
d. Cuci tangan
e. Pemeriksaan fisik: KU, TTV
f. Pemeriksaan abdomen
(TFU, kontraksi, DJJ, presentasi, bagian terbawah janin)
Yang dikaji:
- Posisi dan letak janin dengan menggunakan pemeriksaan leofold:
• Leopold I (pemeriksaan atas bawah)
Periksa TFU, letak kepala dan bokong, DJJ
• Leopold II (pemeriksaan samping)
Kaji bagian punggung janin (keras seperti papan), ekstremitas (berupa tonjolan), puka=punggung di kanan (posisi kanan perut ibu), dan puki
• Leopold III
• Leopold IV
g. Cuci tangan
h. Periksa dalam
(keadaan ketuban, luka parut vagina, pembukaan dan penipisan serviks, penurunan bagian terendah janin, presentasi)
Kaji/ periksa:
- Ketuban utuh/ pecah
- Vagina (ada luka atau tidak)
- Serviks (pembukaan)
- Organ/ bagian terendah janin
- Waktu yang dibutuhkan untuk pembukaan
i. Bantu ibu posisi nyaman – miring ke kiri?
j. Jelaskan hasil pemeriksaan dan rencana tindakan (kebutuhan fisik, psikososial, manajemen nyeri)
k. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
2 Kala II (keluarnya bayi)
a. Tanda dan gejala kala II
Tanda:
- HIS semakin kuat
- Kepala sudah kelihatan
- Perineum menipis
b. Persiapan oksitosin
c. Pakai celemek dan sepatu
d. Cuci tangan
e. Siapkan oksitosin dalam jarum suntik kemudian letakkan dalam partus set
f. Lakukan vulva hygiene
Siapkan setnya?
g. Lakukan periksa dalam
Dilakukan untuk:
- Memastikan apakah pembukaan telah lengkap
- Untuk memastikan apakah ketuban sudah pecah
h. Jelaskan hasil kepada ibu
i. Pecahkan ketuban jika ketuban belum pecah tetapi pembukaan telah lengkap serta kepala bayi sudah berada di dasar panggul
Dengan menggunakan ½ kocher
j. Jelaskan hasil kepada ibu
k. Anjurkan ibu miring kiri jika belum ada keinginan untuk mengedan
Rasionalnya: agar tidak terjadi distress pernapasan pada bayi
l. Cuci tangan
m. Pantau DJJ
n. Jelaskan hasil kepada ibu
o. Lakukan pendokumentasian
Jika sudah ada keinginan ibu untuk meneran
Anjurkan jangan sering mengedan karena dapat menyebabkan vulva bisa bengkak
a. Pimpin persalinan
b. Libatkan suami/ pendamping ibu
c. Anjurkan ibu untuk mengedan pada saat kontraksi
d. Anjurkan keluarga memberikan minum kepada ibu
Berikan minuman yang mengandung/ dapat menggantikan ion tubuh yang hilang
e. Tawarkan ibu posisi nyaman untuk melahirkan
f. Persiapan pertolongan bayi, jika kepala bayi ‘cronix’, croning
g. Anjurkan ibu mengedan saat kontraksi
h. Episitomi jika perlu – bisa potong serong
i. Bantu lahirkan kepala – kepala ditahan agar tidak merobek perineum
j. Anjurkan ibu meneran pelan-pelan setelah bayi lahir – siapkan/ beri alas bokong (lenex)/ lipat seperti bedong bayi (lakukan jika ibu ingin mengedan)
k. Periksa lilitan tali pusat – jika ada, dibebaskan
l. Bantu lahirkan bahu dan tungkai dan seluruh badan
m. Cek nilai APGAR – diukur menit pertama (nilai 9) & 5 menit kedua
n. Lakukan pemotongan tali pusat – bersihkan bayi
o. Ceritakan kepada ibu tentang bayi
p. IMD
3 Kala III (pelepasan plasenta) – karena kontraksi, kontraksi yang bagus?kuat?erek?
a. Periksa fundus uteri
b. Berikan suntikan oksitosin 10 unit
c. Penegangan tali pusat terkendali saat kontraksi – pastikan plasenta keluar lengkap dengan selapu (membran)
d. Jika plasenta tidak lepas juga dalam 15’, berikan lagi oksitosin 10 unit
e. Pastikan kandung kemih kosong
f. Ulangi penegangan tali pusat selama 15’ berikutnya
g. Rujuk ibu jika tali pusat tidak lahir dalam 30’ – plasenta akreta (merekat atau tertanam)
h. Keluarkan plasenta
i. Lakukan masasse uterus sampai uterus berkontraksi
j. Lakukan penanganan antonia uteri jika uterus tidak berkontraksi – (antonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi/ kontraksinya tidak baik)
k. Pastikan plasenta lahir lengkap dan utuh – (pelajari bagian-bagian plasenta)
l. Lakukan jahitan jika ada robekan – (perineografi)
m. Celupkan tangan ke larutan klorin 0,5% dan bilas dengan larutan DTT
4 Kala IV (Penatalaksanaan perdarahan)
a. Pantau kontraksi dan perdarahan pervaginal 2-3x/ 15’ dalam 1 jam pertama PP, setiap 20’-30’ dalam 1 jam berikutnya
b. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, lakukan penanganan antonia uteri – (pelajari penanganan antonio uteri)
c. Ajarkan ibu dan keluarga massage kontraksi uterus
d. Ukur kehilangan darah ibu dan periksa nadi
e. Bersihkan ibu
f. Anjurkan keluarga untuk memberi makan dan minum
g. Lakukan pencegahan infeksi
h. Cuci tangan
i. Ukur TTV
Total Nilai
¬¬KELOMPOK 4

PERBAIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
PENYAKIT TERMINAL






    OLEH
 BENI AGUSTRA
RESHA PURNAMA SARI
SEFRIDA MAYIYIL
SITI ZAKIAH ASRI
USWATUN HASANAH


DOSEN PEMBIMBING : MITAYANI, SST.M Biomed
TA :2011 / 2012



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan teoritis Pada Anak Dengan Kasus Terminal”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Selama proses pembuatan makalah ini penulis tidak terlepas dari peran dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih :
Teman-tamanku yang senasip dan seperjuangan. Terimakasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan pihk yang telah membacanya, serta penulis mendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari allah SWT. Amin,

Padang, 20 Oktober  2011


                                                                                                                  (penulis)       

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.
Tujuan
Beri kesempatan pada anak dan keluarga untuk meninjau ulang pengalaman khusus atau memori dalam kehidupan mereka
Ekspresikan perasaan pribadi tentang kehilangan dan/ atau frustasi (mis;”Kami akan sangat kehilangan dia” atau “ Kami sudah mencoba segala sesuatu; kami sangat menyesal bahwa kami tidak dapat menyelamatkannya”)Berikan informasi yang diminta keluarga dan bersikap jujur.
Hargai kebutuhan emosional anggota keluarga seperti saudara kandung, yang mungkin ingin menyingkir sejenak dari anak yang menjelang ajal
Buat setiap upaya untuk mengatur anggota keluarga khususnya orang tua untuk bersama anak pada saat kematian, bila mereka menginginkannya.
Dorong kelurga untuk bicara dengan anak bahkan bila ia tampak koma
Bantu keluarga mengidentifikasi dan menghubungi kerabat, teman atau ndividu pendukung lain
Hargai keyakinan religius dan budaya seperti upacara khusus atau ritual
Atur untuk dukungan spiritual, sep[erti rohaniawan, beri dukungan spiritual sesuai permintaan anak atau keluarganya.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

ASKEP PADA ANAK DENGAN PENYAKIT TERMINAL

A.    PENGERTIAN
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.
   B. PERBEDAAN ANAK DENGAN DEWASA DALAM MENGARTIKAN KEMATIAN
1. Jangan berfikir kognitif dewasa dengan anak tentang arti kematian
2. anak tidak memiliki kematangan emosional dalam mempersepsikan tentang arti kematian
3. mekanisme koping pada anak belum terbentuk
4. Anak di ajak berdiskusi mengenai / tentang tuhan,surga, dan benda-benda yang tidak terlihat
C. KEBUTUHAN ANAK YANG TERMINAL
1. Komunikasi,
dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi atau berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua karena dengan orang tua mengajak anak berkomunikasi /berbicara anak merasa bahhwa ia tidak sendiri dan ia merasa ditemani
2. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi penyakit tersebut
3. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau ikut berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat
4. Social support meningkatkan koping
D. MENJELASKAN KEMATIAN PADA ANAK
1. Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur merupakan strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak
2. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar tingkat kematangan anak dalam mengartikan kematian
3. pada anak pra sekolah ,anak mengartikan kematian sebagai : kematian adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak lagi,dan tidak bisa berjalan seperti layaknya orang yang dapat berjalan seperti orang sebelum mati / meninggal
4. kebanyakan anak- anak( anak yang menderita penyakit terminal ) membutuhkan keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di tinggalkan
5. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife dan simpati, mendukunng apa yang anak rasakan
E. SUPPORT (DUKUNGAN)
Dukungan sangat diperlukan dan sangat dibutukan oleh anak yang mengidap penyakit terminal, siapa saja yang terlibat harus mendukung disini yaitu orang tua, teman- teman , orang tua yang lainnya (kakek,nenek, tante,paman), dan grife suport grouph.
F. TAHAP-TAHAP KEMATIAN ” KUBLER-ROSS’S ( KUBLER-ROSS’S DYING)
1. Denial and isolation (menolak dan mengisolasi diri)
2. Anger ( marah)
3. Bargaining ( tawar –menawar )
4. Depression ( depresi )
5. Acceptance ( penerimaan/menerima kematian )
G. ASUHAN KEPERAWATAN YANG DIPERLUKAN PADA ANAK YANG MENGALAMI PENYAKIT TERMINAL
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada anak yang mengalami penyakit terminal adalah ”PALLIATIVE CARE” tujuan perawatan paliatif ini adalah guna untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan kematian minimal mendekati normal, diupanyakan dengan perawatan yang baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian
H. PALLIATIFE CARE
•    Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal
•    Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan kondisi (kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau kesenangan hidup anak
•    Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social atau spiritualnya dari anak dalam kondisi terminal



I.    PRINSIP DARI PERAWATAN PALLIATIVE CARE
•    Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan skeluarga pasien
•    Dukungan untuk caregiver
•    Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet
•    Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care
•    Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan
 J.  PALLIATIVE CARE PLANE ( RENCANA ASUHAN PERAWATAN PALLIATIVE)
•    Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru, staff sekolah dan petugas keseatan yang professional
•    Suport phisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya
•    Melibatkan anak pada self care
•    Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai
•    Menyediakan diagnostic atau kebutuhan intervensi terapeutik guna memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari anak dan keluarga.







BAB III
ASKEP TEORITIS
ASKEP ANAK SAKIT TERMINAL ATAU MENJELANG AJAL
Penyakit terminal yaitu suatu kondisi dimana kehidupan mendekati atau menjelang akhir
Berduka – Respon fisik, emosional, dan spiritual terhadap kematian, perpisahan, atau kehilangan.
Reaksi berduka – gejala somatik dan psikologis yang kompleks yang berhubungan dengan beberapa penderitaan atau kehilangan ekstrim.
Berduka yang diantisipasi – Berduka sebelum kehilangan yang actual

A.     PENGKAJIAN
Lakukan pengkajian fisik Dapatkan riwayat kesehatan tentang penyakit terminal dan terapinya Kaji konsep anak tentang diri sendiri, proses yang terjadi pada lima tahap berikut dimana anak memerlukan informasi tentang situasinya sendiri
Tahap 1     :     Penyakit adalah sakit serius
Tahap 2     :     Penemuan hubungan antara pengobatan dan pemulihan
Tahap 3     :     Pemahaman tentang tujuan dan implikasi prosedur khusus.
Rasa sejahtera mulai menghilang dan menerima diri sebagai anak yang berbeda dari anak lain.
Tahap 4     :     Penyakit dipandang sebagai kondisi permanen.
Perasaan selalu menjadi orang sakit yang tidak pernah menjadi lebih baik.
Tahap 5     :     Kesadaran bahwa hanya terdapat pengobatan dalam jumlah
Terbatas. Kesadaran tentang prognosis fatal.
Observasi tanda-tanda fisik yang mendekati kematian.
Kehilangan sensasi dan gerakan pada ekstremitas bawah, berlanjut ke tubuh bagian atas.
-    Sensasi panas, meskipun badan terasa dingin
-    Kehilangan indera
-    Sensasi taktil menurun
-    Sensasi terhadap sinar
-    Pendengaran adalah indera yang terakhir hilang
-    Konfusi, kehilangan kesadaran, bicara tidak jelas
-    Kelemahan otot
-    Kehilangan kontrol defekasi dari kandung kemih
-    Penurunan nafsu makan/ haus
-    Kesulitan menelan
-    Perubahan pola napas
-    Pernapasan cheyne – stokes
“  Death rattle (bunyi dada bising karena akumulasi sekresi paru dan faring) Nadi lemah dan lambat, penurunan tekanan darah
-    Kaji respon keluarga terhadap ancaman kematian Observasi adanya manifestasi reaksi berduka yang normal pada anggota keluarga
-    Kaji sistem pendukung keluarga, mekanisme koping, dan ketersediaan sumber.
-    Kaji kemampuan diri untuk memberikan perawatan efektif pada anak yang menjelang ajal
-    Waspadai perasaan sendiri
-    Identifikasi strategi koping
B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan penyakit terminal dan/ atau ancaman kematian
2.    perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kehilangan nafsu makan, tidak tertarik pada makanan.
3.    takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan prognosis
4.    berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak


C.    INTERVENSI
1.    Keterbatasan aktivitas :
-  mengurangi ketidakmampuan
- mempertahankan fungsi sosial
- mempertahankan sikap tubuh yang baik
- mempertahankan kebebasan gerak sendi dan kekakuan
- istirahat dan aktifitas yang cermat
- mempertahankan daya tahan fisik dan ADL
2.    Peningkatan perawatan diri:
Terutama untuk kebutuhan fisik (mandi,toileting,berpakaian)
3.    Pertimbangan psikososial
-    kepekaan perasaaan,phatan , pendengaran
-    hubungan yang haarmonis, perhatian
4.    membantu  klien dalam penyesuaian diri.

PEDOMAN UNTUK MENDUKUNG KELUARGA BERDUKA UMUM
Tinggal dengan keluarga ; duduk dengan tenang bila mereka tidak ingin bicara  Terima reaksi berduka keluarga ; hindari pernyataan menghakimi (mis “Anda harus merasa baik sekarang”)
Hindari pernyataan yang dibuat-buat (mis ; “Saya tahu apa yang anda rasakan” atau “anda masih cukup muda untuk mempunyai bayi lagi”)
Hadapi secara terbuka perasaan-perasaan seperti rasa bersalah, marah dan kehilangan harga diri.
Fokuskan perasaan dengan menggunakan kata-kata berperasaan dalam pernyataan (mis :”Anda masih merasakan semua kepedihan karena kehilangan anak)

PADA SAAT KEMATIAN
Yakinkan keluarga bahwa segala sesuatu mungkin sedang dilakukan untuk anak, bila mereka menginginkan intervensi penyelamatan hidup
Lakukan apa saja yang mungkin dilakukan untuk menjamin kenyamanan anak, khususnya penghilangan nyeri.
Beri kesempatan pada anak dan keluarga untuk meninjau ulang pengalaman khusus atau memori dalam kehidupan mereka
Ekspresikan perasaan pribadi tentang kehilangan dan/ atau frustasi (mis;”Kami akan sangat kehilangan dia” atau “ Kami sudah mencoba segala sesuatu; kami sangat menyesal bahwa kami tidak dapat menyelamatkannya”)Berikan informasi yang diminta keluarga dan bersikap jujur.
Hargai kebutuhan emosional anggota keluarga seperti saudara kandung, yang mungkin ingin menyingkir sejenak dari anak yang menjelang ajal
Buat setiap upaya untuk mengatur anggota keluarga khususnya orang tua untuk bersama anak pada saat kematian, bila mereka menginginkannya.
Dorong kelurga untuk bicara dengan anak bahkan bila ia tampak koma
Bantu keluarga mengidentifikasi dan menghubungi kerabat, teman atau ndividu pendukung lain
Hargai keyakinan religius dan budaya seperti upacara khusus atau ritual
Atur untuk dukungan spiritual, sep[erti rohaniawan, beri dukungan spiritual sesuai permintaan anak atau keluarganya

SIMTOMATOLOGI BERDUKA NORMAL
•    Sensasi distres somatic
•    Perasaan sesak di tenggorok
•    Tersedak, dengan napas pendek
•    Kecenderungan nyata untuk napas pendek
•    Perasaan kosong dalam abdomen

Distres subyektif terus-menerus yang digambarkan sebagai tegangan atau sakit mental

•    Preokupasi dengan bayangan kematian
•    Mendengar, melihat atau membayangkan kehadiran individu yang sudah meninggal
•    Sedikit rasa tidak nyata
•    Perasaan jarak emosi dari orang lain
•    Dapat meyakini bahwa ia mendekati kegilaan
•    Perasaan bersalah
•    Mencari bukti kegagalan dalam mencegah kematian
•    Mendakwa diri sendiri tentang pengabaian atau kelalaian minor yang berlebihan
•    Perasaan bermusuhan
•    Kehilangan kehangatan terhadap orang lain
•    Kecenderungan untuk peka rangsang dan marah
•    Mengharapkan untuk tidak diganggu oleh teman dan kerabat
•    Kehilangan pola berhubungan yang umum,Gelisah, tidak dapat duduk diam, gerakan tanpa tujuan.Terus menerus mencari seuatu untuk dilakukan atau apa yang ia pikir harus lakukan .Kurang kapasitas untuk memulai atau mempertahankan pola aktivitas yang teratur.




























BAB III

PENUTUP

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.
Beri kesempatan pada anak dan keluarga untuk meninjau ulang pengalaman khusus atau memori dalam kehidupan mereka
Ekspresikan perasaan pribadi tentang kehilangan dan/ atau frustasi (mis;”Kami akan sangat kehilangan dia” atau “ Kami sudah mencoba segala sesuatu; kami sangat menyesal bahwa kami tidak dapat menyelamatkannya”)Berikan informasi yang diminta keluarga dan bersikap jujur.

Hargai kebutuhan emosional anggota keluarga seperti saudara kandung, yang mungkin ingin menyingkir sejenak dari anak yang menjelang ajal
Buat setiap upaya untuk mengatur anggota keluarga khususnya orang tua untuk bersama anak pada saat kematian, bila mereka menginginkannya.

Dorong kelurga untuk bicara dengan anak bahkan bila ia tampak koma
Bantu keluarga mengidentifikasi dan menghubungi kerabat, teman atau ndividu pendukung lain.

Hargai keyakinan religius dan budaya seperti upacara khusus atau ritual
Atur untuk dukungan spiritual, sep[erti rohaniawan, beri dukungan spiritual sesuai permintaan anak atau keluarganya

Minggu, 12 Februari 2012

Anatomi dan Fisiologi Payudara


Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram.
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
  1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
  2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.
  3. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
anatomi payudaraGambar 1. Anatomi payudara
Korpus
Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah.
Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus.
Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.
ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).
Areola
Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
Papilla
Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted).
puting 1
Gambar 2. Bentuk puting susu normal
puting 2
Gambar 3. Bentuk puting susu pendek
puting 3
Gambar 4. Bentuk puting susu panjang
puting 4
Gambar 5. Bentuk puting susu terbenam/ terbalik
Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 6-9)
Arianto, 2004. Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi. Ahad, 6 September 2009; pukul 10:55 WIB http://sobatbaru.blogspot.com/2009/02/anatomi-payudara-dan-fisiologi-laktasi.html
Program Manajemen Laktasi, 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta. (hlm:1-5)
Pusdiknakes, 2003. Buku 4: Asuhan Kebidanan Post Partum. (hlm: 14-17)
Roesli, U. 2005. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Puspaswara. (hlm: 4-8)
PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK
Memperbincangkan masalah seksual dengan anak, bukan berarti
mengajari anak untuk melakukan seks bebas.

Masalah seksual adalah bagian dari kehidupan manusia, berapa pun usianya. Oleh karena itu, pendidikan seks perlu diajarkan pada anak sedini mungkin. Masalahnya, masih banyak orang tua berpendapat, lambat laun anak akan mengerti urusan seks tanpa harus melalui perbincangan khusus. Seks sendiri masih dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka.
Belum lagi, muncul kesimpulan sepihak bahwa pendidikan seks yang diajarkan sejak dini di negara-negara Barat ternyata tidak mampu melindungi anak-anak dari seks pranikah. Sebaliknya, mereka yang setuju memberikan pendidikan seks sedini mungkin pun seringkali masih bingung. Dari mana harus memulainya?
SEBUAH PILIHAN
Memang, keputusan untuk memberikan atau tidak memberikan pendidikan seks kepada anak sejak usia dini adalah sebuah pilihan bagi orang tua. Namun, harus dipahami bahwa yang dinamakan pendidikan sudah seharusnya tidak menyesatkan. Jangan dibayangkan, pendidikan seks melulu berisi keterangan mengenai proses hubungan seksual. Pendapat itu sama sekali salah.
Pendidikan seks tidak bertujuan mendorong anak melakukan kegiatan seks. Tujuannya, menumbuhkan kesadaran akan perlunya menjaga kesehatan organ reproduksi dan perlunya membina relasi seksual yang sehat. Jadi, selama cara dan materi yang disampaikan tepat, maka banyak manfaat yang akan didapat.
Materi pendidikan seks yang diberikan memang tak bisa lepas dari latar belakang budaya yang mewarnai masyarakatnya. Pada masyarakat yang menganut budaya seks pranikah, maka pendidikan seks yang diberikan tidak bertujuan menekan angka seks bebas, melainkan melindungi anak-anak supaya mereka mendapat informasi tentang seks yang aman dan sehat secara medis. Tentu saja berbeda dengan tujuan yang hendak dicapai di sini, yaitu mencegah perilaku seks pranikah maupun seks di luar nikah.
Seperti yang diungkapkan Dian Rismayanti, Psi. "Pendidikan seks sangatlah luas, di antaranya mengajarkan anak untuk berperilaku sesuai gendernya, pengenalan organ tubuh, bagaimana merawat dan menjaga kebersihan organ reproduksinya, serta bagaimana melindungi diri dari pelecehan seksual."
Lebih lanjut psikolog dari Essa Consulting Group ini menegaskan, "Meski materi yang disampaikan sama dengan bermacam sumber yang dimiliki orang tua, tapi tentu saja penekanannya bisa berbeda. Jangan lupa, ada batasan norma-norma, kebudayaan maupun agama yang dianut tiap keluarga yang mempengaruhi tujuan pemberian pendidikan seks kepada anak."
INFORMASI YANG TEPAT
Melalui pendidikan seks yang dimulai sejak usia dini, orang tua jelas dapat memberikan informasi yang tepat sesuai perkembangan anak. Contohnya, dengan berbekal pengetahuan mengenai fungsi organ reproduksi, seorang anak perempuan akan siap menghadapi haid pertama, atau saat pertama mendapat mimpi basah bagi anak laki-laki.
Pendidikan seks akan lebih bermanfaat lagi pada kondisi sekarang ini, dimana gelombang informasi begitu derasnya menerpa anak-anak. Dengan beberapa kali klik di internet anak bisa mendapatkan gambar atau informasi seksual yang menyesatkan. Begitu juga film biru dan buku stensilan yang dengan mudahnya didapat di pasaran. "Padahal sebagian besar informasi yang disuguhkan media tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan," tandas Dian.
Informasi salah yang seringkali didapat anak praremaja di antaranya adalah peristiwa haid merupakan aib yang harus disembunyikan, ciuman dapat mengakibatkan kehamilan, dan nanti setelah ia beranjak remaja yaitu kesetiaan berarti harus menyerahkan keperawanan. Dengan memberikan bahan yang tepat sebelumnya, orang tua berarti sudah membentengi anak dari informasi-informasi yang tidak benar dan bahkan menyesatkan. Ini berarti orang tua sudah meredusir dampak negatif yang mungkin ditimbulkan.
GUNAKAN CONTOH KONKRET
Asal tahu saja, perbincangan mengenai seks dengan anak di bawah 3 tahun tidak membutuhkan waktu khusus. Namun untuk anak berusia di atas 6 tahun sebaiknya dicarikan waktu yang enak. "Contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagi media. Misalnya menjelaskan tentang dari mana dia datang dengan menunjukkan tantenya yang sedang hamil."
Pilih bahasa yang sederhana dan mudah dipahami anak. Menggunakan nama benda lain untuk menyebut organ intim, seringkali justru akan membingungkan anak. Seperti misalnya menggunakan istilah "burung" untuk menggantikan kata penis. Bagi anak umur 3 tahun, itu akan membuatnya sedikit rancu. "Apakah sama 'burung' miliknya dengan burung yang banyak beterbangan di kebun binatang?'"
Akhirnya, keterbukaan orang tua dalam masalah seks akan membuat anak tidak segan bertanya mengenai masalah tersebut. Dengan begitu anak tidak akan memandang seks sebagai sesuatu yang kotor dan tabu dibicarakan. Sekaligus, ia akan mendapat jawaban akurat dari sumber yang bisa dipercaya.

Kamis, 09 Februari 2012

askep poest partum blues

BAB I

PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa 2 jam setelah lahirnya placenta sampai enam minggu berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka post partum adalah 2-6 jam, 2 – 6 hari, 2 jam – 6 minggu (atau boleh juga disebut 6 jam, 6 hari dan 6 minggu)).
Pengawasan dan asuhan post partum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan pelayanan KB.
Gangguan-gangguan yang sering terjadi pada masa nifas berupa gangguan psikologis, seperti post partum blues, depresi post partum, depresi berat dan lain-lain.



2.    Tujuan
a.    Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Post Partum Blues.
b.    Tujuan Khusus
1.    Mahasiswa mampu mengetahui pengertian Post Partum Blues.
2.    Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab Post Partum Blues.
3.    Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa-diagnosa yang mungkin muncul pada pasien Post Partum Blues.
4.    Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada pasien dengan Post Partum Blues.



BAB II
PERMASALAHAN


Dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu Post Partum Blues, definisi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan bagaimana asuhan keperawatan pada Post Partum Blues.


BAB III
PEMBAHASAN


1.    Definisi
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga 10 hari sejak kelahiran bayinya.

2.    Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :]
a.    Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.
b.    Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.
c.    Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.
d.    Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan
e.    Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarg
f.    Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.
Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.

3.    Manifestasi Klinis
Gejala-gejala post partum blues, sebagai berikut :
a.    Cemas tanpa sebab
b.    Menangis tanpa sebab
c.    Tidak percaya diri
d.    Tidak sabar
e.    Sensitif, mudah tersinggung
f.    Merasa kurang menyangi bayinya
g.    Tidak memperhatikan penampilan dirinya
h.    Kurang menjaga kebersihan dirinya
i.    Gejala fisiknya seperti : kesulitan bernafas, ataupun perasaan yang berdebar-debar.
j.    Ibu merasakan kesedihan, kecemasan yang berlebihan
k.    Ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami ataupun keluarga.

5.    Komplikasi
a.    Iritabilitas
b.    Anxietas Berlebihan
c.    Insomnia

6.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disini adalah cara mengatasi gangguan psikologis pada nifas dengan post partum blues. Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah ini yaitu :
1.    Dengan cara pendekatan komunikasi teraupetik
Tujuan dari komunikasi teraupetik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
a.    Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi.
b.    Dapat memahami dirinya
c.    Dapat mendukung tindakan konstruksi

2.    Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase, sebagai berikut :
a.    Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus perhatian ibu hanya pada dirinya sendiri, pengalaman selama proses persalinan sering berulang-ulang diceritakannya. Hal ini membuat cenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya.
b.    Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah persalinan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidak mampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.
c.    Fase letting go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat.

7.    Pemeriksaan Penunjang
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues .
Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues .
EPDS (Edinburgh Postnatal Depresi Skala) juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.

8.    Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
a.    Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
b.    Menu makanan yang seimbang
c.    Olah raga secara teratur
d.    Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
e.    Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
f.    Rekreasi



Asuhan Keperawatan Teoritis
A.    Pengkajian
Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah
1.    Aktivitas / istirahat
Insomnia mungkin teramati.
2.    Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3.    Integritas Ego.
Peka rangsang, takut / menangis ( " Post partum blues " sering terlihat
kira – kira 3 hari setelah kelahiran ).
4.    Eliminasi.
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
5.    Makanan / cairan.
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
6.    Nyeri / ketidaknyamanan.
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai
ke-5 pascapartum.
7.    Seksualitas

B.    Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,edema  pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.
2.    Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
3.    Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator ( misalnya ; hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek – efek anestesia ; tromboembolisme ; profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh ).
4.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
5.    Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek – efek hormonal  (perpindahan cairan / peningkatan aliran plasma ginjal ), trauma mekanis, edema jaringan, efek – efek anestesia.

C.    Intervensi dan Rasional
1.    Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,edema  pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.”
Tujuan    :    Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
INTERVENSI    RASIONAL
    Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan

    Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi



    Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran
    Berikan kompres panas lembab ( misalnya ; rendam duduk / bak mandi)


    Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomi
    Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui        Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
    Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
    Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan vasodilatasi
    Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
    Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum
    Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena pelepasan oksitosin



2.    Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan    :    Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui,mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
INTERVENSI    RASIONAL
    Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya

    Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga

    Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor – faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui
    Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui

    Identifikasi sumber – sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA )        Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan
    Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
    Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.



    Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa memperhatikan lamanya menyusu
    Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.


3.    Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi
regulator ( misalnya ; hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek – efek anestesia ; tromboembolisme ; profil darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh ).
Tujuan    :    mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor – faktor risiko / melindungi diri, bebas dari komplikasi.

INTERVENSI    RASIONAL
    Tinjau ulang kadar hemoglobin ( Hb ) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan

    Catat efek – efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan



    Inspeksi ekstrimitas bawah terhadap tanda – tanda trombloflebitis ( misalnya ; kemerahan, kehangatan, nyeri tekan




    Evaluasi status rubella pada grafik pranatal
    Concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, risiko – risiko, dan perlunya untuk mencegah konsepsi selama 2-3 bulan setelah vaksinasi        Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sincope klien karena ketidakadekuatan pengiriman oksigen ke otak.
    Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernafasan dibawah 12x / mnt menandakan toksisitas dan perlunya penurunan atau penghentian terapi obat.
    Peningkatan produk split fibrin ( kemungkinan pelepasan dari sisi placenta ), penurunan mobilitas, trauma, sepsis, dan aktivasi berlebihan dari pembekuan darah setelah kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme pada klien.
    Membantu efek – efek teratogenik pada kehamilan selanjutnya.
    Periode inkubasi 14-21 hari, anafilaktik alergi atau respon hipersentifitas dapat terjadi


4.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan    :    mendemonstrasikan teknik – teknik untuk menurunkan risiko / meningkatkan penyembuhan, menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen, bebas dari infeksi ; tidak febris ; dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
INTERVENSI    RASIONAL
    Kaji catatan pranatal dan intrapratal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini, persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta

    Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda – tanda menggigil, anoreksia atau malaise
    Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam

    Kaji terhadap tanda – tanda infeksi saluran kemih


    Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah berkemih / defekasi
        Membantu mengidentifikasi faktor – faktor risiko yang dapat mengganggu penyembuhan dan kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium


    peningkatan suhu mengidentifikasikan terjadinya infeksi.

    Diagnosis dini dari infeksi lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus
    Gejala ISK dapat tampak pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum karena naiknya infeksi traktus dari uretra ke kandung kemih.
    Pembersihan sering dari depan ke belakang ( simfisis pubis ke area anal ) membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina atau uretra.


5.    Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek – efek hormonal  (perpindahan cairan / peningkatan aliran plasma ginjal ), trauma mekanis, edema jaringan, efek – efek anestesia.
Tujuan    :    Berkemih tidak dibantu dalam 6-8 jam setelah kelahiran, mengosongkan kandung kemih setelah berkemih.

INTERVENSI    RASIONAL
    Kaji masukan dan haluaran urin terakhir


    Perhatikan adanya edema atau laserasi / episiotomi, dan jenis anestesi yang digunakan


    Instruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek – efek anestesia berkurang




    Anjurkan minum 6 sampai 8 gelas cairan perhari

        Pada periode pascapartal awal, kira – kira 4 kg cairan hilang melalui haluaran urin dan kehilangan tidak kasat mata, termasuk diaforesis
    Trauma kandung kemih atau uretra, atau edema, dapat mengganggu berkemih ; anestesia dapat mengganggu sensasi penuh pada kantong kemih
    Lakukan latihan kegel 100 kali per hari meningkatkan sirkulasi pada perineum, membantu menyembuhkan dan memulihkan tonus otot pubokoksigeal, mencegah atau menurunkan inkontinens stres.

    Membantu mencegah stasis dan dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang waktu melahirkan.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga 10 hari sejak kelahiran bayinya.

B.    Saran
1.    Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
2.    Menu makanan yang seimbang
3.    Olah raga secara teratur
4.    Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5.    Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
6.    Rekreasi


DAFTAR PUSTAKA

Saifudin Abdul Bari (2000), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Tridasa Printer, Jakarta
Doengoes E Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Maternal, EGC, Jakarta
http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com