Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Senin, 07 Mei 2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).





1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
         1.   Apa Pengertian dari dislokasi?
         2.   Apa Etiologi dari dislokasi?
         3.   Bagaimanakah patofisiologis pada dislokasi?
         4.   Apa saja manifestasi dari dislokasi?
         5.   Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
         6.   Apa saja komplikasi nya ?
         7.   Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia aplastik ?

1.3    Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem muskuloskeletal yang berjudul ” Askep Dislokasi ”. Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep skoliosis serta proses keperawatan dan pengkajiannya.






 

BAB II
KONSEP DASAR TEORI

2.1        Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth)Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur, dkk. 2000)Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138) Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1.      Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan



2.      Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3.      Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
1.      Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi
2.      Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.


2.2        Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2.Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3.Terjatuh
Ø  Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Ø  Tidak diketahui
Ø  Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
Ø  akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Ø  Trauma akibat kecelakaan.
Ø  Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang
Ø  Terjadi infeksi disekitar sendi.


2.3        Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).














Web Of Causation
 

























2.4        Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

Ø  Nyeri
Ø  perubahan kontur sendi
Ø  perubahan panjang ekstremitas
Ø  kehilangan mobilitas normal
Ø  perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
Ø  deformitas
Ø  kekakuan
2.5        Penatalaksanaan
Ø  Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
Ø  Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
Ø  Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
Ø  Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
Ø  Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

2.6        Komplikasi
Dini
Ø  Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
Ø  Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
Ø  Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut.
1        Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2        Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3        Kelemahan otot


2.7        Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Dilokasi
A.    Pengkajian
1.      Dislokasi
Ø  Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Ø  Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.
Ø  Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
2.      Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
B.     Diagnosa Keperawatan
-          Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
-          Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
-          Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
-          Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
-          Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.



C.    NCP

NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
-    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
Rasa nyeri teratasi dengan
KH :
1.      Klien tampak tidak meringis lagi.
2.      Klien tampak rileks


-          Kaji skala nyeri


-          Berikan posisi relaks pada pasien




-          Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

-          Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan

-          Kolaborasi pemberian analgesic

-    Mengetahui intensitas nyeri.


-    Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada nyeri.

-    Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.


-    Meningkatkan relaksasi pasien



-    Analgesic Mengurangi nyeri


2.
-          Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi

-      Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

KH :
-    melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
-    menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal
-          Kaji tingkat mobilisasi pasien


-          Berikan latihan ROM

-           Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukanØ

-          Monitor tonus otot

-          Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga

-    menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.


-    Memberikan latihan ROM kepada klien untuk mobilisasi
-    Alat bantu memperingan mobilisasi pasien

-    Gar mendapatkan data yang akurat

-    Dapat membnatu pasien untuk imobilisasi

3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
Kebutuhan nutrisi terpenuhi

KH :
-     Menunujukkan peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
-     Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
-     Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

-       Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
-       Observasi dan catat masukkan makanan pasien

-       Timbang berat badan setiap hari.


-       Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
-       Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
-       Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.

-       Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

-       Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium


-       Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi
-       Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
-       Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
-       Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
-       Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
-       Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.


-       Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
-       Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
-       Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
-       Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

4.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

kecemasan pasien teratasi dengan KH :
1.      klien tampak rileks
2.      klien tidak tampak bertanya – tanya
-          kaji tingakat ansietas klien


-          Bantu pasien  mengungkapkan rasa cemas atau takutnya

-          Kaji pengetahuan Pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.

-          Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien
-   mengetahui tingakat kecemasan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
-  Mengali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien

-   agar perawat tau seberapa tingkat pengetahuan pasien dengan penyakitnya

-  Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi
5
Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
Pasien bisa mengatasi body image pasien
-          Kaji konsep diri pasien

-          Kembangkan BHSP dengan pasien

-           Bantu pasien mengungkapkan masalahnya



-          Bantu pasien mengatasi masalahnya.
-  Dapat mengetahui pasien

-  Menjalin saling percaya pada pasien


-  Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan masalah nya

-  mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya

















BAB IV
PENUTUP

1.1              Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
            Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).






1.2              Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Minggu, 06 Mei 2012

AB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cedera pada bagian sistem muskuloskelektal biasanya menyebabkan cedera atau disfungsi struktur di sekitarnyadan struktur yang dilindungi dan disangganya. Bila tulang patah, otot tidak berfungsi; bila saraf tidak dapat menghantarkan impuls ke otot, seperti pada paralisis tulang tak dapat bergerak; bila permukaan sendi tak dapat berartikulasi dengan normal, baik tulang maupun otot tak dapat berfungsi dengan baik. Jadi meskipun fraktur hanya mengenai tulang, namun juga menyebabkan cedera pada otot, pembuluh darah dan saraf di sekitar daerah fraktur.
Fraktur dan dislokasi merupakan rangkaian fenomena dan problema muskuloskelektal yang sering terjadi pada anak – anak. Seiring dengan proses tumbuh kembangnya, sebagian besar waktu yang dimiliki anak – anak adalah waktu bermain. Memandang hal tersebut maka resiko fraktur maupun dislokasi sdangat mungkin terjadi yang berakibat pada terganggunya proses perkembangan mereka.
Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
Penanganan cedera sistem muskuloskelektal meliputi penberian dukungan pada bagian yang cedera sampai penyembuhan selesai. Dukungan dapat diperoleh secara eksternal dengan pemberian balutan, plester, bidai atau gips. Selain itu, dukungan dapat langsung dipasang ke tulang dalam bentuk pin atau plat. Kadang traksi juga harus diberikan untuk mengoreksi deformitas atau pemendekkan.
Berbagai intervensi harus diberikan berdasarkan masalah yang mungkin muncul dari fraktur maupun masalah yang terjadi pada saat penanganan yang muncul pada saat intervensi dilakukan untuk mengatasi masalah fraktur.


KONSEP MEDIS
1. Definisi:
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002).

Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).

2. Etiologi:
a. Trauma :
• Langsung (kecelakaan lalulintas)
• Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.

3. Jenis Fraktur:
a. Menurut jumlah garis fraktur :
• Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
• Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
• Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b. Menurut luas garis fraktur :
• Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
• Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
• Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
c. Menurut bentuk fragmen :
• Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
• Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
• Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
• Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
I. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
II. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
III. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
• Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

4. Gambaran Klinis:
Tanda-tanda klasik fraktur:
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.

5. Patofisiologi:
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
b. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

PATHWAYS



6. Komplikasi:
1. Umum :
- Shock
- Kerusakan organ
- Kerusakan saraf
- Emboli lemak

2. D i n i :
- Cedera arteri
- Cedera kulit dan jaringan
- Cedera partement syndrom.

3. Lanjut :
- Stiffnes (kaku sendi)
- Degenerasi sendi
- Penyembuhan tulang terganggu :
- Mal union
- Non union
- Delayed union
- Cross union

7. Penatalaksanaan:

1. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).
2. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
- Eksternal → gips, traksi
- Internal → nail dan plate
3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1) Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.

2) Sirkulasi:
Tanda:
- Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan.
- Takikardia
- Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
- Hematoma area fraktur.

3) Neurosensori:
Gejala:
- Hilang gerakan/sensasi
- Kesemutan (parestesia)
Tanda:
- Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
- Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
- Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.


4) Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
- Spasme/kram otot setelah imobilisasi.

5) Keamanan:
Tanda:
- Laserasi kulit, perdarahan
- Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)

6) Penyuluhan/Pembelajaran:
- Imobilisasi
- Bantuan aktivitas perawatan diri
- Prosedur terapi medis dan keperawatan

b. Pengkajian Diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:
1) X-ray:
- menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang:
- memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5) Kretinin
- trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6) Profil koagulasi
- perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.


2. Diagnosa
a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
b. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
c. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
d. Resti infeksi b.d kerusakan kulit/trauma jaringan

3.Intervensi Keperawatan:
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
• Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
• Mempertahankan posisi fungsinal
• Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
• Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas



2. Nyeri b.d spasme otot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
• Klien menyatakan nyeri berkurang
• Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
• Tekanan darah normal
• Tidak ada peningkatan nadi dan RR


3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
• Penyembuhan luka sesuai waktu
• Tidak ada laserasi, integritas kulit baik



4. Resti infeksi b.d kerusakan kulit/trauma jaringan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil
• Tidak ada tanda-tanda infeksi
• Penyembuhan luka sesuai waktu



III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang
2. Fraktur dapat diklasifikasikan ; 1) Terbuka dan Tertutup, 2) Komplit dan Inkomplit, 3) Complicated dan comminuted
3. Fraktur disebakan karena trauma
4. Terdapat manifestasi klinis serta komplikasi sebagai akibat fraktur
5. Pemeriksaan diagnostik pada fraktur meliputi; Foto Rontgen, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah.
6. Penatalaksanaan terapetik meliputi ; Pengobatan dan Reduksi
7. Pengkajian pada fraktur meliputi ; Riwayat fraktur, Muskuloskeletal, Neurologi, integumen, nadi, neuromuskular.
8. Asuhan keperawatan ditujukan pada penyelesaian masalah aktual maupun potensial pada anak dengan fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Terima kasih telah membaca artikel: ASKEP FRAKTUR