ASUHAN KEPERAWATAN PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)
By uswatun Hasanah
Luka bakar dapat
mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik
yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini
mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan.
Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh
dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan
fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang
dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan
merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95%
yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan
secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam
perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat
meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar
serius.
Beberapa
karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda.
Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar.
Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke
jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada
luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh
cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi
dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi
ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda
dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar
yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di
tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat
mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang
berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang
anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk
mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk
mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang
menyertai.
Prognosis klien
yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran
luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi
asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai.
Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti
luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya.
Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih
baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka
bakar tertentu.
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a.
Gas
b.
Cairan
c.
Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
A.
Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok.
Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang
bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi
sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
B.
Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi.
Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak
denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.
Proses
inflamasi dan infeksi.
2.
Problempenuutpan
luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas
dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.
Keadaan
hipermetabolisme.
C.
Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga
terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang
hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar
A.
Dalamnya luka bakar.
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan partial
superfisial
(tingkat I)
|
Jilatan api, sinar
ultra violet (terbakar oleh matahari).
|
Kering tidak ada
gelembung.
Oedem minimal atau
tidak ada.
Pucat bila ditekan
dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
|
Bertambah merah.
|
Nyeri
|
Lebih dalam dari
ketebalan partial
(tingkat II)
- Superfisial
-
Dalam
|
Kontak dengan
bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada
pakaian.
Jilatan langsung
kimiawi.
Sinar
ultra violet.
|
Blister besar dan
lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan
dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik
yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
|
Sangat nyeri
|
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat III)
|
Kontak dengan
bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus
listrik.
|
Kering disertai
kulit mengelupas.
Pembuluh darah
seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang,
dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.
|
Putih, kering,
hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak sakit,
sedikit sakit.
Rambut mudah lepas
bila dicabut.
|
B.
Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau
kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala
dan leher :
9%
2) Lengan
masing-masing 9% :
18%
3) Badan
depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai
maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total :
100%
C.
Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji
beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi
area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman
luka bakar.
3) Anatomi
lokasi luka bakar.
4) Umur
klien.
5) Riwayat
pengobatan yang lalu.
6) Trauma
yang menyertai atau bersamaan.
American Burn Association
membagi dalam :
1)
Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
a)
Tingkat II kurang
dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total
Body Surface Area pada anak-anak.
b)
Tingkat III kurang
dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
2)
Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
a)
Tingkat II 15%
- 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20%
Total Body Surface Area pada anak-anak.
b)
Tingkat III kurang
dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
3)
Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
a)
Tingkat II 32%
Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total
Body Surface Area pada anak-anak..
b)
Tingkat III 10%
atau lebih.
c)
Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga,
kaki dan perineum..
d)
Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi
pernafasan.
e)
Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
f)
Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah
daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah
kesehatan sebelumnya..
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a)
Tingkat
II : 30% atau lebih.
b)
Tingkat
III : 10% atau lebih.
c)
Tingkat
III pada tangan, kaki dan wajah.
d)
Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung,
fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II :
15 – 30%
b) Tingkat III :
1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat II :
kurang 15%
b) Tingkat III :
kurang 1%
Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)
Efek fisiologi yang merugikan
pada luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar
yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi
kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat
berkembang dan merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada
beberapa kasus kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya
perubahan fisiologi yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian
yang mendasari yaitu :
1.
Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya.
2.
Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang
meliputi pengaktifan respon keradangan dan respon stress sistem syaraf
simpatis.
1.
Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.
Tubuh
mempunyai beberapa metode untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam
temperatur eksternal. Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan
panas, penghantaran pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan
pada kulit maka temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera
sumber panas dipindah (diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa
detik. Jika sumber panas tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau
pada tingkat yang melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka
terjadilah kerusakan kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau
paparan pendek temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan
kulit yang progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada
ukuran yang berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun
tidak sama pada semua area.
Ketebalan kulit
yang terlibat tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas.
Panas yang kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh
dengan kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang
paling tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis
sekitar tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih
tipis pada anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua
mempunyai penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan
semua kemampuan untuk merespon terhadap trauma.
2.
Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.
Beberapa luka
jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah
respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan
respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan
lamanya permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon
keradangan (inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera
membantu tubuh bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan
pertahanan lokal dan dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini
menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang
merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis.
Respon terhadap
keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan
jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh
(histamin, bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan
dilatasi pembuluh darah (vaso) dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan
jaringan bersifat luas, substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan
secara sistemik dan menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan.
perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini
pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar.
Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi
(chemotaksik) yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit
khusus pada lokasi luka dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit.
Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan
tubuh.
3. Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.
Respon sistem
syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom
pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang
mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk
gejala adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari
(fight or flight) karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang
mengijinkan perubahan pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera
menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi
untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar
tidak segera menyebabkan fight or flight.
Perubahan
rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan,
peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan
aliran darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan
metabolisme dan pembentukan substansi energi tinggi dan penurunan persediaan
glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang terhambat meliputi penurunan
aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus intestinal) serta
penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon
ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu mempertahankan
fungsi organ vital dalam kondisi yang merugikan atau memperburuk keadaan.
Bagaimanapun bila respon simpatis berlanjut untuk waktu yang lama tanpa
pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih tertekan dan menyebabkan kondisi
patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat adaptasi.
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
|
Tingkatan
hipovolemik
(
s/d 48-72 jam pertama)
|
Tingkatan
diuretik
(12
jam – 18/24 jam pertama)
|
||
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
|
Pergeseran cairan
ekstraseluler.
|
Vaskuler ke
insterstitial.
|
Hemokonsentrasi
oedem pada lokasi luka bakar.
|
Interstitial ke vaskuler.
|
Hemodilusi.
|
Fungsi renal.
|
Aliran darah renal
berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
|
Oliguri.
|
Peningkatan aliran
darah renal karena desakan darah meningkat.
|
Diuresis.
|
Kadar
sodium/natrium.
|
Na+
direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan
tertahan dalam cairan oedem.
|
Defisit sodium.
|
Kehilangan Na+
melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
|
Defisit sodium.
|
Kadar potassium.
|
K+
dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+
berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
|
Hiperkalemi
|
K+
bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai
4-5 hari setelah luka bakar).
|
Hipokalemi.
|
Kadar protein.
|
Kehilangan protein
ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
|
Hipoproteinemia.
|
Kehilangan protein
waktu berlangsung terus katabolisme.
|
Hipoproteinemia.
|
Keseimbangan
nitrogen.
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari
masukan.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Keseimbnagan asam
basa.
|
Metabolisme
anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir,
fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas serum.
|
Asidosis
metabolik.
|
Kehilangan sodium
bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk
akhir metabolisme.
|
Asidosis
metabolik.
|
Respon stres.
|
Terjadi karena
trauma, peningkatan produksi cortison.
|
Aliran darah renal
berkurang.
|
Terjadi karena
sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
|
Stres karena luka.
|
Eritrosit
|
Terjadi karena
panas, pecah menjadi fragil.
|
Luka bakar termal.
|
Tidak terjadi pada
hari-hari pertama.
|
Hemokonsentrasi.
|
Lambung.
|
Curling ulcer
(ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
|
Rangsangan central
di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
|
Akut dilatasi dan
paralise usus.
|
Peningkatan jumlah
cortison.
|
Jantung.
|
MDF meningkat 2x
lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang
terbakar.
|
Disfungsi jantung.
|
Peningkatan zat
MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap
syok spetic.
|
CO menurun.
|
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A.
Luka
bakar grade II:
1)
Dewasa
> 20%
2)
Anak/orang
tua > 15%
B.
Luka
bakar grade III.
C.
Luka
bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B,
C.
1)
Pernafasan:
a)
Udara
panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b)
Efek
toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi Ã
Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2)
Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter,
CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi
cairan Ã
Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah
resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun :
BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ Ã diberikan 8 jam pertama
½ Ã diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) Ã 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan
CVP.
E.
Topikal dan tutup luka
-
Cuci
luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 :
30 ) + buang jaringan nekrotik.
-
Tulle.
-
Silver
sulfa diazin tebal.
-
Tutup
kassa tebal.
-
Evaluasi
5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F.
Obat – obatan:
o Antibiotika :
tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan
pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o Analgetik :
kuat (morfin, petidine)
o Antasida :
kalau perlu
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a)
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa
otot, perubahan tonus.
b)
Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20%
APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c)
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d)
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus
lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e)
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f)
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi
korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik);
ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).
g)
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat
pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h)
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya
luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i)
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong;
mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema
lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum
ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh
tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi
otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j)
Pemeriksaan diagnostik:
(1)
LED:
mengkaji hemokonsentrasi.
(2)
Elektrolit
serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting
untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena
peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3)
Gas-gas
darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya
pada cedera inhalasi asap.
(4)
BUN dan
kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5)
Urinalisis
menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka
bakar ketebalan penuh luas.
(6)
Bronkoskopi
membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7)
Koagulasi
memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8)
Kadar
karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2.
Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar
dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar
(common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat
di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface
Area
1.
Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan
permiabilitas kapiler.
2.
Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak
seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3.
Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan
Kardiak Output dan edema.
4.
Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan
kesukaran bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan
(Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
5.
Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan
paparan ujung syaraf pada kulit yang rusak.
6.
Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka
bakar.
7.
Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan
integritas kulit.
8.
Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme.
9.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar,
scar dan kontraktur.
10.
Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan
perubahan penampilan fisik
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and
documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja
silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau
keterdatasan pengembangan dada.
2
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3
Resiko
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap
luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan
primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6
Resiko
tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7
Perubahan nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60%
lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan
dan tahanan.
9
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar
dalam).
10
Gangguan
citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan
dan nyeri.
11
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah
interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.
Rencana
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Keperawatan
|
||
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Resiko bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
|
Bersihan jalan
nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil :
Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
|
Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan
pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ;
perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah
muda.
Auskultasi paru, perhatikan stridor,
mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri
merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan
bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan
posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem,
pertahankan teknik steril.
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan
untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh
gelisah, agitasi, kacau mental.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan
variasi/perubahan.
Lakukan program
kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang
tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri
intensif.
Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai
indikasi.
|
Dugaan cedera inhalasi
Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan
perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan
kebutuhan intervensi medik.
Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat
terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.
Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi
pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan,
menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan
konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan
drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih,
tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik
steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk
menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan
kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri,
perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian
cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi
meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis.
Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan
viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status
pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2
lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya
pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak
dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru,
sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru,
sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan
nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.
|
Resiko tinggi
kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
|
Pasien dapat
mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi:
tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas
normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
|
Awasi tanda vital,
CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Awasi pengeluaran
urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.
Perkirakan
drainase luka dan kehilangan yang tampak
Timbang berat
badan setiap hari
Ukur lingkar
ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
Selidiki perubahan
mental
Observasi distensi
abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase
NG dan feces secara periodik.
Lakukan program
kolaborasi meliputi :
Pasang /
pertahankan kateter urine
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan
penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
Awasi hasil
pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
Berikan obat
sesuai idikasi :
-
Diuretika
contohnya Manitol (Osmitrol)
-
Kalium
-
Antasida
Pantau:
-
Tanda-tanda
vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut,
dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
-
Warna
urine.
-
Masukan
dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode
akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
-
Hasil-hasil
JDL dan laporan elektrolit.
-
Berat
badan setiap hari.
-
CVP
(tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
-
Status
umum setiap 8 jam.
Pada penerimaan
rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV
yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit
yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan
menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan
kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter
bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg,
bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang
normal, urine gelap atau encer gelap.
Konsultasi doketr
bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
Tes guaiak
muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.
Berikan antasida
yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin
|
Memberikan pedoman
untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
Penggantian cairan
dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang
dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan
keluarnya mioglobin.
Peningkatan
permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan
cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan
tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan
luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan
pengeluaran urine.
Penyimpangan pada
tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan
perfusi serebral
Stres (Curling)
ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat
terjadi pada awal minggu pertama).
Observasi ketat
fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus
cairan cepat.
Resusitasi cairan
menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi
kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.
Meningkatkan
pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut
karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan
keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan
iritasi gaster.
Mengidentifikasi
penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang
ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan
jarinagn tak adekuat.
Inspeksi adekuat
dari luka bakar.
Penggantian cairan
cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi
melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan
vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.
Temuan-temuan ini
mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas,
perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan
hipovolemi.
Pasien rentan pada
kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila
perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen
intravaskuler.
Temuan-temuan
guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan
adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah
perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang
disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh
lambung.
|
Resiko kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan cedera
inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar
sirkumfisial dari dada atau leher.
|
Pasien dapat
mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia
evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi
nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
|
Pantau laporan GDA
dan kadar karbon monoksida serum.
Beriakan suplemen
oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang
endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila
terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia,
rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan
pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama
tirah baring.
Pertahankan posisi
semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka bakar
sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan
takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
|
Mengidentifikasi
kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat
merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen
meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik
diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara
mandiri.
Pernafasan dalam
mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
Memudahkan
ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
Luka bakar sekitar
torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi)
memungkinkan ekspansi dada.
|
Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan Pertahanan
primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
|
Pasien bebas dari
infeksi.
Kriteria evaluasi:
tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
|
Pantau:
-
Penampilan
luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi
tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
-
Suhu
setiap 4 jam.
-
Jumlah
makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area
luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai
pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang
ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau
op site.
Lepaskan krim lama
dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan
beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan
ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter
bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor
atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV
sesuai ketentuan.
Tempatkan pasien
pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang
mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort
untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan
masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis
pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat
imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet)
sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada
ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen
nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan
makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak
dapat makan per oral.
|
Mengidentifikasi
indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.
Pembersihan dan
pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
Antimikroba
topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi
pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur
pertumbuhan baketri.
Temuan-temuan ini
mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab
sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis
tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk
pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah
lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan
tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi.
Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan
pasien pada kebosanan.
Melindungi
terhadap tetanus.
Ahli diet adalah
spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien
dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi
adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
|
Nyeri berhubungan
dengan Kerusakan
kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh
debridemen luka.
|
Pasien dapat
mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi:
menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh
rileks.
|
Berikan anlgesik
narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur
perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka
bakar luas.
Pertahankan pintu
kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk
memberikan kehangatan.
Berikan ayunan di
atas temapt tidur bila diperlukan.
Bantu dengan
pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan
sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan
sendiri.
|
Analgesik narkotik
diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM
buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan
interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air
hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan
eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri
dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka
dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan
tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar
selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
|
Resiko tinggi
kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan
edema.
|
Pasien menunjukkan
sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi:
warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat
diraba.
|
Untuk luka bakar yang
mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular
dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan
ekstermitas bengkak ditinggikan.
Beritahu dokter
dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau
penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
|
Mengidentifikasi
indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Meningkatkan
aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.
Temuan-temuan ini
menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan
untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis
pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi
adekuat.
|
Kerusakan
integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan
kulit.
|
Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area
luka bakar.
|
Kaji/catat ukuran,
warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Lakukan perawatan
luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Pertahankan
penutupan luka sesuai indikasi.
Tinggikan area
graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi
area bila diindikasikan.
Pertahankan
balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
Cuci sisi dengan
sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari,
setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program
kolaborasi :
- Siapkan / bantu
prosedur bedah/balutan biologis.
|
Memberikan
informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk
tentang sirkulasi pada aera graft.
Menyiapkan
jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
Kain nilon/membran
silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka
sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan
pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah
graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin
ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
Kulit graft baru
dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan
kelenturan.
Graft kulit
diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara
pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
|
aftar pustaka
Brunner and
suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.
J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H.
et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott
Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L.
(1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah,
M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University
Press. Surabaya.
Doenges M.E.
(1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed
). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna
D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A
Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram,
Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Goodner,
Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis.
Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan
Kritis: Pendekatan Holistik. Volume
I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Instalasi
Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan
Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.
Jane, B.
(1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific
Peblications. London.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume
I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi
3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Senat Mahasiswa
FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.