Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Minggu, 06 Mei 2012

AB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cedera pada bagian sistem muskuloskelektal biasanya menyebabkan cedera atau disfungsi struktur di sekitarnyadan struktur yang dilindungi dan disangganya. Bila tulang patah, otot tidak berfungsi; bila saraf tidak dapat menghantarkan impuls ke otot, seperti pada paralisis tulang tak dapat bergerak; bila permukaan sendi tak dapat berartikulasi dengan normal, baik tulang maupun otot tak dapat berfungsi dengan baik. Jadi meskipun fraktur hanya mengenai tulang, namun juga menyebabkan cedera pada otot, pembuluh darah dan saraf di sekitar daerah fraktur.
Fraktur dan dislokasi merupakan rangkaian fenomena dan problema muskuloskelektal yang sering terjadi pada anak – anak. Seiring dengan proses tumbuh kembangnya, sebagian besar waktu yang dimiliki anak – anak adalah waktu bermain. Memandang hal tersebut maka resiko fraktur maupun dislokasi sdangat mungkin terjadi yang berakibat pada terganggunya proses perkembangan mereka.
Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
Penanganan cedera sistem muskuloskelektal meliputi penberian dukungan pada bagian yang cedera sampai penyembuhan selesai. Dukungan dapat diperoleh secara eksternal dengan pemberian balutan, plester, bidai atau gips. Selain itu, dukungan dapat langsung dipasang ke tulang dalam bentuk pin atau plat. Kadang traksi juga harus diberikan untuk mengoreksi deformitas atau pemendekkan.
Berbagai intervensi harus diberikan berdasarkan masalah yang mungkin muncul dari fraktur maupun masalah yang terjadi pada saat penanganan yang muncul pada saat intervensi dilakukan untuk mengatasi masalah fraktur.


KONSEP MEDIS
1. Definisi:
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002).

Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).

2. Etiologi:
a. Trauma :
• Langsung (kecelakaan lalulintas)
• Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.

3. Jenis Fraktur:
a. Menurut jumlah garis fraktur :
• Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
• Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
• Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b. Menurut luas garis fraktur :
• Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
• Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
• Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
c. Menurut bentuk fragmen :
• Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
• Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
• Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
• Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
I. Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
II. Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
III. Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
• Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)

4. Gambaran Klinis:
Tanda-tanda klasik fraktur:
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.

5. Patofisiologi:
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
b. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

PATHWAYS



6. Komplikasi:
1. Umum :
- Shock
- Kerusakan organ
- Kerusakan saraf
- Emboli lemak

2. D i n i :
- Cedera arteri
- Cedera kulit dan jaringan
- Cedera partement syndrom.

3. Lanjut :
- Stiffnes (kaku sendi)
- Degenerasi sendi
- Penyembuhan tulang terganggu :
- Mal union
- Non union
- Delayed union
- Cross union

7. Penatalaksanaan:

1. Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik).
2. Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
- Eksternal → gips, traksi
- Internal → nail dan plate
3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.


II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1) Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.

2) Sirkulasi:
Tanda:
- Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan.
- Takikardia
- Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
- Hematoma area fraktur.

3) Neurosensori:
Gejala:
- Hilang gerakan/sensasi
- Kesemutan (parestesia)
Tanda:
- Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
- Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
- Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.


4) Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
- Spasme/kram otot setelah imobilisasi.

5) Keamanan:
Tanda:
- Laserasi kulit, perdarahan
- Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)

6) Penyuluhan/Pembelajaran:
- Imobilisasi
- Bantuan aktivitas perawatan diri
- Prosedur terapi medis dan keperawatan

b. Pengkajian Diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:
1) X-ray:
- menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang:
- memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5) Kretinin
- trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6) Profil koagulasi
- perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.


2. Diagnosa
a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
b. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
c. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
d. Resti infeksi b.d kerusakan kulit/trauma jaringan

3.Intervensi Keperawatan:
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
• Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
• Mempertahankan posisi fungsinal
• Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
• Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas



2. Nyeri b.d spasme otot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
• Klien menyatakan nyeri berkurang
• Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
• Tekanan darah normal
• Tidak ada peningkatan nadi dan RR


3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
• Penyembuhan luka sesuai waktu
• Tidak ada laserasi, integritas kulit baik



4. Resti infeksi b.d kerusakan kulit/trauma jaringan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil
• Tidak ada tanda-tanda infeksi
• Penyembuhan luka sesuai waktu



III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang
2. Fraktur dapat diklasifikasikan ; 1) Terbuka dan Tertutup, 2) Komplit dan Inkomplit, 3) Complicated dan comminuted
3. Fraktur disebakan karena trauma
4. Terdapat manifestasi klinis serta komplikasi sebagai akibat fraktur
5. Pemeriksaan diagnostik pada fraktur meliputi; Foto Rontgen, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah.
6. Penatalaksanaan terapetik meliputi ; Pengobatan dan Reduksi
7. Pengkajian pada fraktur meliputi ; Riwayat fraktur, Muskuloskeletal, Neurologi, integumen, nadi, neuromuskular.
8. Asuhan keperawatan ditujukan pada penyelesaian masalah aktual maupun potensial pada anak dengan fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Terima kasih telah membaca artikel: ASKEP FRAKTUR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar