Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Kamis, 06 Desember 2012

askep jiwa pada lansia

BAB I
PENDAHULUAN 
1.1    Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.
Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama masyarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasrat mereka untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut, benturan-benturan fisik maupun psikologis tidak pernah dipikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.
 1.2    Tujuan
a)    Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Stroke
b)      Tujuan Khusus
1)        Mahasiswa mampu mengetahui Definisi stroke
2)        Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi dari stroke
3)        Mahasiswa mampu mengetahui Patofisiologi stroke
4)        Mahasiswa mampu mengetahui Penatalaksanaan stroke
5)        Mahasiswa mampu mengetahui dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia dengan Stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 A.      LANDASAN TEORITIS
 2.1    Konsep Lansia
  1. A.      Definisi
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran. Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (2003) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2004) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.
  1. B.       Ciri-Ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :
a.        Usia lanjut merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.  
 b.        Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas.
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
c.         Perubahan peran  
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
 d.        Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
C.      Cara Menjaga Hidup Sehat Pada Lansia
     Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara tersebut adalah :  
a)      Makan makanan yang bergizi dan seimbang
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan bertambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu kebutuhan gizi bagi para lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 2002) :
  1. Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan    yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.
  2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian).
  3. Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.
  4. Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
  5. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.
  6. Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.
  7. Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.
  8. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.
  9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang segar dan mudah dicerna.
  10. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan.
  11. Makan disesuaikan dengan kebutuhan.
b)      Minum air putih 1.5 – 2 liter
Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2 liter per hari. Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit. Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya.
c)      Olah raga teratur dan sesuai.
Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding.
Olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif.
d)     Istirahat, tidur yang cukup
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.
e)      Menjaga kebersihan
Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih. Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air. Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodic.
f)       Minum suplemen gizi yang diperlukan
Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan.
g)      Memeriksa kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.
h)      Mental dan batin tenang dan seimbang
Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang adalah :
  1. Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi tenang.
  2. Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.
  3. Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.
i)          Rekreasi
Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.
2.2.        Konsep Stroke
  1. A.           Definisi
Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989). Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997)
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Stroke atau cedera serebrovaskuler attack ( CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddarth, 2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak yang berlangsung 24 jam atau lebih atau menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000)
Stroke adalah defisit neurologi yang memiliki awitan mendadak dan berlansung 24 jam sebagai akibat dari cerebrovaskuler disease (CVD). (Carolyn, 1999).
  1. B.       Insiden
Di AS, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Penyakit ini dapat dicegah atau diminimalkan dengan upaya : tekanan darah tetap terkonrol, tingkatkan kesadaran akan diet yang diperlukan dan hindari merokok.Beberapa hal yang perlu diketahui bahwa di AS kebanyakan yang menderita penyakit ini adalah kulit hitam, sering ditemukan pada pria daripada wanita dan pada umumnya meningkat setelah usia 75 tahun.
  1. C.      Faktor Resiko
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi yaitu :
Faktor Resiko Utama :
  1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
  2. Aneurisma pembuluh darah cerebral. Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
  3. Kelainan jantung / penyakit jantung. Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke. Dikemudian hari seperti penyakit jantung reumatik, penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut jantung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.
  4. Diabetes mellitus (DM). Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak sampai berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.
Faktor Resiko Tambahan
1)   Usia lanjut. Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
2)   Polisitemia. Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
3)   Peningkatan kolesterol (lipid total). Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.
4)   Obesitas. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
5)   Perokok. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.
  1. D.      Klasifikasi Stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :
  1. a.  Stroke Hemoragik  
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
Dua jenis stroke hemoragik :
Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian akibat stroke.
Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri. Perdarahan subarachnoid adalah kedaruratan medis serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian. Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
  1. b.  Stroke Non Hemoragik  
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak, umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu :
  1. TIA (Trans Ischemic Attack)  
Gangguan neurologist yang timbul mendadak dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) atau beberapa jam saja,  dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.  
  1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)      
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.  
  1. Stroke in Volution atau Progresif
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.  
  1. Stroke Complete  
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA yang berulang.
  1. E.  Etiologi
1)        Trombosis (penyakit trombo – oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang merupakan penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2)   Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
3)   Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4)   Perdarahan serebral. Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut–serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.
Perdarahan serebral termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragik subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).
  1. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
  2. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
  3. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
  4. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
  1. F.       Patofisiologi
    1. 1.    Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
  1. 2.    Stroke Hemoragik.
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
  1. G.   Manifestasi Klinik
Walaupun manifestasi klinik sering tidak dapat diidentifikasi secara jelas terutama pada tahap awal, tetapi tanda-tanda yang dapat muncul bila pembuluh darah mengalami stenosis pembuluh darah utama adalah adanya paralisis yang berat pada beberapa jam atau hari, termasuk hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang berlawanan), hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Kehilangan/gangguan bicara, paresthesia pada bagian tubuh tertentu. Kondisi yang terjadi di atas yang bersifat sementara disebut Transient Ischemic Attacks (TIA), atau manifestasi klinik yang terjadi secara gradual disebut  Stroke in Evolution.
Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yang merupakan petunjuk terjadinya perdarahan serebral :
1)         Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang kepala).
2)        Vertigo (pusing) atau sinkop.
3)        Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan, paresthesia, paralisis)
4)        Epistaxis.
5)        Perdarahan retina.
Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan stroke yaitu : Nyeri kepala, muntah, kejang, coma, kaku leher, demam, hipertensi, EKG abnormal (ST segment memanjang), sclerosis perifer dan pembuluh darah retina, konfusio, disorinetasi, hambatan memori, dan perubahan status mental lainnya.
Manifestasi klinik bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan, gangguan persarafan, kelemahan atau paralisis, kehilangan refleks sensorik, gangguan bicara, dan perobahan reflex.
Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau pada traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan oleh karena serabut saraf bersilang pada traktus piramidal dari otak menuju ke sumsum tulang belakang, demikian juga pada area kortikal yang lain yang dapat menyebabkan menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.Otot-otot thoraks dan abdomen biasanya tidak mengalami paralisis sebab dihubungkan kedua hemisper otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan maka tidak terjadi keseimbangan antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga menyebabkan terjadinya deformitas yang serius.
Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau menginterpretasikan simbol-simbol dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada korteks serebral. Gangguan pada semua aspek berbahasa seperti bercakap, membaca, menulis dan memahami bahasa yangdiucapkan. Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasia sensorik yang berhubungan dengan pemahaman bahasa, dan aphasia motorik yang berhubungan dengan produk bercakap-cakap. Aphasia sensorik termasuk kehilangan kemampuan pemahaman menulis, menciptakan atau mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami apa yang dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi simbolik yang berhubungan dengan suara.
Aphasia motorik, dimana klien dapat memahami kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan dengan kata-kata.Aphasia disebabkan oleh adanya lesi patologis yang berhubungan dengan lokasi tertentu pada korteks. Penyebab utamanya adalah gangguan suplai darah ke otak terutama yang berhubungan dengan pembuluh darah. Middle cerebral artery.
Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang mengalami gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan, berbicara, berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis tidak dapat dikoordinasikan.
Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai akibat perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari arterisclerosis atau hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak akan meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan pada penglihatan. Penurunan kemampuan penglihatan sering berhubungan dengan hemiplegia.
Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan, taktil, atau informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek. Agnosia bisa visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan kebutaan, tuli atau kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak sadar pada posisi lengan, tidak merasakan adanya bagian tubuh tertentu. Klien dengan agnosia penglihatan, dia melihat objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada objek.
Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan berbicara. Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat berkomunikasi secara verbal walaupun mengalami angguan, membaca atau menulis. Kondisi ini disebabkan akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan larynx.
            Kinesthesia : gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa :
  1. Hemianesthesia : Kehilangan asensasi.
  2. Paresthesia: Kehilangan sensasi pada otot sendi.
  3. Inkontinen : Inkontinen urin dan defekasi dapat terjadi, sebagai akibat :
    1.  kurangnya perhatian.
    2. kehilangan memori
    3. faktor emosi.
    4. tidak mampu berkomunikasi.
  4. Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta overstreching otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan ROM (range of motion).
  5. Horner’s Syndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata menyebabkan tenggelamnya bola mata sebagai akibat ptosis kelopak mata atas dan peningkatan kelopak mata bawah, konstriksi pupil, dan berkurangnya air mata.
    Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi klien labil, kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : social withdrawal terutama aphasia, gangguan perilaku seksual, regresi, dan marah.
Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)      Gangguan fungsi neuromotorik : Penurunan fungsi motorik sangat sering dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan dengan fungsi neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan dan bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat diri.
Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada  jalur pramidal ( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju ke sel motorik). Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan kemampuan gerakan voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan tonus otot, dan gangguan refleks.
Oleh karena jalur paramidal bersilang pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu sisi pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan (contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila gangguan pada  middle cerebral artery, maka kelemahan pada ekstremitas atas lebih  keras daripada ekstremitas bawah.
2)      Gangguan komunikasi : Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien dapat mengalami aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman dan penggunaan berbahasa). Dysphasia diartikanadanya disfungsi sehubungan dengan  kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa. Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent ( berkurangnya aktifitas berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara, tetapi hanya mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan menyebabkan  terjadinya global aphasia, dimana  semua fungsi komunikasi dan penerimaan menjadi hilang. Stroke pada area Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive dimana tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area wernicke akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan area Broca pada otak akan menyebabkan expressive phasia (kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang ada pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria.
3)      Emosi/perasaan : Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat mengontrol perasaannya.  Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan mengalami depresi dan frustrasi sehubungan dengan  masalah mobilitas dan  dan komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis karena mengalami kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya, kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan.
4)      Gangguan fungsi intelektual : Daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan dapat mengalami gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada otak kiri  menyebabkan masalah gangguan ingatan sehubungan dengan berbahasa. Pasien dengan stroke pada otak kanan sangat sulit dalam daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan., milsanya pada saat pasien berdiri dari kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga dapat berbahaya bagi dirinya.
  1. H.  Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
  1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
  2. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar korpengpineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas.
  3. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis aliran darah dan atau muncul plak) atau arteriosklerotik.
  4. EEG (Electroencephalography) untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik.
  5. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark.
  6. MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak
  7. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.
  1. I.  Pencegahan
    Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan kesehatan masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol dalam batas normal, dan menghindari merokok atau tidak menggunakan oral kontrasepsi. Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Memberikan informasi kepada klien sehubungan dengan penyakit yang diderita dengan stroke. Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mencegah terjadinya komplikasi sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada masa yang akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko injury sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan lebih lanjut yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.

  1. J.  Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
  1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
  2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
  3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
  4. Bed rest
  5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
  6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
  7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
  8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
  9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
  10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Penatalaksanaan spesifik berupa :
  • Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik
  • Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
Penatalaksanaan
  1. a.        Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus. Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi. Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.
Suhu tubuh harus dipertahankan normal. Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1)      Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan dalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
2)      Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3)      Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot polos pembuluh darah.
4)      Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik.
Terapi Khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1)        Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja :
ü  Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
ü  Meningkatkan deformalitas eritrosit
ü  Memperbaiki sirkulasi intraselebral
ü  Neuroprotektan
  1. Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi
    Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
  2. Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup. Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
  3. Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
    Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin.
  4. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan.
Pengobatan konservatif .
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri. Pembedahan
Perawatan Pasca Stroke
Sekali terkena serangan stroke tidak membuat pasien terbebas dari stroke. Selain menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserangkembali di kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community based rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih burukdari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke. Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, Gaya hidup sehat haruslah menjadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti: berhenti merokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat, berolahraga teratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan secukupnya, dengan memenuhi kebutuhangizi seimbang, menjaga berat badan jangan sampai kelebihan berat badan,berhenti minum alkohol dan atasi stres.
1)      Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia. Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program rehabilitasi stroke.
& Aktivitas kehidupan sehari-hari
Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-hari termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan melibatkan ahli terapi fisik dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan perawatan.
Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi , dan kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat. Pemeriksaan genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan memberikan data yang berharga untuk perencanaan strategi kompensasi untuk menyelesaikan tugas tugas perawatan diri. Propriosepsi, sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu pengkajian yang seksama juga termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di alami oleh klien akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi, berpakaian, makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus dan kandung kemih klien adalah informasi yang sangat penting untuk perencanaan perawatan. Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan setiap penyimpangan dimasukkan dalam pendekatan tim.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan terus memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan. Perawat adalah kunci pemberi perawatan dalam proses rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat memaksimalkan potensi klien tersebut.
2)      Kognisi dan komunikasi
Konfusi, disorientasi, dan maslah komunikasi adalah akibat yang sering dari stroke. Maslah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria, perawat perlu menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan klien untuk memahami kata-kata. Teknik komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-lahan, memberikan petunjuk sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi, dan mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-kata dengan objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak, dan mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien dan untuk menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan pola komunikasi.Dapat juga digunakan papan abjad,mesin tik,dan program computer untuk membantu pemahaman klien tentang lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga membantu mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan meningkatkan komunikasi.
3)      Dukungan psikologis
Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan terjadinya stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan perubahan peran. Dukungan psikologis diarahkan agar dalam menghadapi kehilangan ini dapat mendorong keberhasilan adaptasi dan penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat ditetapkan hanya setelah perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya, tipe kepribadian, perilaku koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan situasi untuk penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member klien suatu kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan seperti itu dapat sederhana seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua aktivitas, untuk memutuskan waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap deficit dapat mendorong harapan klien tersebut.
Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan perubahan peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat kesehatan mental untuk membantu mengatasi masalah ini. Klienn lansia mungkin mengalami suatu perasaan isolasi dan pengasingan. Keluarga mungkin memerlukan dukungan emosional dan psikologis ketika berusaha untuk memahami apa arti kehilangan bagi klien. Jika kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak diperhatikan, klien mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga tentang depresi dan peringatkan mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam memberikan dukungan psikososial.
Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah stroke. anggota keluarga yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan bagaimana cara bermain peran dalam situasi yang potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam merawat klien. merujuk keluarga dan klien pada pelayanan pendukung seperti pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care dapat mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke melibatkan manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat perbedaan dalam memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan komplikasi sekunder yang dapat berkembang dari penyakit kronis yang melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006)
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.
  1. K.   Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) :
  1. a.    Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
    1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memperberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
      menimbulkan kematian.
    2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
    3. b.   Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
      1. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
      2. Infark miokard
      3. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada
        saat penderita mulai mobilisasi.
      4. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
      5. c.    Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain : penyakit vaskular
perifer. Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu :
1)    Hipoksia serebral
Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian O2 suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan hematrokit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat.
2)    Aliran darah serebral  
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus menjamin penurunan vikosis darah dan memperbaiki aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3)              Embolisme serebral  
Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibtakan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
  1. B.       LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI
CEDERA SEREBROVASKULER/STROKE
Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pebuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
Perubahan perpusi jaringan serebral adalah suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan dalam nutrisi dan oksigenasi pada tingkat selular sehubungan dengan kurangnya suplai darah kapiler.
Diagnosis Keperawatan :
Perubahan Perfusi Jaringan Serebral
Berhubungan dengan :
-          Interupsi aliran darah: ganguan oklusi, hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral.
Ditandai dengan :
-          Perubahan suhu kulit (dingin pada ektremitas), warna biru atau ungu.
-          Perubahan pada tingkat kesadaran, kehilangan memori.
-          Perubahan dalam respon motorik/sensori,gelisah.
-          Defisit sensori, bahasa intelektual, dan emosi.
-          Perubahan tanda-tanda vital (denyut arteri tidak teraba).
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
-          Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif, dan motorik atau sensori.
-          Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
-          Menunjukan tidak adanya kelanjutan kekambuhan.
-          Memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan.
Tindakan Keperawatan:
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
  1. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan atau penyebab khusus selama penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Memengaruhi intervensi. Kerusakan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan memperbakinya setelah fase awal memerlukan tindakan untuk melakukan pemantauan terhadap penigkatan TIK.
  1. Observasi dan cacat status neurologis seiring mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
Mengetahui tingkat kesadaran, risiko penigkatan TIK, mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan atau resolusi kerusakan SSP. Menunjukkan TIA yang merupakan tanda-tanda terjadi trombosis CVS baru.
  1. Observasi tanda-tanda vital seperti :
-          Adanya hipertensi atau hipotensi, bandingkan hasil yang terbaca pada kedua lengan ;
-          Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur ;
-          Catat pola dan irama dari pernafasan, seperti : periode apnea setelah pernafasan hiperventilasi, pernafasan Cheyne-Strokes.
Variasi terjadi karena tekanan atau trauma serebral pada daerah vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi presipitasi. Hipotensi terjadi karena syok (kolaps sirkulasi vaskular). Penigkatan TIK terjadi karena edema, formasi bekuan darah. Tersumbatnya arteri subklavia ditandai adanya perbedaan tekananvpada kedua lengan.Perubahan terutama bradikardia terjadi akibat kerusakan otak. Distrimia dan murmur pertanda adanya penyakit jantung yang menjadi pencetus CSV (sepertistroke setelah IM). Ketidak keteraturan pernafasan menggambarkan lokasi kerusakan serebral atau peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi selanjutnya.
  1. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya.
Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) berguna menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara pernafasan simpatis dan parasimpatis. Respons terhadap refleks cahaya mengkombinasikan fungsi dari saraf kranial optikus (II) dan saraf kranial okulomotor (III).
  1. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang, atau kedalaman persepsi.
Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan memengaruhi intervensi.
  1. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi atau derajat gangguan serebral dan mengindikasikan penurunan atau peningkatan TIK.
  1. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral)
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral.
  1. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi aktivitas sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktifitas perawatan.
Aktivitas atau stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan stroke hemoragik atau perdarahan lainnya.
  1. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi, dan pernafasan yang memaksa (batuk terus-menerus)
Valsava Manuver dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya perdarahan.
  1. Kaji kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang, dan kemungkinan serangan kejang.
Merupakan indikasi iritasi meningeal. Kejang mengindikasikan peningkatan TIK atau trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi.
  1. Berikan oksigen sesuai indikasi
Menurunkan hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat atau terbentuknya edema.
  1. Berikan obat sesuai indikasi.
-          Antikoagulasi, misal, natrium warfarin, heparin, antitrombosit (ASA), dipiridamol.
-          Antifibrolitik, misal, asam aminokaproid.
-          Antihipertensi.
-          Vasodilatasi perifer, misal,
siklandelat, papaverin, isoksupresin.
-          Steroid, deksametason.
-          Fenintion (dilantin), fenobarbital.
-          Pelunak feses.
Meningkatkan atau memperbaiki aliran darah serebral dan mencegah pembekuan karena embolus atau trombus. Merupakan kontraindikasi pada klien hipertensi akibat penigkatan risiko perdarahan. Penggunaan dengan hati-hati dalam pendarahan untuk mencegah lisis bekuan yang terbentuk dan perdarahan berulang.Menigkatkan dan memperbaiki aliran darah serebral dan mencegah pembekuan karena embolus atau trombus. Merupakan kontraindikasi pada klien hipertensi akibat penigkatan risiko perdarahan. Hipertensi kronis perlu penanganan hati-hati, sebab penanganan yang berlabihan menigkatkan risiko perluasan kerusakan jaringan. Hipertensi sementara sering terjadi selama fase stroke akut dan penanggulangannya sering tanpa intervensi terapeutik.
Memperbaiki sirkulasi kolateral atau menurunkan vasospasme.
Penggunaannya kontroversial dalam mengendalikan edema serebral.
Mengontrol kejang atau untuk sedatif. Catatan : fenobarbital memperkuat kerja dari antiepilepsi.
Mencegah proses mengejan selama defekasi dan yang berhubungan dengan peningkatan TIK.
Kerusakan mobilitas fisik adalah suatu keadaan dimana individu mengalami keterbatasan kemampuan dalam ketidaktergantungan pergerakan fisik.
Diagnosa keperawatan :
Kerusakan Mobilitas Fisik
Berhubungan dengan :
-          Keterlibatan neuromuskular: kelemahan, parastesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis.
-          Kerusakan  perseptual/kognitif.
Ditandai dengan :
-          Ketidakmampuan bergerak dalam lingkungan fisik, kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
-          Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
-          Mempertahankan/menigkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
-          Mendemontrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
-          Mempertahankan integritas kulit.
Tindakan keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
  1. Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur.
Mengindentifikasi kekuatan atau kelemahan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan intervensi, sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.
  1. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring).
Menurunkan risiko trauma atau iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami sirkulasi jelek akan menurunkan sensasi dan menimbulkan dekubitus.
  1. Letakkan dalam posisi telungkup satu atau dua kali sehari sesuai kemampuan klien.
Mempertahankan ekstensi pinggul fungsional, tetapi akak menigkatkan ansietas terutama kemampuan klien untuk bernafas.
  1. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas. Anjurkan melakukan latihan quadrisep, meremas bola karet, serta melebarkan jari tangan dan kaki.
Meminimalkan atrofi otot, menigkatkan sirkulasi, dan mencegah kontraktur. Menurunkan risiko hiperkalsiuria dan osteoporosis jika perdarahan. Catatan : stimulasi berlebihan menjadi pencetus perdarahan berulang.
  1. Sokong ektramitas dalam posisi fungsional.pertahan kan posisi kepala netral.
Mencegah kontraktur atau footdrop.paralisis flaksid mengganggu kemampuan menyangga kepala.paralisis spastic menyebabkan deviasi kepala kesatu sisi.
  1. Gunakan penyangga lengan saat berada dalam posisi tegak,sesuai indikasi
Selama paralisis flaksid,penggunaan penyangga menurunkan resiko sublukasi lengan dan “sindrom bahu lengan”
  1. evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengaturan posisi selama priode paralisi spastic.
Kontraktur fleksi terjadi akibatg otot pleksor lebih kuat di bandingkan dengan otot ekstenser
  1. tempat kan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan
Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
  1. tinggi kan tangan dan kepala.
Meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema.
  1. posisikan litut dan panggul dalam posisi ekstensi
Mempertahan kan posisi pungsional.
  1. bantu untuk keseimbangan duduk (meninggikan kepala tempat tidur bantu duduk di tepi tempat tidur)
Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon propioseftik dan motorik.
  1. observasi daerah yang terkena termasuk warna,edema atau tanda,lain dari gangguan sirkulasi
Jaringan yang mengalami edema,lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhan lebih lambat
  1. inspeks lembut  pada daerah yang menonjol secara teratur.lakukan masase secara lembut pada daerah kemerahan
Titik tekanan pada daerah yang menonjol berisiko penurunan perfusi/ iskemia.stimulasi sirkulasi,membrikan bantuan bantalan membantu mencegah kerusan kulit dan dikubitus
  1. alasi kursi duduk dengan busa atau balon air
Mencegah atau menurunkan tekanan koksigeal atau kerusakan kulit.
  1. susun tujuan bersama klien atau kluarga untuk berpartisipasi dalam aktifitas atau latihan dan mengubah pisisi
Meningkatkan harapan terhadap perkembangan atau peningkatandan membrikan prsaan control atau kemendirian.
  1. anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ektramitas yang sehat untuk menyokong atau menggerakan tubuh yang lemah.
Dapat berespons baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih tergaanggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif.
  1. konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif dan ambulasi klien.
Program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan dalam keseimbangan,koordinasi,dan kekuaatan
  1. berikan obat relaksan otot,antispasmodic,sesuai dengan indikasi (baklopen,dantrolen)
Menghilangkan spatisitas pada ekstramitas yang terganggu
Kurang perawatan diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami gangguankemampuan untuk melakukan atau melengkapi aktifitas untuk diri nya.
Diagnosis keperawatan:
Kurang perawatan diri
Berhubungan dengan :
  • Kerusakan neuromuscular,penurunan kekuatan dan ketahanan,kehilangan control/koordinasi otot.
  • Kerusakan perceptual/koknitif.
  • Nyeri ketidak nyamanan
  • Depresi
Di tandai dengan :
Kerusakan kemampuan melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari,contoh, ketidakmampuan makan,mandi, memasang atau melepaskan pakaian dan toilting.
Criteria hasil/criteria evaluasi:
  • Mendomenstrasikan teknik/prubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan keperawatan diri
  • Melakukanaktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan diri.
  • Mengindentifikasikan sumber pribadi atau komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Tindakan intervensi Rasional 
Mandiri
  1. kaji kemampuan dan tingkatkekurangan (skala 0-4) untuk kebutuhan sehari-hari
Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
  1. hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri,tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
Klien menjadi sangat tergantungmeskipun bantuan yang di berikan bermanfaat dalam mencegah frustasi
  1. pertahankan dukungan,sikap yang tegas.beri klien untuk yang cukup untuk melakukan tugas nya
Klien akan memelurkan empati,tetapi perlu untuk mengetahui perawat yang akan membantu klien secara konsisiten
  1. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang di lakukan atau keberhasilan
Meningkatkan prasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian dan mendorong klien untuk brusaha secara kontinu
  1. buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada,seperti : letakan makanan dan alat lain nya di sisi klien yang tidak sakit
Klien akan dapat melihat untuk memakan makanannya
  1. gunakan alat bantu pribadi
Dapat menangani diri sendiri,meningkatkan kemampuan dan harga diri
  1. kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi tentang kebutuhan nya untuk menolak atau menggunakan urinal,bedpan
Mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih,tidak dapat mengatakan kebutuhan nya pada fase pemulihan akut,tetapi dapat mengontrol kembali pungsi nya sesuai perkembangan proses penyembuhan
  1. indentifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pada normal.kadar makanan yang berserat,anjjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktifitas
Mengkaji perkembangan program latihan mandiri dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit (jangka panjang)
Kolaborasi
  1. berikan obat pelunak feses dan supositoria.
Dibutukan pada awal untuk membantu dalam merangsang fungsi defekasi teratur
  1. konsultasi dengan ahli fisiotrafi ahli trapi okupasi
Memberikan bantuan untuk mengembangkan rencana terapi dan mengindentifikasikan kebutuhan alat penyokong khusus
Gangguan harga diri (uraikan) adalah evaluasi/prasaan yang negative tentang diri atau kemampuan diri, atau kemampuan diri,yang mungkin diekspresikan secara langsung atau tidak langsung
Diagnosis keperawatan:
Gangguan harga diri (uraikan)
Berhubungan dengan :
Perubahan biofisik, psikososial,perceptual kognitif
Ditandai dengan :
  • Perubahan actual dalam struktur dan fungsi
  • Perubahan dalam pola biasanya dari tanggungjawab/kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
  • Respon verbal/nonverbal terhadap perubahan actual atau yang dirasakan
  • Perasaan negative tentang tubuh,prasaan putus asa/tidak berdaya
  • Berpokus pada kekuatan,fungsi atau penampilan masa lalu
  • Preokupasi dengan prubahan atau kehilangan
  • Tidak menyentuh/melihat pada bagian tubuh yang sakit
Criteria hasil/criteria evaluasi
  • Berkomunikasi dengan kluarga tentang situasi dan prubahan yang terjadi
  • Mengungkapkan penerimaan pada diri dalam situasi
  • Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative
Tindakan keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
  1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.
Penentuan factor membantu dalam pengembangan interpensi.
  1. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi atau perubahan pada klien
Kadang klien menerima dan mengatasi gangguan fungsi secara efektif debgan sedikit penanganan
  1. Anjurkan klien mengekspresikan perasaannya (rasa bermusuhan dan marah)
Mendenonstrasikan penerimaan atau mengenal dan mulai memahami perasaan tersebut.
  1. Catat apakah klien menunjuk daerah yang sakit atau mengngkari daerah tersebut dan mengatakan penyangkalan pada hal tersebut.
Menunjukan penilaian terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap citra tubuh dan kemampuan, menandakan perlunya intervensi dan dukungan emosional.
  1.  Akui pernyataan perasaan tentang pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan pada klien masih dapat menggunakan bagian tubuhnya yang tidak sakit dan belajar untuk mengontrol bagian tubuh yang sakit.
Membantu klien untuk melihat bahwa perwat menerima bagian tubuh tersebut merupakan suatu bagian yang utuh dari seseorang. Memberikan kesempatan untuk merasakan pengharapan secara penuh dan mulai menerima keadaan yang dialami.
  1. Tekanan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian klieen.
Mengonsolidasikan keberhasilan membantu menrunkan perasaan marah dan ketidak keberdayaan, serta menimbulkan perasaan adanya perkembangan.
  1. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandanyang baik.
Membantu penigkatan rasa harga diri dan control atas salah satu bagian kehidupan.
  1. Dorong keluarga agar memberi kesempatan untuk melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan diri, meningkatankan proses rehabilitasi.
  1. Berikan dukungan terhadap prilaku atau peningkatan minat atau partispasi klien dalam kegiatan rehabilitasi.
Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri dalam kehidupan selanjutnya.
  1. Berikan penguatan terhadap penggunaan alat seperti tongkat, dan sebagainya.
Meningkatkan kemandirian, ,menurunkan ketergantungan untuk memenuhin kebutuhan fisik dan dapat bersosialisasi lebih aktif.
  1. Pantau gangguan tidur, kesulitan berkonsentrasi, pernyataan ketidakmampuan mengatasi letargi, dan menriak diri.
merupakan indikasi serangan depresi (setelah adanya pengaruh stroke) yang memerlikan evaluasidan intervensi lanjut.
Kolaborasi
Tindakan / intervensi Rasional
  1. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis atau konseling sesuai kebutuhan.
Memudahkan adaptasi terhadap perubahan perubahan peran yang perluuntuk menjadi produktif.
SAKIT KEPALA
Merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya ganggaun organic.
Beberapa jenis sakit kepala adalah sebagai berikut :
  1. 1.    Migrain
Penyebab tidak diketahui. Diperkirakan akibat dari spasme pembuluh darah intra cranial. Sering terjdi pada wanita remaja dan dewasa muda. Berhubungan dengan riwayat asma atau alergi. Sakit kepala jenis ini juga dapat terjadi secara herediter.
  1. 2.    Cluster.
Diperkirakan gangguan vascular. Histamin memegang peranan yang sangat penting.umumnya terjadi pada pria usia muda dan dewasa.
  1. 3.    Ketegangan otot.
Kontraksi otot yang sangat berlebihan disekitar kulit kepala, wajah, leher, dan tubuh bagian atas. Kemungkinan akibat vasodilatasi dari arteri cranial. Kebanyakan pada usia dewasa terutama pada wanita.
  1. 4.    Artritis temporalis
Diperkirakan akibat dari mekanisme autoimun pada klien berusia diatas 50 tahun.
  1. 5.    Jenis Lain
Meningel, tumor otak, sinus, dan pasca-traumatik.


Nyeri (akut) adalah suatu keadaan di mana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa tidak nyaman yang berat/perasaan tidak menyenangkan.
Diagnosis keperawatan :
Nyeri (akut)
Berhubungan dengan :
ü  Stres dan ketegangan .
ü  Iritasi/tekanan saraf.
ü  Vasospasme.
ü  Peningkatan tekanan intracranial.
Ditandai dengan :
v  Mengatakan nyeri, dipengaruhi oleh factor lain, missal, perubahan posisi.
v  Nyeri, pucat sekitar wajah.
v  Perilaku tidak terarah/berhati-hati, gelisah.
v  Memfokuskan pada diri, penyempitan focus.
v  Perubahan pola tidur, insomnia.
v  Preokupasi dengan nyeri.
v  Respons autoimun.
Kriteriahasil/criteria evaluasi :
& Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol.
& Menunjukan/menggunakan perilaku untuk mengurangi kekambuhan.
Tindakan keperawatan :
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri :
  1. Pastikan durasi masalah, obat, atau terapi yang telah digunakan.
Memudahkan pilihan intervensi yang sesuai. Membantu mengidentifikasi tindakan yang telah gagal dalam mengatasi masalah.
  1. Teliti keluhan nyeri, catat intensitas (skala 0-10, karakteristik (missal, berat, berdenyut, konstan), lokasi, lama, factor yang memperburuk  atau meredakan.
Nyeri merupakan pengalaman subjektif. Mengidentifikasi karakteristik nyeri untuk memilih tindakan yang sesuai dan mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
  1. Catat kemungkinan patofisiologi, missal, otak, meningeal, infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi.
Pemahaman terhadap keadaan penyakit yang mendasari membantu dalam memilih intervensi yang sesuai.
  1. Observasi adanya tanda nyeri nonverbal, misal, ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis, atau meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung atau pernafasan, dan tekanan darah.
Merupakan indicator atau derajat nyeri tidak langsung yang dialami. Sakit kepala bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi kronis bisa muncul.
  1. Kaji atau hubungkan factor fisik atau emosi dari keadaan klien.
Faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan atau persepsi nyeri tersebut.
  1. Evalusi perilaku nyeri.
Dapat diperberat karena persepsi klien terhadap nyeri tidak dipercaya.
  1. Catat adanya pengaruh nyeri, misal, hilangnya perhatian pada hidup, penurunan aktivitas, dan penurunan berat badan.
Nyeri dapat mempengaruhi kehidupan sampai pada suatu keadaan yang cukup serius dan bisa berkembang kearah depresi.
  1. Kaji derajat isolasi diri klien.
Klien dapat menarik diri dari keterlibatannya dengan orang lain  atau kegiatan tertentu akibat dari nyeri.
  1. Diskusikan dinamika fisiologis ketegangan atau ansietas dengan klien.
Pengetahuan tentang factor yang mempengaruhi sakit kepala dapat membantu mengatasi.
  1. Instruksikan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri tersebut muncul.
Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat menurunkan beratnya serangan.
  1. Tempatkan diruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.
Mungkin sensitive terhadap cahay sehingga dapat meningkatkan serangan nyeri.
  1. Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.
Menurunkan stimulasi kelebihan yang dapat mengurangi sakit kepala.
  1. Berikan kompres dingin pada kepala.
Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
  1. Berikan kompres panas lembap atau kering pada leher, lengan sesuai kebutuhan.
Meningkatkan sirkulasi pada otot yang meningkatkan relaksasi dan mengurangi ketegangan.
  1. Mesase daerah kepala, leher, dan lengan, jika klien dapat menoleransi sentuhan.
Menghilangkan ketegangan dan meningkatkan relaksasi otot.
  1. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, hipnotik diri, reduksi stres, dan teknik relaksasi.
Memberikan klien sejumlah pengendali nyeri, mengubah persepsi, dan mekanisme sensasi nyeri.
  1. Anjurkan klien untuk menggunakan afirmasi positif :”saya sembuh, saya sedang relaksasi, saya suka hidup ini”.
Afirmasi atau pemikiran positif dapat menurunkan ketegangan yang selanjutnya menurunkan sakit kepala.
  1. Observasi adanya mual atau muntah. Berikan es atau minuman yang mengandung karbonat sesuai indikasi.
Tindakan tersebut meningkatkan rasa nyaman. Catatan : minuman yang mengandung kafein diberkan dengan ergotuntuk menghilangkan sakit kepala migrain.
Kolaborasi :
  1. Berikan obat sesuai indikasi.
ü  Analgetik, misal, asetaminofen, ponstan.
ü  Relaksan otot sedang misal, diazepam (valium).
ü  Zat antiinflamasi anti steroid, misal, ibuprofen, meklofenamat.
ü  Narkotik, misal, Demerol atau kodein.
ü  Prednison.
ü  Antiemetik
ü  Antibiotik
Penanganan sakit kepala secara umum kadang bermanfaat yang disebabkan karena gangguan vascular.Untuk relaksasi umum, sedative, dan pencegahan migrain. Sebagai inflamasi, analgetik, dan antipiretik.
Diperlukan untuk mengatasi sakit kepala berat.
Efektif untuk sakiy kepala cluster.
Menurunkan rasa tidak nyaman yang berhubungan dengan gejala mual/muntah.
Digunakan jika timbul infeksi pada obat atau sinus.
  1. Rujuk ahli fisioterapi, lakukan teknik relaksasi.
Menurunkan ketegangan otot atau stress yang menimbulkan nyeri.
  1. Beri informasi tentang pemakaian akupresure atau akupuntur sesuai kebutuhan.
Penekanan pada rteri karotis besar menurunkan aliran darah ke otak yang mengakibatkan nyeri/
  1. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
Pada beberapa klien, pemendekan serangan sakit kepala sebesar 60-70% adalah dengan cara menurunkan hipoksia yang berhubungan dengan konstriksi atau spasme pembuluh darah.
  1. Rujuk ke klinik nyeri sesuai indikasi.
Pendekatan secara tim untuk mengontrol nyeri meliputi konseling, relaksasi, struktur, latihan, dan pengobatan.
Risiko tinggi terhadap ketidakefektifan koping individual adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan sumber (fisik, psikologis, perilaku, dan kognitif).
Diagnosis keperawatan :
Risiko Tinggi terhadap Ketidakefektufan Koping Individual
Faktor risiko meliputi :
  • Situasi krisis,
  • Kerentanan personal,
  • Sistem pendukung tidak adekuat,
  • Kelebihan beban kerja atau kurang hiburan.
  • Ketidakadekuatan relaksasi.
ü  Metode koping tidak adekuat.
ü  Nyeri berat,ancaman berlebihanpada diri.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
ü Mengidentifikasi perilaku kopingyang tidak efektif dan akibatnya.
ü Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang dimiliki.
ü Mengkaji situasi saat ini dengan akurat.
ü Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.
Tindakan Keperawatan :
Tindakan/Intervensi
Rasional
Mandiri :
  1. Dorong klien mengekspresikan asietas,merah,dan rasa takut. Dengarkan dengan penuh perhatian.
Mendengarkan dihargai sebangai strategi yang bermamfaat membantu menghadapi perasaan marah,asietas,dan rasa takut.
  1. Kaji kapasitas
  2.  fisiologis yang bersifat umum.
Sakit kepala(akut atau kronis) dapat mengurangi kemampuan koping.
  1. Kembangkan metode strategi koping berdasarkan keberhasilan tujuan dan kekuatan pribadi,seperti pola makan, strategi relaksasi mental,atau fisik.
Intervensi yang dikembangkan menggunakan gaya pribadi dan karakter yang mungkin bermanfaat.
  1. Berikan dorongan dan perkuat harapan klien sesuai situasi.
Meningkatkan rasa optimis pada klien dengan penyakit terminal terhadap harapan hidup.
  1. Dekati klien dengan ramah dan perhatian.
Menemukan kebutuhan psikologis yang meningkatkan harga diri dan kesempatan belajar cara buruk untuk mengatasi kesadaran.
  1. Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan dan diskusikan bagaimana sakit kepala tersebut mengganggu kerja.
Klien mampu untuk mengenali perasaan berhubungan dengan nyeri.Klien mungkin frustasi dengan sakit kepala atau penanganan dalam gaya hidup.
  1. Bantu klien mengidentifikasi sistem pendukung yang tepat dan dorong untuk menggunakannya,seperti kelompok pendukung.
Kelompok pendukung secara potensial mampu untuk mendidik,mendukung,mengantisipasi,dan menerima krisi.
  1. Berikan latihan relaksasi,aktivitas terapeurtik,dan kegiatan sehari-hari.
Aktivitas hiburan memberikan kesempatan istirahat dari stres mental dan emosional.
9.Intruksikan klien tentang teknik penatalaksanaan stres (distraksi,imajinasi,relaksasi) Teknik reduksi stres membantu klien menghadapi rasa takut dan ansietas.
Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai kondisi,proknosis,dan pengobatan adalah suatu keadaan dimana imformasi kusus sangat kurang.
Diagnosa Kepeerawatan:
Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Kondisi,Prognosis,Dan Pengobatan
Berhubungan dengan:
ü  Kurang pemajanan/kurang mengigat.
ü  Tidak mengenal informasi.
ü  Keterbatasan kognitif.
Ditandai dengan:
ü  Meminta informasi.
ü  Pernyataan kesalahan konsep.
ü  Perilaku tidak tepat dan
berlebihan,misal,histeris,bermusuhan,agitasi,apatis.
ü  Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
ü  Ketidakakuratan mengikuti instruksi.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi
ü  Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan.
ü  Mengidentifikasi hubungan dari tanda atau gejala terhadap kondisi.
ü  Memulai perubahan gaya hidup atau perilaku yang tepat.
ü  Mengindentifikasi situasi stres dan metode khusus untuk menghadapinya.
Tindakan keperawatan :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
1.Berikan informasi mengeenai penyebab sakit kepala,penanganan,dan hasil yang diharapkan. Pemahaman terhadap informasi membantu menentukan pilihan,belajar mengatasi masalah,dan meningkatkan harga diri.
2.Diskusikan etiologi sakit kepala bila diketahui. Memengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembang ke arah proses penyembuhan.
3.Bantu klien mengidentifikasi faktor predisposisi,seperti stres eemosi,suhu yang berlebihan,alergi terhadap makanan atau lingkungan. Menghindari faktor untuk mencegah berulangnya atau kambuhnya serangan.
4.Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya. Klien menjadi sangat ketergantungan obat dan tidak mengenali bentuk terapi lain.
5.Intruksikan klien atau keluarga melakukan kengiatan atau latihan,makanan yang dikkonsumsi dan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman,seperti masase. Latihan yang benar untuk mengurangi nyeri adalah dengan meningkatkan kadar endorfin dalam otak dan ambang nyeri darri klien.Makanan yang kurang mengandung bahan vasoaktif akan menurunkan frekuensi sakit kepala.
6.Diskusikan mengenai posisi tubuh yang normal. Menurunkan regangan otot leher dan lengan,serta menghilangkan ketengangan tubuh.
7.Anjurkan klien untuk menyediakkan waktu agar dapat relaksasi. Perasaan berlebihan mengakibatkan lupa unttuk memikirkan penerimaan diri yang memperberat sakit kepala.
8.Anjurkan untuk menggunakan aktifitas otak dengan benar,misal,mencintai dan tertawa. Pengeluaran penghilangan nyeri tubuh alamiah (endorfin) membantu klien menurunkan nyeri.
9.Anjurkan klien untuk selalu memperhattikan sakit kepala yang dialami dan faktor presipitasi. Memberi kesempatan mengidentifikasi atau mengendalikan faktor yang menjadi pencetus sakit kepala.
Tindakan/Intervensi Rasional
10.Identifikasi dan diskusikan risiko timbulnya bahaya yang tidak nyata dan terapi alterrnatif. Klien tidak meneerima dengan tidak adanya kesembuhan dari standar penanganan yang dilakukan dan akan mencari sumber lain yang memberikan kesembuhan.

BAB III
TINJAUAN KASUS 
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.R DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : STROKE DI PANTI JOMPO X MEDAN.
  1. I.     PENGKAJIAN
    1. A.      Karakteristik Demografi
      1. 1.         Identitas Diri Klien
Nama lengkap                 : Ny.R
Tempat/tgl lahir               : Medan, 13 Agustus 1936
Jenis Kelamin                  : Perempuan
Status perkawinan           : Janda
Agama                             : Kristen
Suku/Bangsa                   : Jawa/Indonesia
Pendidikan terakhir         : SMP
Diagnosa Medis (bila ada) : Stroke
Alamat                             : Jl. Binjai Km. 10,8 Tani Asli
  1. 2.         Keluarga atau Orang Lain yang Penting/Dekat yang Dapat Dihubungi :
v  Nama                               : Ny. Ani
v  Alamat                             : Jl. Binjai Km.10,8 Tani Asli No.25
v  No. Telepon                     : (061)8473852
v  Hubungan dengan klien  : Anak
  1. 3.         Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi
v  Pekerjaan saat ini           : Pensiunan
v  Pekerjaan sebelumnya    :P NS
v  Sumber pendapatan       : Gaji pensiunan
v  Kecukupan Pendapatan : Cukup
  1. 4.         Aktivitas Rekreasi
v  Hobi : Bernyanyi
v  Bepergian/wisata : -
v  Keanggotaan Organisasi :Ikut kegiatan kerohanian.
  1. 5.         Riwayat Keluarga






























Keterangan :
: Laki-laki meninggal                                    : Klien









: Perempuan meninggal                                 : Perempuan
Riwayat penyakit keturunan : Hipertensi.
Ayah meninggal akibat gagal jantung.
Saudara 1 meninggal karena stroke
Saudara ke-2 karena berlanggar.
Saudara ke-3 karena PJK.
Kunjungan keluarga : Ny. A 2 kali dalam seminggu datang ke Panti Jompo.
  1. B.     Pola Kebiasaan Sehari-hari
    1. 1.      Nutrisi
v    Frekuensi makan                               : 3 x 1 hari
v    Nafsu makan                                     : Bagus
v    Jenis makanan                                    :  makanan rendah garam, rendah lemak, dan tinggi serat,
v    Kebiasaan sebelum makan                 : Berdoa
v    Makanan yang tidak disukai               : Kripik pedas dan coklat
v    Alergi terhadap makanan                   : Udang dan Kepiting
v    Pantangan makan                                                                         : makanan yang mengandung banyak lemak (daging-dagingan warna merah, kerang-kerangan, mentega, keju, kuning telur santal kental, minyak/goring-gorengan, susu berlemak, garam serta makanan yang asin-asin lainnya.
v    Keluhan yang berhubungan dengan makan : makanan yang tinggi garam akan meningkatkan TD.
  1. 2.      Eliminasi
    1. BAK
v  Kebiasaan BAK pada malam hari               : Terasa
v  Keluhan yang berhubungan dengan BAK   : kelemahan bagian ekstremitas bawah mengakibatkan pasien harus dibantu oleh perawat.
  1. BAB
v  Frekuensi dan waktu                                :1 x sehari
v  Konsistensi                                               : lembek
v  Keluhan yang berhubungan dengan BAB : kelemahan bagian ekstremitas bawah mengakibatkan pasien harus dibantu oleh perawat.
v  Pengalaman memakai Laxantif/Pencahar    : -
  1. 3.      Personal Higiene
    1. Mandi
v  Frekuensi dan waktu mandi                     : 2 x sehari
v  Pemakaian sabun (ya/tidak)                      : Ya
  1. Oral Higiene
v  Frekuensi dan waktu gosok gigi               : 2 x sehari
v  Menggunakan pasta gigi                           : Ya
  1. Cuci rambut
v  Frekuensi                                                  :1 x 3 hari
v  Penggunaan shampoo (ya/tidak)               : Ya
  1. Kuku dan Tangan
v  Frekuensi gunting kuku                            :1 x seminggu
v  Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun    : Ya
  1. 4.      Istirahat dan Tidur
v  Lama tidur malam                                          : 5 jam
v  Tidur siang                                                      : 2 jam
v  Keluhan yang berhubungan dengan tidur      : sering terbangun dimalam hari.
  1. 5.      Kebiasaan mengisi waktu luang
    1. Olah Raga                     : -
    2. Nonton TV                   : Ya
    3. Berkebun/memasak      : -
    4. Lain-lain                       : -
  1. 6.      Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan ( Jenis/frekuensi/jumlah/lama pakai )
    1. Merokok (ya/tidak)                                               : Ya (1 tahun silam)
    2. Minuman keras (ya/tidak)                                     : Ya (1 tahun silam)
    3. Ketergantungan terhadap obat (ya/tidak)             : Ya
  1. 7.      Uraian kronologis kegiatan sehari-hari
Jenis Kegiatan
Lama waktu untuk setiap kegiatan
  1. Berdoa
10 menit
  1. Mandi Pagi
25 menit
  1. Sarapan pagi
20 menit
  1. Nonton TV
30 Menit
  1. Makan siang
20 menit
  1. Tidur siang
2 jam
  1. Mandi sore
25 menit
  1. Makan malam
20 menit
  1. Nonton TV
30 menit
  1. Berdoa malam
10 menit
  1. Tidur malam
5 jam


  1. C.    Status Kesehatan
    1. Status kesehatan saat ini
      1. Keluhan utama dalam 1 tahun terakhir     : Nyeri dibagian bahu, pundak, jantung berdebar-debar.
      2. Gejala yang dirasakan                               : Kekuan sendi, TD meningkat, kelemahan ekstremitas.
      3. Factor pencetus                                         : Rokok, kopi, alcohol, stress, makanan bersantan.
      4. Timbulnya keluhan                                   : Bertahap
      5. Waktu mulai timbulnya keluhan               : 1 tahun yang lalu.
      6. Upanya mengatasi                                    :
v  Pergi ke RS/klinik pengobatan/dokter praktik : dokter praktik
v  Pergi ke bidan/perawat                                 : -
v  Mengonsumsi obat-obatan sendiri               : -
v  Mengonsumsi obat-obatan tradisional          : -
v  Lain-lain :
  1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
    1. Penyakit yang pernah diderita                  : Hipertensi
    2. Riwayat alergi (obat, makan, binatang, debu, dan lain-lain) : udang dan kepiting
    3. Riwayat kecelakaan                                  : Jatuh dari tangga
    4. Riwayat dirawat dirumah sakit                : Hipertensi
    5. Riwayat pemakain obat                            : Obat Hipertensi
  1. Pengkajian/Pemeriksaan Fisik (Observasi, pengukuran, auskultasi, perkusi, dan palpasi)
a. Keadaan umum (TTV)                          : 190/110 mmHg
b. BB/TB                                                  : 73 Kg/155 cm
c. Rambut                                                 : Hitam, Bersih dan rapi
d. Mata                                                     : isokor kiri dan kanan
e.Telinga                                                   : simetris.
f. Mulut, gigi, dan bibir                            : Mulut bersih, gigi ada yang ompong, bibir normal.
g. Dada                                                     : dada ka/ki simetris, pergerakan otot dada (-).
f. Abdomen                                              : Tidak ada nyeri di uluh hati
i. Kulit                                                       : tekstur kulit terlihat kendur, keriput (+), peningkatan pigmen (+), dekubitus (-), bekas luka (-), turgor kulit menurun.
j. Ekstremitas atas                                     : salah satu lengan (kiri) mengalami paralisis, sendi-sendi mengalami kekakuan.
k. Ekstremitas bawah                                : ekstremitas bawah paralisis total, sendi2 mengalami kekakuan. Kekuatan Otot = 1. Skala Nyeri = 7
  1. D.    Hasil pengkajian khusus (Format Terlampir)
    1. Masalah kesehatan kronis                               : Skor : 47 = sedang
    2. Fungsi kognitif                                               : Skor : 8 = Tidak ada-  gangguan.
    3. Status fungsional                                            : Skor : 5 = Ketergantungan
    4. Status psikologis (skala depresi)                     : Skor : 12  = Depresi Ringan
    5. Dukungan keluarga                                         : selalu ada motivasi.
  1. E.     Lingkungan Tempat Tinggal
    1. Kebersihan dan kerapihan ruangan                 : bersih dan rapi
    2. Penerangan                                                     : lampu cukup terang
    3. Sirkulasi udara                                                : ada ventilasi
    4. Keadaan kamar mandi dan WC                     : bersih
    5. Pembuangan air kotor                                     : 15 meter dari kamar mandi
    6. Sumber air minum                                           : air Leading
    7. Pembuangan sampah                                      : 10 m dari Panti Jompo
    8. Sumber pencemaran                                        : -
    9. Penataan halaman (kalau ada)                        : bersih, rapi, dan indah.
    10. Privasi                                                             : terjaga.
    11. Risiko juri                                                       :  -
Resume :
Ny.R (76 tahun) masuk ke Panti Jompo X Medan pada 18 Januari 2011, diantar oleh keluarga karena keluarga sangat sibuk sehingga tidak punya waktu untuk merawat klien. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data : pasien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu, tangan kanan tidak bisa mengangkat, lengannya tidak terasa apabila disentuh (kehilangan sensasi pada otot sendi), lengan bagian kanan mengalami kekakuan. Kondisi lemah, dan nyeri pada bagian bahu dan persendian, dan daerah kepala. Ny. R tampak gelisah, serta mengalami kelemahan didaerah ekstremitas bawah sehingga pasien ini harus duduk dikursi roda mengakibatkan terbatasnya ruang gerak sehingga aktivitas seperti makan, mandi, memasang atau melepaskan pakaian dan toilting dibantu oleh perawat. Pasien mengeluh sering terbangun pada malam hari. Dari hasil pengkajian Tn.T punya riwayat hipertensi. TD : 170/110mmhg, HR : 78x/i, RR: 28x/i, S: 370C. Skala Nyeri : 7. Kekuatan Otot = 1. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah MRI hasil : adanya jaringan otak yang mengalami infark. Hasil Lab :  Kolesterol Total : 180 gr/dL, LDL = 160 gr/dl, HDL : 50 gr/dl.

Validasi Data :
  1. 1.      Data Subjektif (Ds)
ü  Pasien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu.
ü  Pasien mengeluh tangan kanan tidak bisa mengangkat
ü  Pasien mengatakan lengannya tidak terasa apabila disentuh (kehilangan sensasi pada otot sendi)
ü  Pasien mengeluh lengan bagian kanan mengalami kekakuan
ü  Pasien mengeluh nyeri pada bagian bahu dan persendian.
ü  Pasien mengeluh sering terbangun pada malam hari.
  1. 2.      Data Objektif (Do)
& Pasien tampak lemah.
& Pasien tampak gelisah
& Pasien mengalami kelemahan didaerah ekstremitas bawah sehingga pasien ini harus duduk dikursi roda.
& Ruang gerak pasien terbatas.
& Aktivitas seperti makan, mandi, memasang atau melepaskan pakaian dan toilting dibantu oleh perawat.
& Pasien punya riwayat hipertensi.
& Pasien insomnia.
& Hasil TTV : TD : 170/110, RR : 28x/menit, HR : 78x/menit, Temp : 370C. Skala Nyeri : 7. Kekuatan Otot = 1.
& Hasil pemeriksaan MRI Ny.R hasil : adanya jaringan otak yang mengalami infark.
& Hasil Lab :  Kolesterol Total : 180 gr/dL, LDL = 160 gr/dl, HDL : 50 gr/dl.
  II.          ANALISA DATA
NO.
SYMPTOMP
ETIOLOGI
PROBLEM

DS :ü  Pasien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu. ü  Pasien mengeluh tangan kanan tidak bisa mengangkat
ü  Pasien mengatakan lengannya tidak terasa apabila disentuh (kehilangan sensasi pada otot sendi)
ü  Pasien mengeluh lengan bagian kanan mengalami kekakuan.
Do :
& Pasien tampak lemah.
& Pasien tampak gelisah.
& Pasien mengalami kelemahan didaerah ekstremitas bawah sehingga pasien ini harus duduk dikursi roda.
& Ruang gerak pasien terbatas.
& Hasil TTV : TD : 170/110, RR : 28x/menit, HR : 78x/menit, Kekuatan Otot = 1.
& Hasil pemeriksaan MRI Ny.R hasil : adanya jaringan otak yang mengalami infark.
& Hasil Lab :  Kolesterol Total : 180 gr/dL, LDL = 160 gr/dl, HDL : 50 gr/dl.
Keterlibatan Neuromuskular : Kelemahan, Paralisis
Kerusakan mobilitas fisik

DS :ü  Pasien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu. ü  Pasien mengatakan lengannya tidak terasa apabila disentuh (kehilangan sensasi pada otot sendi)
ü  Pasien mengeluh tangan kanan tidak bisa mengangkat.
ü  Pasien mengeluh lengan bagian kanan mengalami kekakuan.
Do:
& Pasien mengalami kelemahan didaerah ekstremitas bawah sehingga pasien ini harus duduk dikursi roda.
& Ruang gerak pasien terbatas.
&  Aktivitas seperti makan, mandi, memasang atau melepaskan pakaian dan toileting dibantu oleh perawat.
& Hasil TTV : TD : 170/110, RR : 28x/menit, HR : 78x/menit, Kekuatan Otot = 1.
Kerusakan neuromuscular,penurunan kekuatan dan ketahanan,kehilangan control/koordinasi otot.
Kurang perawatan diri

Ds :ü  Pasien mengeluh nyeri pada bagian bahu dan persendian, dan daerah kepala. ü  Pasien mengeluh sering terbangun pada malam hari.
Do :
&  Pasien punya riwayat hipertensi.
&  Hasil TTV : TD : 170/110, RR : 28x/menit, HR : 78x/menit, Temp : 370C. Skala Nyeri : 7.
&  Pasien Insomnia.
ü  Stres dan ketegangan.ü  Vasospasme.
Nyeri (akut)
Prioritas Masalah :
  1. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen.
  2. Meningkatkan kenyamanan pasien.
  3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
  1. III.          DIAGNOSA KEPERAWATAN
  2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Keterlibatan Neuromuskular : Kelemahan, Paralisis ditandai dengan Pasien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu. Pasien mengeluh tangan kanan tidak bisa mengangkat. Pasien mengatakan lengannya tidak terasa apabila disentuh (kehilangan sensasi pada otot sendi). Pasien mengeluh lengan bagian kanan mengalami kekakuan. Pasien tampak lemah. Pasien tampak gelisah. Pasien mengalami kelemahan didaerah ekstremitas bawah sehingga pasien ini harus duduk dikursi roda. Ruang gerak pasien terbatas. Hasil TTV : TD : 170/110, RR : 28x/menit, HR : 78x/menit, Kekuatan Otot = 1. Hasil pemeriksaan MRI Ny.R hasil : adanya jaringan otak yang mengalami infark.Hasil Lab :  Kolesterol Total : 180 gr/dL, LDL = 160 gr/dl, HDL : 50 gr/dl.
    1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan Kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot ditandai dengan Pasien mengatakan sulit berjalan kalau berjalan harus menggunakan alat bantu. Pasien mengatakan lengannya tidak terasa apabila disentuh (kehilangan sensasi pada otot sendi). Pasien mengeluh tangan kanan tidak bisa mengangkat. Pasien mengeluh lengan bagian kanan mengalami kekakuan. Pasien mengalami kelemahan didaerah ekstremitas bawah sehingga pasien ini harus duduk dikursi roda. Ruang gerak pasien terbatas. Aktivitas seperti makan, mandi, memasang atau melepaskan pakaian dan toileting dibantu oleh perawat. Hasil TTV : TD : 170/110, RR : 28x/menit, HR : 78x/menit, Kekuatan Otot = 1.
    2. Nyeri (akut) berhubungan dengan Stres dan ketegangan, Vasospasme, ditandai dengan Pasien mengeluh nyeri pada bagian bahu dan persendian, dan daerah kepala. Pasien mengeluh sering terbangun pada malam hari. Pasien punya riwayat hipertensi. Hasil TTV : TD : 170/110, RR : 28x/menit, HR : 78x/menit, Temp : 370C. Skala Nyeri : 7. Pasien Insomnia.
       I.            INTERVENSI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI.
No.
Dx.
Tujuan/
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Implementasi
Evaluasi
1.
1.
-          Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.-          Mempertahankan/menigkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. -          Mendemontrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
-          Mempertahankan integritas kulit.
  1. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring).
  1. Letakkan dalam posisi telungkup satu atau dua kali sehari sesuai kemampuan klien.
  1. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas. Anjurkan melakukan latihan quadrisep, meremas bola karet, serta melebarkan jari tangan dan kaki.
  1. Sokong ektremitas dalam posisi fungsional.pertahan kan posisi kepala netral.
  1. Gunakan penyangga lengan saat berada dalam posisi tegak,sesuai indikasi.
  1. tempat kan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
  1. tinggikan tangan dan kepala.
  1. posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
  1. alasi kursi duduk dengan busa atau balon air.
10. observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
11. Kolaborasi : berikan obat relaksan otot,antispasmodic,sesuai dengan indikasi (baklopen,dantrolen)
  1. Menurunkan risiko trauma atau iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami sirkulasi jelek akan menurunkan sensasi dan menimbulkan dekubitus.
  1. Mempertahankan ekstensi pinggul fungsional, tetapi akan menigkatkan ansietas terutama kemampuan klien untuk bernafas.
  1. Meminimalkan atrofi otot, menigkatkan sirkulasi, dan mencegah kontraktur. Menurunkan risiko hiperkalsiuria dan osteoporosis jika perdarahan. Catatan : stimulasi berlebihan menjadi pencetus perdarahan berulang.
  1. Mencegah kontraktur atau footdrop.paralisis flaksid mengganggu kemampuan menyangga kepala.paralisis spastic menyebabkan deviasi kepala kesatu sisi.
  1. Selama paralisis flaksid, penggunaan penyangga menurunkan resiko sublukasi lengan dan “sindrom bahu lengan”.
  1. Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
  1. Meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema.
  1. Mempertahan kan posisi pungsional.
  1. Mencegah atau menurunkan tekanan koksigeal atau kerusakan kulit.
10. Jaringan yang mengalami edema,lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhan lebih lambat.
11. Menghilangkan spatisitas pada ekstramitas yang terganggu
Jam 09.00 WIB.1. Mengubah posisi pasien (supinasi, atau lateral /miring). Jam 09.10 WIB.
2. Mengubah posisi pasien (Posisi pronasi) satu atau dua kali sehari sesuai kemampuan klien.
Jam 09.20 WIB.
3. Melatih pasien untuk meremas bola karet, melebarkan jari tangan dan kaki.
Jam 09.40 WIB.
4. Menyokong ekstremitas dalam posisi fungsional.
Jam 09.45 WIB.
5. Menyangga lengan pasien
Jam 09.50 WIB.
6. Menempakan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Jam 09.55 WIB.
7. Meninggikan tangan dan kepala.
Jam 10.00 WIB.
8. Mengubah posisi lutut dan panggul dam posisi ekstensi.
Jam 10.10 WIB.
9. Mengalasi kursi dengan busa.
Jam 10.05 WIB.
  1. Mengobservasi warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
Hasil : Edema pada kaki mulai berkurang.
Jam 10.10 WIB.
11. Berkolaborasi dengan dokter, dalam member obat relaksan otot, anti spasmodic, sesuai dengan indikasi (baklopen, dantrolen).
S :  pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktifitas sebagian.O : Pasien dibantu dengan minimum. A : Masalah teratasi sebagian
P : tindakan  1,2,4,5 dilanjutkan dan menganjurkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap,  memberi support pada paien dalam melakukan aktifitas.
2.
2.
  • Mendomenstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan keperawatan diri
  • Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan diri.
  • Mengindentifikasikan sumber pribadi atau komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
  1. hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
  1. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang di lakukan atau keberhasilan.
  1. buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada, seperti : letakan makanan dan alat lain nya di sisi klien yang tidak sakit.
  1. gunakan alat bantu pribadi.
  1. indentifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan normal.  makanan yang berserat, anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktifitas.
  1. Kolaborasi : berikan obat pelunak feses dan supositoria.
  2. Klien menjadi sangat tergantung meskipun bantuan yang di berikan bermanfaat dalam  mencegah frustasi.
  1. Meningkatkan prasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian dan mendorong klien untuk brusaha secara kontiniu.
  1. Klien akan dapat melihat untuk memakan makanannya.
  1. Dapat menangani diri sendiri, meningkatkan kemampuan dan harga diri .
  1. Mengkaji perkembangan program latihan mandiri dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit (jangka panjang).
  1. Dibutukan pada awal untuk membantu dalam merangsang fungsi defekasi teratur.
Jam 09.00 WIB
  1. Membantu pasien melakukan aktivitasnya sesuai kebutuhan.
Jam 09.15 WIB.
  1. Memberi Reward pada pasien atas usaha atau keberhasilan yang dilakukan.
Jam 09.20 WIB.
  1. Meletakkan makanan atau alat-alat yang dibutuhkannya disisi klien yang tidak sakit.
Jam 09.40 WIB.
  1. Mengajarkan pada pasien untuk menggunakan tongkat, kursi roda atau alat bantu lainnya.
Jam 09.50 WIB.
  1. Memberi makanan tinggi serat (Contoh : Sayuran ) dan minum air putih banyak.
Jam 10.00 WIB.
  1. Berkolaborasi dalam pemberian obat pelunak feses dan supositoria.
(Contoh : Laxadin)
S : Pasien mampu melakukan sebagian aktivitas perawatan diri.O : Pasien dalam memasang pakaian khususnya celana sudah mampu sebagian. Pasien sudah mampu menggunakan alat bantu pribadinya. Diaforesis berkurang. A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi  3, 6.
3.
3.
&  Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol.&  Menunjukan/menggunakan perilaku untuk mengurangi kekambuhan.
  1. Pastikan durasi masalah, obat, atau terapi yang telah digunakan.
  1. Teliti keluhan nyeri, catat intensitas (skala 0-10, karakteristik (missal, berat, berdenyut, konstan), lokasi, lama, factor yang memperburuk  atau meredakan.
  2. Observasi adanya tanda nyeri nonverbal, misal, ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis, atau meringis, menarik diri, diaforesis, perubahan frekuensi jantung atau pernafasan, dan tekanan darah.
  3. Kaji atau hubungkan factor fisik atau emosi dari keadaan klien.
  1. Instruksikan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri tersebut muncul.
  1. Berikan kompres dingin pada kepala.
  1. Berikan kompres panas lembap atau kering pada leher, lengan sesuai kebutuhan.
  1. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi, hipnotik diri, reduksi stres, dan teknik relaksasi.
  1. Anjurkan klien untuk menggunakan afirmasi positif :”saya sembuh, saya sedang relaksasi, saya suka hidup ini”
10. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi.
11. Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi.
ü  Analgetik, misal, asetaminofen, ponstan.
ü  Relaksan otot sedang misal, diazepam (valium).
  1. Memudahkan pilihan intervensi yang sesuai. Membantu mengidentifikasi tindakan yang telah gagal dalam mengatasi masalah.
  1. Nyeri merupakan pengalaman subjektif. Mengidentifikasi karakteristik nyeri untuk memilih tindakan yang sesuai dan mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
  1. Merupakan indicator atau derajat nyeri tidak langsung yang dialami. Sakit kepala bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi kronis bisa muncul.
  1. Faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan atau persepsi nyeri tersebut.
  1. Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat menurunkan beratnya serangan.
  1. Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
  1. Meningkatkan sirkulasi pada otot yang meningkatkan relaksasi dan mengurangi ketegangan.
  1. Memberikan klien sejumlah pengendali nyeri, mengubah persepsi, dan mekanisme sensasi nyeri.
  1. Afirmasi atau pemikiran positif dapat menurunkan ketegangan yang selanjutnya menurunkan sakit kepala.
  1. Pada beberapa klien, pemendekan serangan sakit kepala sebesar 60-70% adalah dengan cara menurunkan hipoksia yang berhubungan dengan konstriksi atau spasme pembuluh darah.
  1. Kolaborasi :
ü Penanganan sakit kepala secara umum kadang bermanfaat yang disebabkan karena gangguan vascular.
ü Untuk relaksasi umum, sedative, dan pencegahan migrain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar