ASKEP ABLASIO RETINA
BAB
1
ABLASIO
RETINA
A. DEFINISI
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Ablasio Retina adalah
pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991)
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari
koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari
pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan
fungsi yang menetap.
B. KLASIFIKASI
1.
Ablasi Retina Regmatogenosa
Bentuk tersering dari ketiga jenis
ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Pada ablasi retina
regmatogenosa maka ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga
cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca air (fluid vitreous)yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan
retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio retina
regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus
vitreum posterior.
2. Ablasi Retina Eksudatif / Serosa &
Hemoragik
Ablasio retina serosa dan hemoragik
dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi
vitreo-retina.Ablasi retina eksudatif adalah ablasi yang terjadi akibat
tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan
subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid
(ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Penyakit degenerative,
inflamasi, dan infeksi yang terbatas di makula. Termasuk neovaskularisasi
subretina yang disebabkan oleh bermacam-macam hal.
3.
Ablasi Retina Tarikan atau Traksi
Ablasio
retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua. Pada ablasi ini lepasnya
jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan
mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan
kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferatif,
trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
Gaya-gaya
traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di
bawahnya disebabkan oleh adanya membrane vitreosa, epiretina, atau subretina
yang terdiri dari fibroblas dan sel glia atau sel epitel pigmen retina. Pada
ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik
jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya kea rah anterior menuju dasar
korpus vitreum. Pada awalnya, pelepasan mungkin terbatas di sepanjang
arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangansehingga kelainan
mengakibatkan retina midperifer dan makula.
C. ETIOLOGI
1.
Mata dengan miopia
tinggi,
2.
Pasca retinitis,
3.
Retina yang
memperlihatkan degenerasi di bagian perifer
4.
50% ablasi yang timbul
pada afakia terjadi pada tahun pertama
5.
Trauma atau penggunaan
fisik yang kuat dan mendadak akan menyebakan robekan retina.
6.
Komplikasi Diabetes
Melitus dan Peradangan yang terjadi pada mata
D. PATOFISIOLOGI
Pada ablatio retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina
dan bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio retina dapat diklasifikasikan
secara alamiah menurut cara terbentuknya:
a.
Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah
terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata
masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat
menyebabkan retina terlepas.
b.
Ablatio oleh karena tarikan,
terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel oleh ikatan atau
sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca.
c.
Ablatio eksudatif, terjadi karena
penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari
penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul,
lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.
PATHWAYS
Inflamasi intraokuler/tumor perub degeneratif dlm viterus
Peningkatan
cairan eksudattif/sserosa
Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)
Vitreus mjd makin cair
Vitreus
kolaps dan bengkak ke depan
Resti Infeksi
|
Robekan
retina
Sel-sel retina dan darah terlepas
Retina terlepas dari epitel berpigmen
Penurunan tajam pandang sentral
Ditandai
dengan:
-
floater dipersepsikan
sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba
-
Bayangan
berkembang/tirai bergerak dilapang pandang
Gangguan persepsi : penglihatan
|
E. MANIFESTASI KLINIS
Ablasi retina akan memberikan
gejala terdapatnya:
1.
Gangguan penglihatan
yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup.
2.
Riwayat melihat benda
mengapung atau pendaran cahaya(fotopsia) / light flashes atau keduanya
3.
Floater dipersepsikan
sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
4.
Pasien akan melihat
bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina
benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
5.
Penurunan tajam
pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya
keterlibatan makula.
a)
Retina lepas dengan robekan
(rhegmatogenous)
Tanda
klinisnya:
a.
Ditemukan peninggian
retina umumnya mulai dari perifer dan dapat mencapai posterior pole dengan
cairan di bawah retina.
b.
Retina (yang lepas)
tampak bergelombang (rugae), kadang ditemukan perdarahan vitreus. Di vitreus
ditemukan sel pigmen retina, tanda utama adalah robekan retina dengan cairan di
bawahnya.
c.
Umumnya disertai dengan
penurunan tekanan intraokuler.
d.
Terkadang ditemukan
afferent pupillary defect (APD).
e.
Pada yang kronis sering ditemukan pigmen
epitel retina berbentuk garis lurus (demarcation line) membatasi antara daerah
retina yang lepas dengan yang masih melekat, atau pada yang berat ditemukan
fibrosis vitreus berat (proliferative vitreo-retinopathy) hingga perlekatan
retina hebat (star fold, napkins ring, fixed folds, subretinal bands).
b)
Retina lepas akibat
cairan serous di bawah retina tanpa robekan (exudative)
Tanda
klinisnya:
a.
Ditemukan retina lepas
dengan bentuk permukaan relatif mulus disertai cairan di bawah retina.
b.
Tidak ditemukan robekan
retina.
c.
Cairan subretina
biasanya bullous dengan bentuk retina lepas sesuai dengan posture atau posisi
tubuh, prinsipnya adalah cairan mencari tempat yang paling rendah.
d.
Pemeriksaan APD
(afferent pupillary defect) mungkin ditemukan.
c)
Retina lepas karena
tarikan akibat fibrosis vitreus seperti pada proliferative diabetic retinopathy
(PDR), retinopathy of prematurity (tractional detachment). Disebut juga
tractional.
Tanda klinisnya:
Tanda klinisnya:
a.
Ditemukan retina lepas,
umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada riwayat neonatus prematur.
b.
Retina yang lepas
berhubungan dengan traksi atau fibrosis yang terjadi di dalam vitreus, dengan
detachmnet yang paling tinggi di tempat perlekatan traksi/fibrosis.
c.
Terkadang disertai
dengan robekan retina akibat tarikan traksi/fibrosis.
d.
Tanda lainnya dapat
ditemukan sesuai dengan penyakit penyerta atau yang mendasari.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan oftalmologi
a)
Pemeriksaan visus,
Dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun
terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar
masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
b)
Pemeriksaan lapangan
pandang,
Akan
terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma
relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan
terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
Pemeriksaan
lapang pandangan dapat dilakukan dengan:
1. Pemeriksaan
konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan
melakukan perbandingan lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri.
2. Pemeriksaan
perimeter atau kampimetri.
Lapang pandangan normal adalah 90 derajat
temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat ke bawah.
c)
Pemeriksaan funduskopi,
Yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan
pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler
koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina,
didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada
retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya.
Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan
pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.
3.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan
laboratorium \
Dilakukan untuk mengetahui adanya
penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan
darah.
b.
Pemeriksaan ultrasonografi,
Yaitu ocular B-Scan ultrasonografi
juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain
yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing
intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan
yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior
skleritis.
c.
Scleral indentation
d.
Goldmann triple-mirror
e.
Indirect slit lamp
biomicroscopy
f.
Tes refraksi
g.
Respon refleks pupil
h.
Gangguan pengenalan
warna
i.
Tekanan intraokuler,
Hasil Pemeriksaan:
1.
Visus atau salah satu
posisi lapang pandang memburuk.
2.
Fundus refleks hilang
3.
Retina terangkat,
terlihat abu-abu, bergoyang-goyang.
4.
Terkdang robekan retina
berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi.
pemeriksaan funduskopi.
G. PENATALAKSANAAN
1. Kolaborasi Intervensi Bedah
Prinsip
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan
pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:
A.
Retinopeksi pneumatic
Retinopati pneumatik
merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama
jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur
ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas
ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung
gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Pasien harus mempertahankan
posisi kepala selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi
robekan retina. Keuntungan dari tindakan ini adalah pasien tidak perlu dirawat
inap dan mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan prosedur
. buckling. Kerugiannya adalah kepala pasien harus dalam posisi tertentu dalam
7 – 10 hari, dan mempunyai tingkat keberhasilan lebih rendah dibandingkan
dengan skleral buckle.
B Scleral buckle (
pelibatan Sklera )
Operasi jenis ini
sampai sekarang masih merupakan pilihan untuk ablasi tipe regmatogenosa,
terutama jika tidak ada komplikasi. Buckle biasanya berupa silicon berbentuk
spons atau padat tergantung dari lokasi dan jumlah robekan retina.Silikon
tersebut dipasangkan melingkari bola mata dengan tujuan membentuk cekukan
kedalam pada dinding bola mata untuk menutupi rongga yang terjadi akibat
robeknya retina.Jika robekan telah tertutup, maka cairan dalam retina akan
menghilang secara spontan dalam jangka waktu 1 – 2 hari.Prosedur ini lebih
sering dilakukan dengan anestesi lokal dan pasca operasi pasien tidak harus
dalam posisi tertentu pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa kecuali
aktivitas yang dapat melukai kepala.
C Vitrektomi
Vitrektomi merupakan
cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, ablasio
regmatogenosa yang disertai traksi vitreus(perdarahan viterus) atau hemoragik
vitreus.Pada dasarnya vitrektomi merupakan tindakan pengeluaran cairan vitreus
kemudian digantikan dengan gas khusus yaitu SFG ( Sulfoheksafliurid). Secara perlahan
gas tersebut akan diserap dan digantikan kembali dengan cairan yang diproduksi
oleh mata itu sendiri. Cara pelaksanaan vitrektomi yaitu dengan membuat insisi
kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrument ke dalam rongga
viteus,setelah instrument di masukkan viterus di pindahkan dengan menggunakan
vitreus culter kemudian dilanjutkan dengan teknik sayatan tractional bands dan
air fluid exchange yakni memasukkan cairan silikon untuk menempelkan kembali
retina. Pada operasi vitrektomi kepala pasien harus berada dalam posisi
tertentu untuk menjaga agar retina tetap menempel.Terkadang vitrektomi dapat
dilakukan bersamaan dengan pemasangan sklera buckle.
.
Bila retina robek tetapi belum
lepas, maka lepasnya retina itu dapat dicegah dengan tindakan laser atau
menggunakan tindakan kriopeksi.
a.
Laser
Pembedahan laser
digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang biasanya ditemukan
sebelum terjadinya ablasio.Sinar laser yang digunakan adalah yang mampu
menciptakan lingkungan yang terbakar pada retina, Laser akan menempatkan luka
bakar kecil di sekeliling pinggir robekan. Luka bakar ini akan menimbulkan
jaringan parut yang mengikat pinggiran robekan dan mencegah cairan lewat dan
berkumpul di bawah retina.
b.
Kriopeksi
Kriopeksi merupakan teknik
membekukan dinding bagian belakang mata yang terletak di belakang robekan
retina.Cara kerja kriopeksi yaitu dapat merangsang pembentukan jaringan parut
dan merekatkan pinggir robekan retina dengan dinding belakang bola mata. Teknik
ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala
dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di
belakang retina. Kriopeksi biasanya dilakukan pada pasien berobat jalan dan
hanya memerlukan pembiusan local pada mata.Penempelan kembali retina yang
sukses, terdiri dari penempelan robekan retina, dan pencegahan agar retina
tidak tertarik lepas lagi.
2. Perawatan Preoperasi
Klien mungkin mengalami
kecemasan atau ketakutan. Perawt perlu memberikan informasi secara akurat dan
tenangkan hati klien untuk mengurangi kecemasan klien.
3. Perawatan Postoperasi
Tanda vital dan TIO.
Pemantauan tanda vital perlu dilakukan tiap 15-30 menit (atau sesuai kebijakan
rumah sakit) sampai kondisi klien stabil. Monitor TIO minimal 24 jam secara
ketat.
a)
Perawatan mata.
Adanya drainase, harus
segera dilaporkan pada ofthalmologist. Balutan tidak boleh dilepas tanpa order
khusus. Kedua mata dibalut selama 5-6 hari dan setelah boleh dilepas balutan
mata diganti minimal 1 kali sehari. Bantu aktivitas sehari – hari klien untuk
mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang berlebihan. Berikan kompres
dingin untuk mengurangi bengkak dan memberikan kenyamanan.
Visus tidak dapat kembali dengan
segera karena pembengkakan post op dan efek dilatasi tetes mata. Visus
meningkat bertahap dalam beberapa minggu samapi bulan. Jelaskan pada klien agar
membatasi membaca dan menulis untuk mencegah pergerakan mata yang berlebihan.
b)
Posisi dan aktivitas
klien.
Posisi dan tingkat yang diizinkan
setelah pembedahan diberikan oleh dokter. Kepala diposisikan sedemikian rupa
sehingga daerah yang diperbaiki menggantung, mencegah dorongan gravitasi
merusak daerah operasi. Jika gas (sulfaheksafluorid) digunakan untuk membantu
penyatuan retina kembali, maka klien diatur dalam posisi yang memungkinkan gas
mengangkat retina. Pembatasan aktivitas yang sama juga dilakukan pada klien
yang menggunakan minyak silikon. Memposisikanklien pada abdomen dengan kepala
menoleh ke arah mata yang dioperasi sering dianjurkan, sehingga klien berbaring
dengan mata yang tidak dioperasi berada dibawah. Posisi ini dipertahankan
beberapa hari sampai gas diabsorpsi. Hindari gerakan menghentakkan kepala (
menyisir rambut, membungkuk, mengejan, bersin, batuk, muntah ) dan batasi
aktivitas yang berlebihan hingga tercapai penyembuhan. Perawat perlu membantu
aktivitas sehari-hari klien untuk mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang
berlebihan.
c)
Medikasi.
Klien kadang memerlukan antiemetik
atau obat batuk yang yang dianjurkan serta laksatif (jika perlu).
d)
Nyeri.
Klien mungkin mengalami
nyeri pascaoperasi. Analgesik seperti meperidi atau asetaminofen dan kodein
biasanya diresepkan. Tindakan non-farmakologis seperti distraksi atau imajinasi
terbimbing dapat dilakukan pada kondisi ini. Peningkatan nyeri secara mendadak
atau nyeri yang disertainausea mungkin merupakan indikasi berkembangnya
komplikasi dan harus dilaporkan pada dokter mata.
H.
KOMPLIKASI
1.
Komplikasi awal setelah
pembedahan
a.
Peningkatan TIO
b.
Glaukoma
c.
Infeksi
d.
Ablasio koroid
e.
Kegagalan pelekatan
retina
f.
Ablasio retina berulang
2.
Komplikasi lanjut
a.
Infeksi
b.
Lepasnya bahan buckling
melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
c.
Vitreo retinpati
proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
d.
Diplopia
e.
Kesalahan refraksi
f.
Astigmatisme (tidak mampu
memfokuskan cahaya.
H.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.
Anamnesis
Kaji faktor resiko penyakit afakia,
meningkatnya umur, degenerasi vitreoretina dan miopia. Klien yang mengeluhkan
penurunan visus mendadak harus dievaluasi segera. Kaji situasi ketika klien
pertama kali mengeluhkan penurunan visus. Kaji riwayat okuler dan kondisi medis
sebelumnya, catat riwayat operasi mata atau cedera mata. Kaji apakah gejala
terjadi pada satu atau kedua mata, lamanya waktu sejak timbulnya gejala,
keparahan gejala dan hal-hal yang mengurangi atau memperburuk gejala. Timbulnya
ablasio retina biasanya mendadak dan tidak nyeri karena tidak ada serabut nyeri
yang terletak pada retina (Ignatavicius D, 1991). Klien sering mengeluh melihat
sinar kilat atau titik-titik hitam di depan mata yang terkena. Selama fase awal
atau ablasio retina parsial, klien mengeluhkan sensasi adanya tabir menutupi
bagian lapang pandang. Hilangnya lapang pandang tergantung area lepasnya
retina.
2.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan data yang
berkaitan dengan manifestasi klinis dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
oftalmoskopik.
3. Pengkajian Psikososial
Klien
dengan ancaman gangguan penglihatan dapat mengalami kecemasan. Kecemasan yang
berat akan merusak kemampuan klien untuk memproses informasi baru. Catat
postur, sikap dan pola bicara klien. Klien yang cemas akan menunjukan
kebingungan, perubahan topik yang sering dan menanyakan informasi secara
berulang. Klien cemas juga dapat mengalami salah interpretasi informasi. Mereka
mungkin hanya mendengar sebagian dari apa yang dibicarakan dan menerima
keterangan yang diberikan dngan lambat. Kaji juga kemampuan aktivitas
sehari-hari klien.
Analisis
Data
1.
Data Subyektif
Ø Pasien
mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang
Ø Pasien
sering mengeluh adanya titik-titik hitam (floater)
Ø Pasien
mengatakan jika dirinya memiliki riwayat kesehatan rabun dekat 4 dioptri
Data
Obyektif
Ø Miopi
(rabun jauh)
Ø Adanya
robekan pada retina (pemeriksaan fundudkopi)
Miopia:
a.
Ukuran anteroposterior
mata membesar
b.
Mendesak Retina
c.
Lapisan retina robek
d.
Lapisan retina lepas
dari lapisan berpigmen
e.
Cahaya yang masuk tidak
bisa ditangkap retina Robekan retina dan sel – sel darah merah mengapung di
sekitar vitreus
f.
Hilangnya lapang pandang
g.
Floater
h.
Gg. Penerimaan
rangsangan visual
i.
Konservasi rangsangan
ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
j.
Hilangnya penglihatan
k.
Perubahan sensori
preseptual
2.
Data Subyektif
Ø Pasien
mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya (Fotopsia)
Ø Pasien
mengatakan pernah memiliki riwayat kesehatan diabetic neuropati
Ø Pasien
mengeluh sering melihat titik-titik hitam (Floater)
Data
Obyektif
Ø Diabetic
retinopathy
Ø Didapatkan
jaringan fibrous pada vitreus.
Ø Robekan
retina dan sel-sel darah merah mengapung di daerah viterus (pemerikasaan
funduskopi)
Diabetic Retinopaty:
Diabetic Retinopaty:
1.
Jaringan fibrosis pada
vitreus menarik lapisan retina sampai terlepas dari lapisan pigmennya
2.
Fotopsia (timbul
kilatan cahaya)
3.
Lapisan retina robek
dan kapiler darah terputus
3.
Data Subyektif
Ø Pasien
mengatakan memiliki riwayat kesehatan Diabetes mellitus
Ø Pasien
mengeluh pandangannya sering kabur
Ø Pasien
mengeluk adanya kilatan cahaya dan titik-titik hitam pada pandangannya
Data
Obyektif
Ø LDL
> 220
Ø Ditemukan
robekan retina dan sel-sel darah mengapung pada ruang vitreus (pemeriksaan
funduskopi)
Diabetes mellitus
1.
Kadar glukosa dalam
darah meningkat
2.
Viskositas darah
meningkat
3.
Aliran darah menuju ke
mata menjadi terhambat
4.
Mata kekurangan nutrisi
terutama pada retina
4.
Data Subyektif
§ Pasien
mengatakan rasa perih dan gatal-gatal pada mata
§ Pasien
mengatakan sering keluar air dari mata
§ Pasien
mengeluh pandangannya kabur
Data
Obyektif
§ Pasien
menderita uveitis kronis
§ Adanya
robekan retina pada ruang vitreus (pemeriksaan funduskopi)
Uveitis:
§ Akumulasi
cairan akibat proses peradangan
§ Cairan
mendesak pada ruang subretina
§ Retina
lepas dari lapisan berpigmen
§ Hilangnya
lapang pandang
5.
Data Subyektif
§ Pasien
mengeluh pandangannya sering kabur
§ Pasien
sering mengeluh melihat titik-titik hitam pada pandangannya (floater)
§ Pasien
mengeluh melihat kilatan cahaya dalam pandangannya.
§ Pasien
mengatakan khawatir dengan keadaanya
Data
Obyektif
§ Pemerikasaan
funduskopi : adanya robekan retina dan sel –sel darah mengapung di ruang
vitreus
§ Penurunan
visus
§ Pasien
terlihat cemas
§ Pasien
menanyakan informasi secara berulang.
I.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Perubahan sensori
perseptual(visual) yang berhubungan dengan kerusakan kemampuan memproses
rangsangan visual.
Tujuan:
Klien akan :Mampu mempertahankan kemampuan untuk menerima rangsangan visual dan
tidak mengalami kehilangan penglihatan lebih lanjut.
Intervensi
§ Anjurkan
pasien untuk bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup.
Rasional : untuk mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk mencegah robekan lebih lanjut.
Rasional : untuk mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk mencegah robekan lebih lanjut.
§ Atur
kepala agar rongga retina dalam posisi tidak menggantung.
Rasional : Gravitasi dapat membantu mencegah lapisan retina pertama lepas dari lapisan kedua.
Rasional : Gravitasi dapat membantu mencegah lapisan retina pertama lepas dari lapisan kedua.
§ Kolaborasi
untuk pembedahan.
2. Defisit perubahan diri yang berhubungan
dengan pembatasan aktivitas.
Intervensi
:
Ø Beritahu
klien bahwa aktvitasnya sementara di batasi.
Rasional
: mencegah robekan lebih lanjut.
Ø Bantu
kebutuhan sehari hari klien
Rasional:
mengurangi resiko cedera lebih lanjut
Ø Letakkan
call bell pada tempat yang mudah di jangkau.
Rasional:Memudahkan
pasien untuk meminta pertolongan
3.
Ansietas yang
berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan, hilangnya pandangan mendadak
dan kemungkinan kegagalan mendapatkan pandangan kembali, ancaman terhadap
konsep diri serta ancaman terhadap perubahan peran dan fungsi.
Tujuan
klien akan :Klien akan mengalami penurunan tingkat ansietas.
Intervensi
:
Ø Berikan
kesempatan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya.
Rasional
: Mengurangi rasa cemas
Ø Walaupun
kemungkinan pemulihan penglihatan tidak dapat dipastikan, klien dapat
diyakinkan bahwa banyak robekan retina dapat diperbaiki dengan operasi.
Rasional :Memberikan dukungan moral untuk mengurangi beban stress
Rasional :Memberikan dukungan moral untuk mengurangi beban stress
4.
Resiko cedera yang
berhubungan dengan berkurangnya penglihatan dan perubahan kedalaman persepsi.
Tujuan
:Klien tidak mengalami cedera selama dalam perawatan.
Intervensi :
Intervensi :
Ø Observasi
ketajaman penglihatan klien.
Rasional:
Mengetahui perkembangan keadaan mata.
Ø Beritahu
klien bahwa kedalaman persepsi akan berubah dan bantu klien sesuai kebutuhan.
Ø Jauhkan
benda benda berbahaya dari jangkauan klien
Rasional
: mencegah terjadinya cedera karena keterbatasan lapang pandang.
Ø Bersihkan
jalan yang dilewati klien dari benda-benda berbahaya jika klien sudah diperbolehkan beraktivitas.
5.
Kurang pengetahuan
tentang perawatan diri dan aktivitas rutin pre dan pasca operasi yang berhubungan dengan kurangnya informasi atau
salah interpretasi informasi yang didapat sebelumnya.
Intervensi
Ø Menjelaskan
penggunaan obat yang benar.
Rasional:
Menghindari pasien defisit pengetahuan tentang penggunaan obat yang benar
Ø Menjelaskan
tanda dan gejala robekan retina.
Rasional
: Menghindari terjadinya trauma
Ø Aktivitas
yang perlu dibatas
Rasional
: Menghindari terjadinya cedera
Intevensi:
§ Usahakan
aktivitas tetap dalam 2 minggu,jangan mengangkat yang berat atau aktivitas yang
terlalu aktif selama enam minggu atau sesuai yang diintrusikan dokter.
§ Periksa
shampoo rambut yang diintruksikan oleh dokter.
Rasional
:Menghindari bahan bahan shampoo yang dapat mengiritasi mata sehingga
memperparah kondisi mata.
§ Batasi membaca selama
3 minggu atau sesuai advis.
Rasional: mencegah robekan semakin luas.
§ Beritahu
klien cara menggunakan obat mata yang benar.
§ Beritahu
klien untuk lapor ke dokter mata jika ada gejalan robekan retina yang berlanjut
atau kegagalan penyatuan retina pada klien pasca operasi (ditandai dengan
melihat cahaya sperti kilat,titik-titik hitam didepan mata,penglihatan
kabur/adanya “tabir”pada lapang pandang).
Rasional:
Mencegah terjadinya komplikasi
§ Beritahu
klien untuk melakukan tinjauan lanjutan sesuai program.
6.
Hambatan mobilitas yang
berhubungan dengan kehilangan pandangan dan berada dlingkungan yang tidak
dikenal.
Intevensi
:
§ Observasi
tanda dan gejala disorientasi .
§ Orientasikan
klien pada lingkungan baru
§ Rasional:
mencegah klien agar tidak mengalami stress akibat lingkungan yang baru
§ Letakkan
barang yang dibutuhkan dalam jangkauan klien.
7.
Nyeri yang berhubungan
dengan manipulasi bedah pada jaringan.
Intevensi
:
§ Observasi
tempat nyeri klien
Rasional:
mengobati nyeri pada posisi yang tepat dan mencegah terjadinya infeksi
§ Ajarkan
dan dorong klien untuk melakukan distraksi atau imajinasi terbimbing.
§ Beritahu
klien untuk melaporkan adanya peningkatan nyeri secara mendadak atau nyeri yang
disertai nausea yang dapat merupakan indikasi berkembangnya komplikasi.
Rasional:
mencegah komplikasi berlanjut
§ Kolaborasi:
Pemberian analgesic seperti meperidin atau asetaminofen.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri
Rasional: Mengurangi rasa nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Barbara
C. Long, Wilma J. Phipps. Essential
of Medical Surgical Nursing A Nursing
Process Approach. The CV Masby Company Princeton 1985.
Bruuner
& Suddarth, 2002, Buku ajar keperawatn medikal bedah , EGC; jakarta
Donna
D. Ignativisius, Marily Verner Bayne. Medical
Surgical Nursing A Nursing Process
Approach, WB Saunders Company. Philadelpia. 1991.
Jhonson, Maas,
Moorhead, 2000, Nursing Outcome Classification (NOC), Mosby year book,
St Louis
McCloskey, Bulecheck,
1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby year book;
St.Louis
Nanda, 2001. Nursing Diagnoses Definitions & Classifications, NANDA, North
American.
Sidarta Ilyas, dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Fakultas
Kedoktera UI. Jakarta, 1989.
Smeltzer,
Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah (Brunner & Suddart) .Edisi 8. Volume 3. EGC. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar