BAB I
PENDAHULUAN
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi diantara penyakit menular seksual yang lain1,
penyakit ini tersebar di seluruh dunia secara endemik, termasuk di
Indonesia. Di Amerika Serikat dilaporkan setiap tahun terdapat 1 juta
penduduk terinfeksi gonore. Pada umumnya diderita oleh laki-laki muda
usia 20 sampai 24 tahun dan wanita muda usia 15 sampai 19 tahun. 2
Gonore
adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879, dan baru
diumumkan tahun 1882, kuman tersebut termasuk dalam group Neisseria.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar
0,8U dan panjang 1,6U, bersifat tahan asam dan Gram negatif, terlihat
diluar dan didalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39°C dan tidak tahan zat
desinfektan. Gonokok terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai vili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
mempunyai vili yang bersifat nonvirulen, vili akan melekat pada mucosa
epitel dan akan menimbulkan reaksi sedang. Gonore tidak
hanya mengenai alat-alat genital tetapi juga ekstra genital. Salah
satunya adalah konjungtiva yang akan menyebabkan konjungtivitis,
penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
menderita servisitis gonore atau pada orang dewasa, infeksi terjadi
karena penularan pada konjungtiva melalui tangan dan alat-alat. 1
Tinjauan
pustaka ini bertujuan agar dapat mengetahui definisi, etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, gambaran klinis, penatalaksanaan, penyulit,
pencegahan, dari konjungtivitis gonore.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva
merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.14 Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya.
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami infeksi dan menyebar kebawahnya.13
Histologi :
Lapisan epitel konjungtiva
terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,
superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di
atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak
mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel
superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat
papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun
dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini
menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.13
Kelenjar air mata asesori (kelenjar
Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar
lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause
berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar
wolfring terletak ditepi atas tarsus atas. (Gambar )
Gambar 1. Konjungtiva Palpebra
Sumber: 15
II.2. DEFINISI
Konjungtivis
gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret
purulen yang disebabkan oleh kuman neisseria gonorrhoeae. 3-5
II.3. ETIOLOGI
Konjungtivis gonore disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. 1-8
II.4. KLASIFIKASI
Penyakit
ini dapat mengenai bayi berumur 1 – 3 hari, disebut oftalmia
neonatorum, akibat infeksi jalan lahir. Dapat pula mengenai bayi berumur
lebih dari 10 hari atau pada anak-anak yang disebut konjungtivitis
gonore infantum. Bila mengenai orang dewasa biasanya disebut
konjungtivitis gonoroika adultorum. 3,4,7,9
II.5. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva
adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata. Iritasi
apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva
berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika mata terinfeksi menyebabkan
mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan mukus yang
tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal kuning
kehijauan. 6
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Infiltratif
2. Supuratif atau purulenta
3. Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil.
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4
hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme,
disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva
yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous, kadang-kadang
berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam. Pada
orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan
gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata
terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada
mata kanannya, 4,6,7
2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3
minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme.
Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya
mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental, terdapat pseudomembran
yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau
palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka
palpebra, jangan sampai sekret mengenai mata pemeriksa. 4,6,7
3. Stadium Konvalesen (penyembuhan).
Berlangsung 2 – 3
minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi
injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. 4,6,7
Pada neonatus
infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran,
sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan
dari penularan penyakit kelamin sendiri.
Pada
neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub
konjungtiva dan konjungtiva kemotik. 2,4,5,6,8,10
II.6. GAMBARAN KLINIS
Pada bayi dan anak
Gejala subjektif : (-)
Gejala objektif :
Ditemukan
kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat
serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata
membengkak, sukar dibuka (gambar 1) dan terdapat pseudomembran pada
konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan tebal. 3-7,8-10
Gambar 2. Konjungtivitis gonore pada bayi
Sumber: 2
Pada orang dewasa
Gejala subjektif :
- Rasa nyeri pada mata.
- Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum.
- Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-laki dan biasanya mengenai mata kanan.
- Gambaran
klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi mempunyai
beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak begitu kental.
Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi lebih menonjol,
tampak berupa hipertrofi papiler yang besar (gambar 2). Pada orang dewasa infeksi ini dapat berlangsung berminggu-minggu. 3-7,8-10,12
Gambar 3. Konjungtivitis gonore pada bayi
Sumber: 12
II.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Pada pemeriksaan
penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung sekret dengan pewarnaan
gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas
untuk perencanaan pengobatan.
Untuk diagnosis
pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan
pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva ,
yang diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai dengan metilen
biru 1% selama 1 – 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan dan
diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok
yang intraseluler sel epitel dan lekosit, disamping diplokok
ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah berjalan menahun. Morfologi
dari gonokok sama dengan meningokok, untuk membedakannya dilakukan tes
maltose, dimana gonokok memberikan test maltose (-). Sedang meningokok
test maltose (+).
Bila
pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa.
Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati. 3,4,7,9
II.8. PENYULIT
Penyulit
yang didapat adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas,
dimulai dengan infiltrat, kemudian pecah menjadi ulkus. Tukak ini mudah
perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokok (enzim proteolitik).
Tukak kornea marginal dapat terjadi pada stadium I atau II, dimana
terdapat blefarospasme dengan pembentukan sekret yang banyak, sehingga
sekret menumpuk dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea dan
hidupnya intraseluler, sehingga dapat menimbulkan keratitis, tanpa
didahului kerusakan epitel kornea. Ulkus dapat cepat menimbulkan
perforasi, edofthalmitis, panofthalmitis dan dapat berakhir dengan
ptisis bulbi.
Pada
anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering
terjadi perporasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering
berbentuk cincin. 3,4,7,9,10
II.9. PENCEGAHAN
1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual.
2. Secara klasik diberikan obat tetes mata AgNO3 1% Segera sesudah lahir (harus diperhatikan bahwa konsentrasi AgNO3 tidak melebihi 1%).
3. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio borisi dan pemberian kloramfenikol salep mata.
4. Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes aktif saat melahirkan.
5. Antibiotik, diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi. 13,4,6,7,9,11
II.10. PENATALAKSANAAN
- Pengobatan
dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang
intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore.
- Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penicillin, salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.
- Sekret
dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan
garam fisiologik setiap ¼ jam, kemudian diberi salep penisillin setiap ¼
jam. Penisillin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan
penisillin (caranya : 10.000 – 20.000 unit/ml) setiap 1 menit sampai 30
menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit., disusul
pemberian salep penisillin setiap 1 jam selama 3 hari.
- Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.
- Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.
- Pada
pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone
(Rocephin) atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi. 4,8
Efek samping pengobatan
- Tetes nitrat Argenti yang diberi pada
bayi baru lahir untuk mencegah infeksi gonore akan menyebabkan iritasi
ringan, tapi akan sembuh dengan sendirinya satu sampai dua hari tanpa
meninggalkan kerusakan menetap.
- Antibiotika topikal dapat menyebabkan reaksi alergi.
- Antibiotika oral dapat menyebabkan gangguan perut, ruam dan reaksi alergi. 8
Pengawasan
Bayi harus diawasi untuk
memastikan infeksi tidak kambuh setelah diterapi. Ibu dari janin dengan
konjungtivitis gonore neonatorum harus diuji dan diterapi terhadap
penyakit menular seksual bila diperlukan, gejala-gejala apapun yang baru
ditemukan atau memperburuk keadaan harus dilaporkan kepada dokter. 8
BAB III
RINGKASAN
Konjungtivitis
Gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret
purulen yang disebabkan oleh Kuman Neisseria Gonorrhaea. Perjalanan
penyakit pada orang dewasa terdiri atas stadium Infiltratif, supuratif
atau purulenta dan konvalesen (penyembuhan).
Gambaran
klinik pada bayi dan anak adalah ditemukan kelainan bilateral dengan
sekret kuning kental. Pada orang dewasa ditemukan gejala subjektif
berupa rasa nyeri pada mata, tanda-tanda infeksi biasanya terdapat pada
satu mata dan gejala objektif yaitu ditemukan sekret purulen yang tidak
begitu kental. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan
sediaan langsung sekret dengan pewarnaan Gram atau giemsa untuk
mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas untuk perencanaan
pengobatan.
Penatalaksanaan
dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang
intraseluler dan sangat dicurigai konjungtiva gonore. Pasien dirawat
dengan pengobatan dengan penicillin salep dan suntikan, pada bayi
diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, sekret dibersihkan dengan kapas
yang dibasahi air bersih (direbus) atau garam fisiologik setiap 4 ¼ jam,
kemudian beri salep penicillin setiap ¼ jam dan penicillin tetes mata
10.000 – 20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
Kemudian salep diberikan setiap 5 menit, 30 menit, disusul dengan salep
penicillin setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. FKUI, Jakarta: 1999. 343-9
3. Ilyas, Sidarta. DSM. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2001.127 – 130.
4. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2000. 31 – 3
5. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum (General Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000. 103-5.
6. Wegman, John MD. Neonatal Conjunctivitis. http://www.ncbi.nihgov/. Diakses tanggal 20 Maret 2008.
7. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.
8. Anonim. Conjunctivitis (Newborn / Childhood): http://www/nlm.nih.gos/medlineplus/ency/article/001606.html. Diakses tanggal 20 Maret 2008.
9. Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji, Savitri, Rakhmi, Wardhani, Wahyu Ika. Setiowulan, Wiwiek. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3, Jilid 4. Media Aescupapius FKUI, Jakarta: 1999. 51 –2
10. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FKUI, Jakarta: 1998, 46 – 7.
11. Anonim. Neonatal Conjunctivitis. http://www/healtdiscovery.com/encyclopedias/2717. Diakses tanggal 20 Maret 2008.
12. Ilyas, Sidarta. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto, Jakarta: 2001. 23.
13. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.Jakarta:Widya Medika,2000,hal 5-6.111
14. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2, 134.
15. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar