Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Minggu, 12 Februari 2012

PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK
Memperbincangkan masalah seksual dengan anak, bukan berarti
mengajari anak untuk melakukan seks bebas.

Masalah seksual adalah bagian dari kehidupan manusia, berapa pun usianya. Oleh karena itu, pendidikan seks perlu diajarkan pada anak sedini mungkin. Masalahnya, masih banyak orang tua berpendapat, lambat laun anak akan mengerti urusan seks tanpa harus melalui perbincangan khusus. Seks sendiri masih dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka.
Belum lagi, muncul kesimpulan sepihak bahwa pendidikan seks yang diajarkan sejak dini di negara-negara Barat ternyata tidak mampu melindungi anak-anak dari seks pranikah. Sebaliknya, mereka yang setuju memberikan pendidikan seks sedini mungkin pun seringkali masih bingung. Dari mana harus memulainya?
SEBUAH PILIHAN
Memang, keputusan untuk memberikan atau tidak memberikan pendidikan seks kepada anak sejak usia dini adalah sebuah pilihan bagi orang tua. Namun, harus dipahami bahwa yang dinamakan pendidikan sudah seharusnya tidak menyesatkan. Jangan dibayangkan, pendidikan seks melulu berisi keterangan mengenai proses hubungan seksual. Pendapat itu sama sekali salah.
Pendidikan seks tidak bertujuan mendorong anak melakukan kegiatan seks. Tujuannya, menumbuhkan kesadaran akan perlunya menjaga kesehatan organ reproduksi dan perlunya membina relasi seksual yang sehat. Jadi, selama cara dan materi yang disampaikan tepat, maka banyak manfaat yang akan didapat.
Materi pendidikan seks yang diberikan memang tak bisa lepas dari latar belakang budaya yang mewarnai masyarakatnya. Pada masyarakat yang menganut budaya seks pranikah, maka pendidikan seks yang diberikan tidak bertujuan menekan angka seks bebas, melainkan melindungi anak-anak supaya mereka mendapat informasi tentang seks yang aman dan sehat secara medis. Tentu saja berbeda dengan tujuan yang hendak dicapai di sini, yaitu mencegah perilaku seks pranikah maupun seks di luar nikah.
Seperti yang diungkapkan Dian Rismayanti, Psi. "Pendidikan seks sangatlah luas, di antaranya mengajarkan anak untuk berperilaku sesuai gendernya, pengenalan organ tubuh, bagaimana merawat dan menjaga kebersihan organ reproduksinya, serta bagaimana melindungi diri dari pelecehan seksual."
Lebih lanjut psikolog dari Essa Consulting Group ini menegaskan, "Meski materi yang disampaikan sama dengan bermacam sumber yang dimiliki orang tua, tapi tentu saja penekanannya bisa berbeda. Jangan lupa, ada batasan norma-norma, kebudayaan maupun agama yang dianut tiap keluarga yang mempengaruhi tujuan pemberian pendidikan seks kepada anak."
INFORMASI YANG TEPAT
Melalui pendidikan seks yang dimulai sejak usia dini, orang tua jelas dapat memberikan informasi yang tepat sesuai perkembangan anak. Contohnya, dengan berbekal pengetahuan mengenai fungsi organ reproduksi, seorang anak perempuan akan siap menghadapi haid pertama, atau saat pertama mendapat mimpi basah bagi anak laki-laki.
Pendidikan seks akan lebih bermanfaat lagi pada kondisi sekarang ini, dimana gelombang informasi begitu derasnya menerpa anak-anak. Dengan beberapa kali klik di internet anak bisa mendapatkan gambar atau informasi seksual yang menyesatkan. Begitu juga film biru dan buku stensilan yang dengan mudahnya didapat di pasaran. "Padahal sebagian besar informasi yang disuguhkan media tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan," tandas Dian.
Informasi salah yang seringkali didapat anak praremaja di antaranya adalah peristiwa haid merupakan aib yang harus disembunyikan, ciuman dapat mengakibatkan kehamilan, dan nanti setelah ia beranjak remaja yaitu kesetiaan berarti harus menyerahkan keperawanan. Dengan memberikan bahan yang tepat sebelumnya, orang tua berarti sudah membentengi anak dari informasi-informasi yang tidak benar dan bahkan menyesatkan. Ini berarti orang tua sudah meredusir dampak negatif yang mungkin ditimbulkan.
GUNAKAN CONTOH KONKRET
Asal tahu saja, perbincangan mengenai seks dengan anak di bawah 3 tahun tidak membutuhkan waktu khusus. Namun untuk anak berusia di atas 6 tahun sebaiknya dicarikan waktu yang enak. "Contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagi media. Misalnya menjelaskan tentang dari mana dia datang dengan menunjukkan tantenya yang sedang hamil."
Pilih bahasa yang sederhana dan mudah dipahami anak. Menggunakan nama benda lain untuk menyebut organ intim, seringkali justru akan membingungkan anak. Seperti misalnya menggunakan istilah "burung" untuk menggantikan kata penis. Bagi anak umur 3 tahun, itu akan membuatnya sedikit rancu. "Apakah sama 'burung' miliknya dengan burung yang banyak beterbangan di kebun binatang?'"
Akhirnya, keterbukaan orang tua dalam masalah seks akan membuat anak tidak segan bertanya mengenai masalah tersebut. Dengan begitu anak tidak akan memandang seks sebagai sesuatu yang kotor dan tabu dibicarakan. Sekaligus, ia akan mendapat jawaban akurat dari sumber yang bisa dipercaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar