Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Kamis, 22 November 2012

Askep CHF

A. Definisi 
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess,1998).
Klasifikasi
1. Gagal jantung akut -kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun.
B. Etiologi
Penyebab gagal jantung kongestif yaitu:
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
4. Peradangan dan penyakit miokardium
5. Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, tamponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV
6. Faktor sistemik seperti demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia.

C. Patofisiologi
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
D. Tanda dan Gejala
1. CHF Kronik
Meliputi: anoreksia, nokturia, edema perifer, hiperpigmentasi ekstremitas bawah, kelemahan, heaptomegali,ascites, dyspnea, intoleransi aktivitas barat, kulit kehitaman.
2. CHF Akut
Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels, fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea, orthopnea, batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak teraba, penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala.
E. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
G. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
· Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
· Diet pembatasan natrium (<>
· Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
· Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
· Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
· Oksigenasi (ventilasi mekanik)
· Pembatasan cairan (<>
2. Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diuretic
Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.Obatnya adalah:
· Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi
· Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
· Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
· Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
· Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
3. Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan penanganannya.
b. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapis.
H. Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
I. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dll.

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
4. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
K. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa: Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil:
- tidak ada suara snoring
- tidak terjadi aspirasi
- tidak sesak napas
Intervensi:
- kaji kepatenan jalan napas
- evaluasi gerakan dada
- auskultasi bunyi napas bilateral, catat adanya ronki
- catat adanya dispnu,
- lakukan pengisapan lendir secara berkala
- berikan fisioterapi dada
- berikan obat bronkodilator dengan aerosol.
2. Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan: setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan ventilasi adekuat
Kriteria hasil:
- GDA dalan rentang normal
- Tidak ada sesak napas
- Tidak ada tanda sianosis atau pucat
Intervensi:
- auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi
- berikan perubahan posisi sesering mungkin
- pertahankan posisi duduk semifowler
3. Diagnosa: Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tanda peningkatan curah jantung adekuat.
Kriteria hasil:
- frekuensi jantung meningkat
- status hemodinamik stabil
- haluaran urin adekuat
- tidak terjadi dispnu
- tingkat kesadaran meningkat
- akral hangat
Intervensi:
- auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
- catat bunyi jantung
- palpasi nadi perifer
- pantau status hemodinamik
- kaji adanya pucat dan sianosis
- pantau intake dan output cairan
- pantau tingkat kesadaran
- berikan oksigen tambahan
- berikan obat diuretik, vasodilator.
- Pantau pemeriksaan laboratorium.
4. Diagnosa: Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume cairan seimbang
Kriteria hasil:
- masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang
- bunyi napas bersih
- status hemodinamik dalam batas normal
- berat badan stabil
- tidak ada edema
Intervensi:
- pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap hari
- kaji adanya distensi vena jugularis
- ubah posisi
- auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi
- pantau status hemodinamik
- berikan obat diuretik sesuai indikasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar