BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit
jantung merupakan penyakit gaya hidup berisiko yang terus meningkat dari tahun
ketahun. Sesuai survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Depkes tahun 2007 penyakit
sistem kardiovaskuler 24,5% lebih tinggi dari penyakit infeksi 22,5% dibanding
SKRT 1980, 1986, 1992, proporsi penyakit
sistem kardiovaskuler ini meningkat cukup pesat, bahkan sampai pada tahun 2007
penyakit pembuluh darah ini tetap menduduki urutan pertama sebagai penyebab
kematian di Indonesia.
PJK
disebabkan oleh proses atherosclerosis
yang merupakan suatu kelainan degeneratif meskipun dipengaruhi oleh banyak
faktor. Maka dengan usia harapan hidup Indonesia yang makin bertambah jelas
bahwa insidennya makin meningkat. Selain itu seringnya PJK menyebabkan kematian
mendadak dan menyerang usia yang amat produktif maka PJK menjadi suatu penyakit
yang penting.
Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, banyak penderita jantung koroner dapat ditingkatkan
kualitas hidupnya dengan cara pembedahan yang merupakan salah satu upaya yang
harus dilakukan dengan cara revaskularisasi, artinya memberi jalan baru otot
jantung dapat menerima suplai darah yang sangat berguna untuk kelangsungan
tugasnya. Teknik revaskularisasi tersebut adalah dengan jalan operasi dengan
memasang pembuluh darah baru yang akan memberikan suplai ke otot jantung.
Teknik operasi ini dikenal dengan nama operasi bedah pintas koroner (CABG).
Di
Pusat Nasional Jantung Harapan Kita Jakarta sudah melakukan operasi pintas
jantung sejak tahun 1990 dan tahun 1998 sudah melakukan CABG tanpa mesin pintas
jantung paru. Keberhasilan dan kesembuhan pasien tergantung pada banyak faktor
antara lain kondisi pasien selama pre operasi, intra operasi dan pasca opersi.
Oleh karena itu, asuhan keperawatan pre, intra dan post operasi sangat
menunjang keberhasilan operasi dan kesembuhan pasien.
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan
Umum
Untuk
memberikan sumber informasi tentang asuhan keperawatan post operatif pada
pasien dengan penatalaksanaan CABG.
2.
Tujuan
Khusus
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui:
a.
Pengertian post bedah CABG
b.
Asuhan keperawatan post bedah CABG
C.
Ruang Lingkup
Penulis
membatasi pembahasan tentang asuhan keperawatan pada pasien Post Operasi
CABG
D.
Metode penulisan
Dalam
pembuatan makalah Asuhan Keperawatan Pada Ny. E
dengan post CABG 4 graft on pump hari ke-0
di ruang ICU Dewasa
RS PJNHK menggunakan metode penulisan deskriptif.
BAB II
TINJAUAN TEORI
CORONARY ARTERY
BYPASS GRAFTING (CABG)
A.
PENGERTIAN
Coronary Artery
Bypass Graft merupakan salah satu penanganan
intervensi dari PJK dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner
yang mengalami penyempitan atau penyumbatan ( Feriyawati,2005).
Coronary Artery
Bypass Grafting adalah operasi pintas koroner yang
dilakukan untuk membuat saluran baru melewati bagian arteri koroner yang
mengalami penyempitan atau penyumbatan ( Medical Surgical Nursing vol 1, 2000)
Coronary Artery
Bypass Grafting atau Operasi CABG adalah teknik
yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas
(melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung.
Rekomendasi
untuk melakukan CABG didasarkan atas beratnya keluhan angina dalam aktifitas
sehari-hari. Respon terhadap intervensi non bedah PCI atau stent dan
obat-obatan serta harapan hidup pasca operasi yang didasarkan atas fungsi
jantung secara umum sebelum operasi (Woods, et all. 2000).
B. TUJUAN
1. Meningkatkan
sirkulasi darah ke arteri koroner
2. Mencegah
terjadinya iskemia yang luas
3. Meningkatkan
kualitas hidup
4. Meningkatkan
toleransi aktifitas
5. Memperpanjang
masa hidup
C. INDIKASI
Indikasi
CABG menurut American Heart Association (AHA):
1.
Stenosis
Left Mean Coronary Artery yang signifikan
2.
Angina yang tidak dapat
di kontrol dengan terapi medis
3.
Angina yang tidak
stabil
4.
Iskemik yang mengancam
dan tidak respon terhadap terapi non bedah yang maksimal
5.
Gagal pompa ventrikel
yang progresif dengan stenosis koroner yang mengancam daerah miokardium
6.
Sumbatan yang tidak
dapat ditangani dengan PTCA dan trombolitik
7.
Sumbatan/stenosis LAD
dan LCx pada bagian proksimal > 70 %
8.
Satu atau dua vessel disease tanpa stenosis LAD
proksimal yang signifikan
9.
Klien dengan komplikasi
kegagalan PTCA
10.
Pasien dengan sumbatan
3 pembuluh darah arteri (three vessel
disease) dengan angina stabil atau tidak stabil dan pada klien dengan 2
sumbatan pembuluh darah dengan angina stabil atau tidak stabil dan pada klien
dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan angina stabil atau tidak stabil dan
lesi proksimal LAD yang berat
11.
Pasien dengan stenosis
(penyempitan lumen > 70% pada 3 arteri,arteri koronaria komunis sinistra,
bagian proksimal dari arteri desenden anterior sinistra
D. KONTRAINDIKASI
Sumbatan pada arteri < 70% sebab
jika sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70% maka aliran darah tersebut masih
cukup banyak sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan.
Akibatnya, akan terjadi bekuan pada graft sehingga hasil operasi akan menjadi
sia-sia.(Muttaqin,2009).
E.
KOMPLIKASI CABG
1.
Nyeri pasca operasi
Setelah
dilakukan bedah jantung, pasien dapat mengalami nyeri yang diakibatkan luka
insisi dada atau kaki, selang dada atau peregangan iga selama operasi.
Ketidaknyamanan insisi kaki sering memburuk setelah pasien berjalan khususnya
bila terjadi pembengkakan kaki. Peregangan otot punggung dan leher saat iga
diregangkan dapat menyebabkan ketidaknyamanan punggung dan leher. Nyeri dapat
merangsang sistem saraf simpatis, meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan
darah yang dapat mengganggu hemodinamik pasien. Ketidaknyamanan dapat juga
mengakibatkan penurunan ekspansi dada, peningkatan atelektasis dan retensi
sekresi. Tindakan yang harus dilakukan yaitu memberikan kenyamanan maksimal,
menghilangkan faktor-faktor peningkatan persepsi nyeri seperti ansietas,
kelelahan dengan memberikan penghilang nyeri.
2. Penurunan curah
jantung
Disebabkan
adanya perubahan pada frekuensi jantung, isi sekuncup atau keduanya.
Bradikardia atau takikardi pada paska operasi dapat menurunkan curah jantung.
Aritmia sering terjadi 24 jam – 36 jam paska operasi. Takikardi menjadi
berbahaya karena mempengaruhi curah jantung dengan menurunkan waktu pengisian
diastolik ventrikel, perfusi arteri koroner dan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard. Bila penyebab dasar dapat diidentifikasikan maka dapat diperbaiki.
3. Perubahan cairan
Setelah bypass volume cairan tubuh total meningkat sebagai akibat dari
hemodilusi. Peningkatan vasopressin, dan perfusi non perfusi ginjal yang mengaktifkan mekanisme
rennin-angiotensin-aldosterone (RAA). Ketidakseimbangan
elektrolit pasca
operasi paling umum adalah kadar kalsium abnormal. Hipokalemia dapat
diakibatkan oleh hemodilusi, diuretik dan
efek-efek aldosteron yang menyebabkan sekresi kalium ke dalam urine pada tubulus distal ginjal saat natrium
diserap. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat jumlah besar larutan
kardioplegia atau gagal ginjal akut.
4. Perubahan tekanan darah
Setelah bedah jantung ditemukan adanya
hipertensi atau hipotensi.Intervensi keperawatan diarahkan pada antisipasi
perubahan dan melakukan intervensi untuk mencegah atau untuk memperbaiki dengan
segala tekanan darah pada rentang normotensi.
a.
Hipotensi
Pada tandur vena safena dapat kolaps
jika tekanan perfusi terlalu rendah, vena tidak memiliki dinding otot seperti
yang di miliki oleh arteri, sehingga mengakibatkan iskemia miokard. Hipotensi juga dapat
disebabkan oleh penurunan volume intravaskuler, vasodilatasi sebagai akibat
penghangatan kembali kontraktilitas ventrikel yang buruk atau
disritmia.Tindakan dengan pemberian cairan atau obat vasopressor jika hipotensi
disebabkan oleh penurunan kontraktilitas.
b.
Hipertensi
Hipertensi setelah paska operasi jantung dapat menyebabkan
rupture atau kebocoran jalur jahitan dan meningkatkan pendarahan.Dapat juga
disebabkan karena riwayat hipertensi, peningkatan kadar katekolamin atau renin,
hipotermia atau nyeri, terkadang ditemukan tanpa penyebab yang jelas.
Hipertensi dapat diterima oleh narkotik analgesik atau sedatif intravena. Hipertensi ini umumnya bersifat
sementara dan dapat di turunkan dalam 24 jam. Bila
tidak mungkin, anti hipertensi
oral dapat di mulai untuk memudahkan penghentian nitroprusid. Pada klinik sering digunakan gabungan
inotropik dan vasodilator seperti golongan milirinone.
5. Perdarahan pasca operasi
Ada
2 jenis perdarahan, yaitu:
a. Perdarahan arteri
Meskipun jarang,namun hal ini merupakan
kedaruratan yang mengancam hidup yang biasanya diakibatkan oleh ruptur atau
kebocoran jalur jahitan pada satu dari 3 sisi:
Anastomosis proksimal tandur vena ke aorta, anastomosis distal tandur vena ke
arteri koroner atau kanulasi sisi ke aorta dimana darah yang mengandung O2
dikembalikan ke pasien selama bypass.
b. Perdarahan vena
Hal ini lebih umum terjadi dan
disebabkan oleh masalah pembedahan atau koagulopati, kesalahan hemostasis dari
satu atau lebih pembuluh darah mengakibatkan abnormalitas pendarahan.Tindakan
ditujukan pada penurunan jumlah perdarahan dan memperbaiki penyebab dasar.
6. Infeksi luka
Infeksi luka luka pasca operasi dapat
terjadi pada kaki atau insisi sternotomi median atau pada sisi pemasangan
selang dada.Perawatan untuk mencegah infeksi yaitu
dengan mempertahankan insisi bersih dan kering dan mengganti
balutan dengan teknik aseptik.Infeksi
juga dapat didukung dari keadaan pasien dengan nutrisi tidak adekuat dan
immobilisasi.
7. Tamponade jantung awal
Tamponade
jantung terjadi apabila darah terakumulasi di sekitar jantung akibat kompresi
jantung kanan oleh darah atau bekuan darah dan menekan miokard. Hal ini
mengancam aliran balik vena, menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
Tindakan meliputi pemberian cairan dan vasopressor untuk mempertahankan curah
jantung dan tekanan darah sampai dekompresi bedah dilakukan.
8. Post perfusion syndrome
Kerusakan sementara pada neuro kognitif, namun penelitian terbaru
menunjukan bahwa penurunan kognitif tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih
merupakan konsekuensi dari penyakit vaskuler.
9. Disfungsi neurologi
Dapat
bervariasi dalam beratnya keadaan dari kerusakan sementara konsentrasi ringan
sampai periode agitasi dan kekacauan mental dan cedera serebrovaskuler atau
koma. Perubahan perfusi serebral dan mikro embolisme lemak atau agregasi
trombosit selama bypass dan
embolisasi bekuan, bahan partikular atau udara, semua dapat menyebabkan sequel
neurologis. Tindakan meliputi mempertahankan curah jantung adekuat, tekanan
darah dan AGD (Analisa Gas Darah) menjamin perfusi serebral dan oksigenasi
normal.
F.
ARTERI
ATAU VENA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI GRAFT
1.
Arteri Radialis
Arteri radialis muncul dari rami
lateralis yang lebih kecil dari arteri brachialis dalam fossa cubiti, padabagian bawah lateralnya ditutup oleh musculus brachioradialis dengan nerves radialis superfisialis pada sisi
lateralnya di depan musculus supinator
dan musculus flexor pollicis longus.Arteri ini melengkung
melintasi sisi radialis tulang-tulang carpalia di bawah tendon musculus abductor pollicis longus dan brevis. Memasuki palmar manus melalui Foveola
radialis yaitu daerah triangularis yang dibatasi sebelah dorsal oleh tendon
jusculus extensor pollicislongus dan
sisi palmaris oleh tendon musculus extensor
pollicis brevis dan musculus abductor
pollicis longus dan berakhir sebagai arcus
volaris profundus. Memberikan cabang-cabang arteri recurrent radialis, ramus
muscularis, ramus volaris superfiscialis, ramus
carpeus volaris, ramus carpeous
dorsalis dan arteri metacarpes dorsalis.
Arteri recurrent radialis muncul sedikit di bawah origo dari arteri radialis
berjalan di depan dari epycondylus
lateralis dan beranastomosis dengan rami kollateral radialis arteri profundu brachii. Ramus volaris
superfisial berjalan melalui otot otot thenar dan beranastomonis dengan rami
superfisial arteri ulnaris untuk melengkapi arcus arterialis volaris
superfisialis. Ramus carpeous dorsalis bergabung
dengan rami carpeus volaris dari
arteri ulnaris dn membentuk arcus
carpalis volaris. Ramus carpheus
dorsalis bergabung dengan ramii carpeus dorsalis dari arteri ulnaris dan
cabang terminal dorsalis dari arteri interossea
anterior untuk membentuk arcus carpalis
dorsalis. Kebanyakan orang
menerima aliran darah yang adekuat pada lengan dari arteri ulnaris sendiri dan
tidak ada efek samping apabila arteri radialis digunakan sebagai graft. Arteri radialis
di insisi di lengan
bawah kira kira 2 inci dari siku dan
berakhir kira-kira
1 inchi dari pergelangan tangan.
Arteri radialis tidak bisa
digunakan apabila terdapat keluhan jari-jari
sering sakit dalam udara dingin untuk itu sebelumnya diperiksa allent test. Pada pasien
yang menggunakan arteri radialis harus mendapat terapi calsium channel bloker
selama 6 bulan operasi untuk menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar.
Gambar 1 : Radial Artery Bypass, Internal mamary artery bypass, saphenous vein
bypass
Gambar 2 : Anatomi vena, arteri dan
saraf di ektermitas atas
2. Arteri
Mamaria Interna
Biasanya berasal dari dinding bawah
dari arteri subclavia pada tulang belakang bawah dari vena subclavia, melewati
bagian atas pleura dan kemudian menurun
secara tegak lurus langsung dibelakang cartilage costae 1-7, tepat lateral terhadap sternum. Mempercabangkan sepasang arteri
intercostalis anterior pada masing masing enam spatium intercostalis yang
teratas. Pada spatium intercostalis keenam akan berakhir dan mempercabangkan dua cabang
terminal yaitu arteri epigastrica dan arteri musculiphrenica. Arteri epigastrica superior berjalan di antara
processus xiphoideus dan cartilage costa ke 7 menurun pada permukaan dalam
musculus rectus abdominis dalam vagina musculus recti memperdarahi otot
tersebut dan beranastomonis dengan arteri epigastrica inferior. Juga memperdarahi sebagian
diafragma, peritoneum dan dinding anterior abdomen. Arteri musculophrenica
berjalan mengikuti arcus costalis pada permukaan dalam cartilage costalis.
Mempercabangkan sepasang arteri
intercotalis anteriorpada spatium intercotalis ke 7,8,9 menembus diafragma dan
berakhir pada
spatium intercostalis
ke 10. Pada tempat ini beranastomosis dengan arteri circumflexia ilium profunda
yang memperdarahi juga
pericardium, diafragma dan otot-otot
abdomen. Bilateral
arteri mamaria termasuk penyambungan arteri coronaria kanan dengan arteri
koronaria mamarian interna kanan menghasilkan revaskularisasi yang sama
dibandingkan dengan penyambungan arteri koronaria kanan dengan vena saphenous.
Namun terdapat penurunan kekambuhan serangan anginapada pasien yang menggunakan
Vena Saphenous.
Gambar 3 : Arteri mamaria
3. Vena
Saphenous
Vena superfisial tungkai bawah adalah vena saphena dan parva.
Vena saphena magna mengangkut darah dari ujung medial arcus venous dorsalis
pedis dan berjalan naik tepat di depan malleo medialis. Vena ini kemudian naik
bersama-sama nerves sapheus
dalam fascia superfisialis
di atas sisi medial tungkai
bawah. Vena ini berjalan di belakang
lutut, melengkung ke depan melalui sisi medial paha. Ia berjalan melalui bagian
bawah hiatus saphenus pada fasia profunda dan bergabung dengan vena femoralis + 4 sentimeter di bawah dan lateral
terhadap tuberculum pubicum. Vena saphena magna mempunyai katub. Vena ini
berhubungan dengan vena saphena parva melalui
satu atau dua cabang yang berjalan di
belakang lutut. Sejumlah vena perforans menghubungkan vena saphena magna dengan
vena profunda sepanjang sisi medial betis. Pada hiatus sapheus di facia
profunda, vena saphena magna biasanya mendapat tiga cabang berbagai ukuran dan
susunan, yaitu vena epigastrica
superficialis, vena circumflex ilium superfisialis dan vena pudenda interna
superficialis. Sebuah vena tambahan dikenal sebagai vena acecessoris biasanya
bergabung dengan vena utama lebih kurang pada pertengahan paha atau lebih ke
atas pada muara vena saphena magna. Diameter vena saphenus medekati ukuran arteri koroner.
Keuntungan dari menggunakan vena
safena dapat memperbaiki patensi frekuensi jangka pendek dan panjang pada
tandur vena safena, tidak dibutuhkan anastomosis aorta, dapat mempertahankan
intervensi sistem saraf dan mempunyai kemampuan mengadaptasi ukuran untuk
memberi aliran darah sesuai dengan kebutuhan miokard.
Gambar 3 : Vena saphena
G.
TEKNIK OPERASI CABG
1.
Off Pump CABG :
Operasi
bedah jantung ini tidak memakai mesin
jantung paru atau CPB. Dengan teknik ini jantung tetap berdetak normal dan
paru-paru berfungsi seperti biasa.
a.
Kriteria
pasien off pump:
1)
Pasien yang
direncanakan operasi
elektif
2)
Hemodinamik
stabil
3)
Ejection
friction normal
4)
Pembuluh distal
cukup
besar
b.
Keuntungan
dari tehnik off pump menurut Benetti dan Ballester, 1995:
1)
Meminimalkan
efek trauma operasi
2)
Mobilisasi
paska operasi dapat
dilakukan lebih dini
3)
Drainage paska bedah minimal
4)
Tranfusi
darah dan komponennya
minimal
5)
Dapat
cepat kembali pada
pekerjaan semula
6)
Tersedia
akses sternotomi untuk re-operasi
Gambar
4 : Prosedur off pump
Mid CABG (bedah
minimal invasif bypass jantung)
prosedur ini dilakukan dengan sayatan yang lebih kecil sekitar 3-4 cm. Dapat
dilakukan tanpa jantung berhenti, dan beberapa pasien dapat keluar
RS dalam waktu 48 jam, karena tidak ada pemotongan di tulang dada, masa
pemulihan menjadi lebih cepatdengan rasa sakit yang berkurang, masa rawat lebih
singkat dan bekas luka lebih kecil. Tetapi prosedur ini hanya dilakukan pada
pasien yang penyumbatannya hanya dapat di bypass dengan sayatan kecil dengan
resiko komplikasi rendah.
(The MIDCAB Operation,Daniel J. Goldstein, MD,Mehmet C. Oz,
MD)
2.
On pump CABG
Operasi
ini dilakukan dengan memakai mesin pintas jantung paru atau CPB. Dengan teknik
ini jantung tidak berdenyut, dengan menggunakan obat yang disebut cardioplegik.
Sementara itu, peredaran darah dan pertukaran gas diambil alih oleh mesin
pintas jantung paru.
Prinsip cairan kardioplegik yang digunakan yaitu:
o Konsentrasi kalium cukup tinggi
sehingga cepat terjadi arrest
o Dextrose sebagai sumber energi
o Buffer pH untuk mencegah asidosis
o Hiper osmolaritas untuk
mencegah edema interstitial miokardium
o Anastesi lokal untuk stabilitas membran sel
Pada teknik operasi
ini, suhu diturunkan menjadi 28°- 30° C, yang bertujuan untuk menurunkan kebutuhan
jaringan akan oksigen seminimal mungkin, heart rate di pertahankan 60 – 80
x/menit, tekanan arteri 70 – 80 mmHg. Suhu diturunkan dengan cara pendingina
topikal, yaitu:
· Irigasi
otot jantung dengan Ringer dingin (4° C), jantung direndam dengan cairan
tersebut.
· Memakai
Ringer dingin seperti bubur (ice slush).
H.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas atau
istirahat
Gejala
: Riwayat tidak toleran terhadap latihan, kelemahan umum, kelelahan,
ketidakmampuan melakukan aktivitas yang di harapkan atau biasanya.
Tanda : Kecepatan jantung abnormal, perbahan TD
karena aktivitas, ketidak nyamanan kerja atau dispnea, perubahan EKG atau
disritmia.
b.
Sirkulasi
Gejala
: Riwayat IM akut atau saat ini penyakit arteri koroner tiga atau lebih,
penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda
: variasi pada TD, frekuensi jantung atau irama, disritmia atau perubahan EKG,
bunyi jantung abnormal : S3 atau S4 murmur, pucat atau kulit sianosis atau
membran mukosa, kulit dingin atau lembab, edema, JVD, penurunan nadi perifer,
krekels, gelisah atau perubahan lain pada mental atau sensori (dekompensasi
jantung berat).
c.
Integritas ego
Gejala
: perasaan takut atau ketakutan, tak berdaya, distress terhadap kejadian saat
ini, katup mati atau hasil akhir pembedahan, takut tentang perubahan pola hidup
atau fungsi peran.
Tanda
: ketakutan, gelisah, insomnia, wajah tegang, menolak, menangis, focus pada
diri sendiri, gelisah, marah. Perubahan kecepatan jantung, TD dan pola
pernapasan.
d.
Makanan / cairan
Gejala
: perubahan berat badan, kehilangan nafsu makan, nyeri abdomen, mual, muntah,
perubahan frekuensi urin.
Tanda
: peningkatan atau penurunan berat badan, kulit kering, turgor kulit buruk,
hipotensi postural, penurunan atau tidak ada bunyi usus, edem.
e.
Neurosensori
Gejala
: rasa berdenyut, vertigo
Tanda
: perubahan orientasi, gelisah, mudah terangsang, apatis, respon emosi
meningkat
f.
Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala
: nyeri dada, angina, paska operasi : ketidaknyamanan insisi, nyeri bahu,
tangan, lengan dan kaki.
Tanda
: paska operasi : hati- hati, nyeri tampak pada wajah, meringis, perilaku
distraksi, merintih, gelisah, perubahan pada TD, nadi dan frekuensi pernapasan.
g.
Pernapasan
Gejala:
napas pendek, paska operasi: ketidakmampuan batuk atau napas dalam
Tanda
pasca operasi: penurunan ekspansi dada, mengerutkan atau gerak otot hati–hati,
dispnea, area penurunan atau tidak ada bunyi nafas, ansietas, perubahan AGD
atau nadi oksimetri.
h.
Keamanan
Gejala
: infeksi dengan keterlibatan katup
Tanda
: paska operasi : pengeluaran / perdarahan dari dada
2.
Pemeriksaan
Diagnostik
a. Hemoglobin / hematokrit
: penurunan Hb menurunkan kapasitas oksigen pembawa dan mengindikasikan
kebutuhan penggantian sel darah merah. Peningkatan Ht menunjukkan dehidrasi
atau kebutuhan penggantian cairan.
b. Pemerikasaan koagulasi :
berbagai pemeriksaan di lakukan (contoh: jumlah trombosit, waktu perdarahan dan
pembekuan) untuk menentukan kemungkinan masalah sebelum pembedahan.
c. Elektrolit
: ketidakseimbanngan (hiperkalemia atau hipokalemis, hipernatremia atau
hiponatremia dan hipokalsemia) dpat mempengaruhi fungsi jantung dan
keseimbangan cairan.
d. AGD
: mengidentifikasi status oksigenisasi / keefektifan fungsi pernapasan dan
keseimbangan asam- basa
e. Nadi oksimetri
: pengukuran noninvasive terhadap oksigen pada tingkat jaringan
f. BUN / kreatinin :
menunjukan keadekuatan perfusi / fungsi ginjal/ hati
g. Amilase
: peningkatan kadang – kadang tampak pada pasien dengan resiko tinggi, contoh
pada gagal jantung karena penggantian katup
h. Glukosa :
peningkatan dapat terjadi sehubungan dengan status nutrisi pra operasi, adanya
diabetes atau disfungsi organ dari infus dekstrosa
i.
Enzim
jantung / isoenzim : peningkatan pada adanya IM akut,
sedang terjadi atau peri operasi
j.
Foto
dada : menyatakan ukuran jantung dan posisi,
vaskularisasi pulmonal, dan perubahan indikatif komplikasi (contoh
atelektasis). Berbagai kondisi katup buatan dan kawat sterna, posisi lead pacu,
garis intravaskuler/ jantung
k. EKG
: mengidentifikasi perubahan pada fungsi elektrik / fungsi mekanik seperti yang
dapat terjadi pada fase segera operasi, IM akut / peri operasi, disfungsi
katup, dan perikarditis.
l.
Angiografi
jantung : tekanan serambi abnormal dan tekanan
gradien melewati katup ada pada penyakit katup. Penemuan penyakit arteri
koroner termasuk hambatan arteri, gangguan perfusi koroner dan kemungkinan
gerakkan dinding abnormal
m. Pemeriksaan nuklir
: gambaran jantung menunjukkan penyakit arteri koroner, dimensi serambi jantung
dan kemampuan fungsi prabedah / paska bedah
3.
Prioritas
Keperawatan
a.
Mendukung stabilitas
hemodinamik / fungsi ventilator
b.
Meningkatkan hilangnya
nyeri / ketidaknyaman
c.
Meningkatkan
penyembuhan
d.
Memberikan informasi
tentang harapan pascaoprasi dan program pengobatan
4.
Tujuan
Pemulangan
a.
Toleransi aktivitas
adekuat untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
b.
Nyeri hilang /
tertangani
c.
Komplikasi tercegah /
minimal
d.
Insisi sembuh
e.
Obat pasca pulang,
latihan , diet, terapi dipahami
5.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Nyeri akut,
ketidaknyamanan b/d sternotomi (insisi mediastinal)
b.
Risiko tinggi penurunan
curah jantung b/d penurunan kontraktilitas miokard terhadap factor sementara
(contoh bedah dinding ventrikuler, adanya IM, respons terhadap interaksi obat)
c.
Risiko tinggi inefektif
pola nafas b/d ketidakadekuatan ventilasi (nyeri / kelemahan)
d.
Kerusakan integritas
kulit b/d insisi bedah, luka tusuk
e.
Perubahan penampilan
peran b/d krisis situasi (peran tergantung) / proses penyembuhan
f.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi, perawatan pasca operasi b/d kesalahan interpretasi informasi
6.
Intervensi
Keperawatan
Dx
I :
Nyeri b.d insisi bedah/efek pembedahan,
trauma saraf intra operasi Tujuan : Nyeri hilang atau
berkurang
Kriteria Evaluasi: Pasien
menunjukkan postur tubuh rileks, kemampuan istirahat tidur cukup.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Dorong pasien untuk melaporkan
tipe, lokasi, dan intensitas nyeri, rentang skala 0-10. Tanyakan pada pasien
bagaimana membandingkan dengan nyeri dada pra operasi.
2.
Observasi cemas, mudah
terangsang, menangis, gelisah, gangguan tidur. Pantau tanda-tanda vital.
3.
Identifikasi/tingkatkan posisi
nyaman menggunakan alat bantu bila perlu.
4.
Berikan tindakan nyaman
(contoh:pijatan punggung, perubahan posisi), bantu aktifitas perawatan diri
dan dorong aktifitas senggang sesuai
indikasi.
5.
Identifikasi/ dorong penggunaan
perilaku seperti bimbingan imajinasi, distraksi, visualisasi, napas dalam.
6.
Selidiki laporan nyeri pada area
tak biasanya( contoh betis kaki, abdomen), atau keluhan tak jelas adanya
ketidaknyamanan, khususnya bila disertai oleh perubahan mental, tanda vital,
dan kecepatan pernapasan.
7.
Beri obat pada saat
prosedur/aktifitas sesuai indikasi.
|
1.
Penting untuk pasien dalam
memdedakan nyeri insisi dari tipe lain nyeri dada, contoh: angina. Beberapa pasien CABG lebih
sering mengeluh ketidaknyamanan pada sisi donor dibandingkan pada insisi
bedah. Nyeri berat pada area ini harus diselidiki untuk kemungkinan
komplikasi.
2.
Petunjuk non verbal ini dapat
mengindikasikan adanya derajat nyeri yang dialami.
3.
Bantal/gulungan selimut berguna
untuk menyokong ekstremitas, mempertahankan postur tubuh, dan penahanan
insisi untuk menurunkan tegangan otot/meningkatkan kenyamanan.
4.
Dapat meningkatkan
relaksasi/perhatian tak langsung dan menurunkan frekuensi/kebutuhan dosis
analgesik.
5.
Teknik relaksasi dan penanganan
stress, meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan analgesik, dan meningkatkan penyembuhan.
6.
Manifestasi dini terjadinya
komplikasi, contoh: tromboplebitis,
infeksi, disfungsi gastrointestinal.
7.
Kenyamanan/kerjasama pasien pada
pengobatan pernapasan, ambulasi, dan prosedur dipermudah oleh pemberian
analgesik.
|
DX.II : Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d Penurunan kontraktilitas
miokard terhadap faktor sementara (contoh bedah dinding ventrikuler, adanya IM,
respon terhadap interaksi obat).
Tujuan : Penurunan curah jantung tidak
terjadi
Kriteria
Evaluasi: Pasien menunjukkan peningkatan toleransi aktivitastanda vital dalam
batas normal
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Pantau kecenderungan frekuensi
jantung dan tekanan darah. Khususnya mencatat hipotensi. Waspada terhadap
batas sistolik/diastolik
khusus pasien.
2.
Pantau disritmia jantung.
Observasi respon pasien terhadap disritmia, contoh: penurunan tekanan darah.
3.
Observasi perubahan status
mental/orientasi/gerakan atau reflex tubuh, contoh timbulnya bingung,
disorintasi, gelisah, penurunan respon terhadap rangsang, pingsan.
4.
Catat suhu kulit/warna, dan
kualitas/kesamaan nadi perifer.
5.
Ukur/catat pemasukan,
pengeluaran, dan keseimbangan cairan.
6.
Jadwal istirahat/periode tidur
tanpa gangguan. Bantu aktifitas perawatan diri.
7.
Pantau program aktifitas. Catat
respon pasien, tanda vital sebelum atau selama atau setelah aktifitas,
terjadinya disritmia.
8.
Lihat adanya DVJ, oedema perifer
kongesti paru nafas pendek,berkeringat, perubahan EKG
9.
Laporkan adanya hipotensi (tidak
respon terhadap perubahan cairan, misal takikardia, bunyi jantung tambahan,
pingsan atau coma).
10.
Kaji ulang serial EKG
11.
Berikan cairan IV/tranfusi darah
sesuai indikasi.
12.
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
13.
Berikan elektrolit dan obat
sesuai indikasi, contoh cairan elektrolit/kalium, antidisritmia, penyekat
beta, digitalis, antikoagulan.
|
1.
Takikardi adalah respon umum
untuk ketidaknyamanan dan cemas. Ketidakadekuatan penggantian darah/cairan
dan stress pembedahan. Takikardi terus menerus meningkatkan kerja jantung dan
dapat menurunkan curah jantung. Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan
cairan, disritmia, gagal jantung/syok.
2.
Disritmia dapat terjadi
sehubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit. Iskemia miokard atau gangguan
pada konduksi elektrikal jantung.
3.
Dapat mengindikasikan penurunan
aliran darah atau oksigenisasi serebral akibat penurunan curah jantung.
4.
Kulit hangat, merah muda, dan
nadi kuat adalah indikator
umum curah jantung adekuat.
5.
Untuk menentukan kebutuhan cairan
atau mengidentifikasi kelebihan cairan yang dapat mempengaruhi curah jantung.
6.
Mencegah kelemahan/kelelahan dan
stress kardiovaskuler berlebihan.
7.
Latihan teratur merangsang
sirkulasi/tonus kardiovaskuler dan meningkatkan rasa sehat. Kemajuan
aktifitas tergantung pada toleransi jantung.
8.
Meskipun tidak umum komplikasi
CABG, perioperasi atau pasca operasi dapat terjadi.
9.
Terjadinya tamponade jantung
dapat dengan cepat berlangsung henti jantung. Mengisi secara adekuat untuk
curah jantung yang efektif.
10.
Untuk mengikuti kemajuan
normalisasi pola konduksi elektrikal/fungsi ventrikel setelah pembedahan atau
mengidentifikasi komplikasi.
11.
Cairan Iv dipertahankan untuk
penggantian cairan/ obat jantung darurat. Penggantian sel darah merah mungkin
diindikasikan untuk memperbaiki/mempertahankan sirkulasi adekuat dan
meningkatkan kapasitas pembawa oksigen.
12.
Meningkatkan oksigenasi maksimal
yang menurunkan kerja jantung, alat dalam memperbaiki iskemia jantung dan
disritmia
13.
Elektrolit, obat anti disritmia,
dan jantung lain diperlukan pada jangka pendek atau jangka panjang untuk
memaksimalkan kontraktilitas curah jantung.
|
DX.III : Resiko tinggi inefektif pola napas b.d Ketidakadekuatan
ventilasi(nyeri/ kelemahan)
Tujuan : Inefektif pola napas tidak terjadi
Kriteria Evaluasi: Pasien menunjukkan
pola napas adekuat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Evaluasi frekuensi pernapasan dan
kedalaman. Catat upaya pernapasan. Contoh adanya dispnea, penggunaan otot
bantu napas, pelebaran nasal.
2.
Auskultasi bunyi napas. Catat
area yang menurun/tiadak ada bunyi napas dan adanya bunyi napas tambahan,
krekels atau ronchi.
3.
Observasi adanya penyimpangan
gerakan dada. Observasi penurunan ekspansi atau ketidak simetrisan gerakan dada
4.
Observasi karakter batuk dan
produksi sputum.
5.
Lihat kulit dan membrane mukosa sebagai
tanda adanya sianosis.
6.
Tinggikan kepala tempat tidur,
letakkan pada posisi duduk, tinggi atau semifowler. Bantu ambulasi
dini/peningkatan waktu tidur.
7.
Ajak pasien berpartisipasi selama
napas dalam, gunakan alat bantu dan batuk sesuai indikasi.
8.
Tekankan menahan dada dengan
bantal selama napas dalam dan batuk.
9.
Jelaskan bahwa batuk/pengobatan
pernapasan tidak akan menghilangkan atau merusak atau terbukanya insisi dada.
10.
Dorong pemasukan cairan maksimal
dalam perbaikan jantung
11.
Beri obat analgesik sebelum pengobatan pernapasan sesuai
indikasi
12.
Catat respon terhadap latihan
napas dalam atau pengobatan pernapasan lain ,catat bunyi napas,batuk/produksi
sputum.
13.
Selidiki distress pernapasan, penurunan bunyi napas, takikardi, agitasi berat, penurunan TD.
|
1.
Respon pasien bervariasi.
Kecepatan upaya mungkin meningkat
karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi, akumulasi secret,
hipoksia atau distensi gaster. Penenkanan pernapasan dapat terjadi karena
penggunaan analgesic yang berlebihan. Pengenalan dini dan pengobatan
ventilasi abnorama dapat mencegah komplikasi.
2.
Bunyi napas sering menurun pada
dasar paru selama periode waktu selama pembedahan sehubungan dengan
terjadinya atelaktasis. Kehilangan bunyi napas aktif pada area ventilasi
sebelumnya dapat menunjukkan kolaps segmen paru khususnya bila drain dada sudah dilepas.
3.
Udara atau cairan pada pleura
mencegah ekspansi dada lengkap dan memerlukan pengkajian lanjut status
ventilasi.
4.
Batuk dapat menyababkan iritasi
selang ETT atau dapat menunjukkan kongesti paru. Sputum purulen dapat
menunjukkan timbulnya infeksi paru.
Mencegah
kelemahan/kelelahan dan stress kardiovaskuler berlebihan.
5.
Sianosis menunjukkan hipoksia
berhubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru, pucat menunjukkan
anemia karena kehilangan darah atau kegagalan penggantian darah atau
terjadinya kerusakkan sel dari merah dari pompa bypass kardiopulmonal.
Meskipun tidak umum komplikasi CABG, perioperasi atau pasca operasi dapat
terjadi.
6.
Merangsang fungsi pernapasan atau
ekspansi paru efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
7.
Membantu reekspansi atau
mempertahankan patensi jalan napas kecil khususnya setelah melepaskan selang
dada. Batuk tidak diperlukan kecuali bila ada mengi atau ronchi menunjukan
adanya retensi sekret.
8.
Menurunkan tegangan pada insisi,
meningkatkan ekspansi paru.
9.
Berikan keyakinan bahwa cedera
tidak akan terjadi dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapeutik.
10.
Hidrasi adekuat membantu
pengenceran secret, memudahkan ekspektoran.
11.
Memungkinkan pergerakan dada dan
menurunkan ketidaknyamanan berhubungan dengan insisi, memudahkan kerjasama
pasien dengan keefektifan pengobatan pernapasan.
12.
Catat keefektifan terapi atau
kebutuhan untuk intervensi lebih agresif.
13.
Hematothoraks
atau pneumothoraks
dapat terjadi setelah pelepasan selang dada dan memerlukan upaya
intervensi
untuk mempertahankan fungsi
pernapasan.
|
DX.IV : Kerusakan
integritas kulit b.d Insisi bedah, luka tusuk
Tujuan : Integritas kulit baik
Kriteria evaluasi: Menunjukan waktu
penyembuhan yang tepat tanpa komplikasi. Menunjukan teknik meningkatkan
penyembuhan/mencegah komplikasi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Anjurkan menggunakan baju katun yang
halus dan hindari baju ketat, tutup atau beri bantalan pada insisi sesuai
indikasi, biarkan insisi terbuka terhadap udara sebanyak mungkin.
2.
Mandikan pasien dengan pancuran
air hangat, cuci insisi dengan perlahan. Beritahu pasien hindari mandi dalam
bak sampai diizinkan oleh dokter.
3.
Dorong peningkatan kaki bila
duduk di kursi
4.
Laporkan pada dokter insisi yang
tidak sembuh, pembukaan kembali insisi yang telah sembuh, adanya drainase (berdarah atau purulen), area local yang bengkak dengan
kemerahan, rasa nyeri yang meningkat dan panas bila di sentuh.
5.
Tingkatkan nutrisi dan asupan
cairan yang adekuat.
|
1.
Menurunkan iritasi garis jahitan
dan tekanan dari baju. Membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkatkan
proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi.
2.
Mempertahankan insisi bersih,
meningkatkan sirkulasi/penyembuhan.
3.
Meningkatkan sirkulasi,
menurunkan edema untuk memperbaiki penyembuhan luka.
4.
Tanda atau gejala yang menandakan
kegagalan penyembuhan, terjadinya komplikasi yang memerluka evaluasi atau
intervensi lanjut.
5.
Membantu
untuk mempertahankan
volume sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan memenuhi
kebutuhan
energi seluler untuk memudahkan regenerasi
jaringan.
|
DX.V :
Perubahan penampilan peran b.d
krisis situasi (peran tergantung) / proses penyembuhan
Tujuan: Tidak terjadi perubahan
penampilan peran
Krietria Evaluasi: Menyatakan
persepsi nyata dan penerimaan diri pada perubahan peran. Bicara dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji peran pasien dalam hubungan
keluarga. Identifikasi masalah tentang disfungsi peran atau gangguan contoh
penyembuhan, transisi sehat-sakit.
2.
Kaji tingkat cemas persepsi
pasien tentang derajat ancaman terhadap diri atau hidup
3.
Pertahankan perilaku positif terhadap
pasien, berikan
kesempatan untuk pasien melakukan latihan kontrol sebanyak mungkin.
4.
Bantu pasien atau orang terdekat
mengembangkan strategi untuk menerima perubahan.
5.
Ketahui kenyataan proses
kehilangan sehubungan dengan peran dan bantu pasien untuk menerima kenyataan
rasa marah
|
1.
Membantu mengetahui tanggung
jawab pasien dan bagaimana efek penyakit terhadap peran ini. Peran tergantung
pasien menimbulkan masalah dan masalah tentang bagaimana pasien mampu
menangani tanggungjawab peran biasanya.
2.
Informasi memberikan dasar untuk
identifikasi atau perencanaan perawatan individual.
3.
Membantu pasien menerima
perubahan yang terjadi dan mulai menyadari kontrol terhadap dirinya sendiri.
4.
Perencanaan untuk perubahan yang
dapat terjadi
atau diperlukan meningkatkan rasa kontrol
dan menyelesaikan tanpa kehilangan harga diri.
5.
Bedah jantung merupakan titik
dramatik
pada hidup pasien.
|
DX.VI : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, perawatan pasca operasi b.d
kesalahan interpretasi informasi
Tujuan : Pasien mengerti tentang kondisi, perawatan pasca operasi
Kriteria evaluasi: Pasien
menyatakan pemahaman kondisi, perawatan pasca operasi, melakukan perubahan
perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Tegaskan penjelasan ahli bedah
tentang pembedahan regular, berikan diagram bila perlu.
2.
Gabungkan informasi ini ke dalam
diskusi tentang harapan pemulihan jangka panjang/jangka pendek.
3.
Tinjau program latihan yang
ditentukan dan tingkatkan secara bertahap.
4.
Kuatkan pembatasan dari dokter
tentang mengangkat, mengemudi, kembali bekerja dan aktifitas seksual.
|
1.
Memberikan informasi spesifik
secara individual yang menciptakan dasar pengetahuan.
2.
Lama rehabilitasi dan prognosis
tergantung pada tipe prosedur pembedahan, kondisi fisik pre operasi dan
durasi komplikasi.
3.
Kemampuan individu dan harapannya
tergantung pada tipe prosedur pembedahan, fungsi jantung dasar dan kondisi
fisik sebelumnya.
4.
Pembatasan ini ada setelah
kunjungan pasca operasi pertama untuk pengkajian terhadap penyembuhan
sternum.
|
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny E
Umur : 66 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku / bangsa : Batak / Indonesia
Agama : Kristen
Status : Menikah
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan :
PNS
Tanggal MRS : 13 juni 2011
Tanggal Tindakan : 14 juni 2011/09.00 (Kamar Operasi)
Tanggal pengkajian : 14 juni 2011/13.00 (masuk ICU)
Diagnosa Medis : CAD 3 VD, DM
Tindakan : POST CABG 4 GRAFT ON PUMP hari
ke-0
2.
RIWAYAT KESEHATAN
a.
Keluhan utama
b.
Riwayat penyakit sekarang
Sejak 2 minggu SMRS klien mengeluh nyeri ulu hati
saat aktivitas disertai keringat dingin membasahi seluruh baju. Nyeri naik ke
leher durasi 15 – 20 menit tidak membaik diberi ranitidin. Lalu berobat ke dokter
SpJP dikatakan serangan jantung. Dilakukan kateterisasi hasilnya CAD 3
VD.Kemudian di rujuk ke PJNHK untuk dilakukan tindakan CABG.
Saat pengkajian di PJNHK Riwayat nyeri ulu
hati (+), menjalar ke dada, sesak (+), nyeri timbul saat aktivitas durasi 5 sampai 10
menit membaik dengan istirahat, riwayat Dyspnea of Effort (-), Orthopnea (-), Paroximal
Noctural Dyspnea (-)
Pada tanggal 14 juni 2011 jam 09.00 klien dilakukan
tindakan CABG di OK dengan 4 graft on
pump (LIMA-LAD, SVG-D1, SVG-OM1, SVG-PDA). Masalah di OK terjadi AF kemudian
dilakukan kardioversi 10 Joule 1 x. Setelah selesai tindakan klien pindah rawat di ICU dewasa. Klien masih
terpasang drain intra pleura kiri dan substernal, dower kateter, ventilator
modus VC, PEEP 5 cm H2O, FiO2 50%, TV 430, RR: 14 x/mnt. Pada jam
15.00 klien bangun modus di ganti dengan PSIMV, FiO2 40 %, hemodinamik stabil
Hb post operasi 8,3 g/dl, rencana koreksi PRC 500 cc, jam 18.00 modus dengan ventilator PS 6, hemodinamik stabil dan pada
tanggal 15 Juni jam 03.00 ekstubasi, dilanjutkan O2 binasal. Tanggal 15 juni 2011 jam 11.00
klien pindah ke IW bedah dengan masih terpasang drain intra pleura kiri dan substernal, dower kateter
dan oksigen binasal 5 L/menit
c.
Riwayat penyakit dahulu
Klien menderita DM
d.
Faktor resiko
DM (+)
e.
Riwayat penyakit keluarga
Ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit
tersebut.
f.
Riwayat psikososial
Tidak terkaji
g.
Riwayat spiritual
Klien beragama kristen
3.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Sakit Sedang
b. Kesadaran : Tersedasi
c. Berat badan : 49 kg
d.
Tinggi badan : 155 cm
e. Tanda tanda vital : BP= 124/100 mmHg,
HR 120 x/menit, dengan ventilator mekanik mode VC, PEEP 5, VT 430, RR 14, minute volume 6,0 m Temp 360 C, akral dingin dan kering
f. Kepala
Mata :
konjungtiva anemis (+), sklera (-)
Rambut : warna
hitam, tidak mudah rontok, terlihat bersih.
Hidung : bentuk simetris, bersih
Telinga
: tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada
serumen
Mulut : Bersih, tidak ada gigi palsu
g. Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
h. Dada
Inspeksi :terpasang
EKG monitor, tampak balutan post operasi, terpasang IV line dengna NaCl
0,9%, ictus cordis tidak
terlihat,pergerakan dinding dada simetris,terpasang drain intrapleura dan substernal jam 15.00 220 cc/4 jam
Palpasi :
ictus cordis teraba di ICS V, 3 cm dari mid
clavikula
Perkusi :
perkusi jantung terdengar suara redup
Auskultasi :
bunyi jantung I dan II normal,murmur dan gallop
tidak ada
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk normal,
tidak tampak asites,
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : pembesaran hepar tidak teraba.
j. Genetalia : terpasang dower catheter .
k. Ekstremitas : akral dingin, oedema tidak ada, pulsasi
arteri perifer +/+, ekstremitas kanan bawah tampak balutan bekas luka operasi, ekstremitas kiri bawah tidak edema.
l.
Kulit : sawo matang, turgor kulit baik,
tampak lembab,
4.
POLA FUNGSIONAL
a.
Nutrisi
Klien masih dalam keadaan puasa post operasi
b.
Eliminasi
Saat pengkajian didapat urine 28 cc/
jam selama dirawat pasien terpasang
catheter
c.
Kebiasaan istirahat tidur
Klien masih dalam keadaan on sedasi
d.
Kebiasaan aktivitas dan latihan
Tidak terkaji
e.
Kebutuhan personal hygiene
Selama di ruang ICU dewasa diseka oleh perawat
5.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Laboratorium
(Post Op)
Hasil AGD tanggal 14/06/2011
jam 14.00
AGD
|
ARTERI
|
VENA
|
Ph
|
7,48
|
7,52
|
PO2
|
41
|
284
|
PCO2
|
30
|
26
|
HCO3
|
22,2
|
21,2
|
BE
|
-0,2
|
-0,7
|
Sat O2
|
83,3
|
97,9
|
Hb
Ht
Leukosit
Thrombosit
|
8,3
24
12260
149
|
|
K
Na / Cl
Ca / Mg
GDS
|
4,2
140 / 101
23 / 22
339
|
Jam 15.00
dilakukan :
·
Transfusi PRC 1 Kolf
·
Inj. Humulin (RI) via pump 20 iu dalam 50 cc Nacl 0,9%
Jam 17.00
·
Hasil cek ulang GDS 422 inj
RI 50 iu dalam 50 cc Nacl 0,9%
Jam 18.00
·
Hasil cek ulang GDS 343 mg/dl
Hasil Laboratorium
tanggal 14/06/2011 (Jam 17.00)
KOMPONEN
|
HASIL
|
CK
CKMB
Ureum
BUN
Creatinin
PT
APTT
Fibrinogen
|
420
41
89
42
1,4
15,6
50,3
158
|
b.
EKG
Interpretasi EKG tanggal 14/06/11 irama AF RVR, LBBB, LVH, HR 120x/menit,
c.
Echo
Tgl 11-03-2011
Dimensi ruang jantung: dalam batas normal, LVH (-), kontraktilitas
global LV normal. EF 61% , kontraktilitas RV normal, TAPSE 2,6 cm. Analisa
segmental global normo kinetik.
Katup aorta 3 kuspis, kalsifikasi (-), fungsi baik, katup mitral dalam
batas normal, katup tricuspid TR mild TVG 33 mmHg, katup pulmonal dalam batas normal MPAP 25
mmHg, dopler E/A < 1 DT 189 msec, LA volume indeks 25 ml/m2.
Kesimpulan:
Fungsi sistolik LV normal, EF 61% , global normo kinetik, disfungsi diastolik
gangguan relaksasi, kontraktilitas RV normal, TR Mild.
d.
Rongen thorax (07 April 2011)
CTR <50%, aorta maupun
mediastinum superior tidak melebar, tidak tampak infiltrat, kedua hilus tak
melebar, trakea terletak di garis tengah, gerakan bronchovaskular kedua paru
normal, diafragma kiri dan sinus costophrenik lancip, jaringan lemak serta
tulang baik.
Kesimpulan : Dalam batas normal
e.
Penyadapan koroner tanggal 23 Februari 2011
LM : normal
LAD : total
oklusi setelah D1
Ramus : D1 stenosis proximal 99%
LCX : non
dominan OM 1 stenosis 99%
RCA : total oklusi
setelah conus, terisi dari Cx
Kesimpulan : CAD 3 VD severe
Saran : CABG
6.
TERAPI
(sebelum operasi 13 Juni 2011)
Lasartan 50 mg 2 x 1
Amlodipin 5 mg 2 x 1
Furosemide 1 x ½ tab
Glimipiride 2 mg 1 x 1
Eclid 100 mg 2 x ½ tab
Folic Acid 2 x 1 tab
Ketosteril 3 x 2 tab
Inj. Lasix 2 x 1 amp
(sesudah operasi 14 Juni 2011)
Sharox
3 x 1.5 gr inj IV
Ranitidine
2 x 50 mg inj IV
Parasetamol 3 x 1 gram PO
Aspilet 1 x 80 mg
Simvastatin 1 x 40 mg
Digoksin 1 x 1 tablet
Captopril 3 x 6.25 mg PO
Dobutamin 250 mg/50 cc dalam syringe pump 2
cc/jam( 4mcg/mnt )
Heparin 5000/50cc dalam syringe pump 2,5
cc/jam
Humulin RI 200 U.I dalam 50 cc dalam syringe
pump 1 cc/jam
(Terapi tanggal 15 Juni 2011)
Sharox
3 x 1.5 gr inj IV
Ranitidine
2 x 50 mg inj IV
Parasetamol 3 x 1 gram PO
Aspilet 1 x 80 mg
Simvastatin 1 x 40 mg
Digoksin 1 x 1 tablet
Captopril 3 x 6.25 mg PO
Dobutamin 250 mg/50 cc dalam syringe pump 2
cc/jam
Heparin 5000/50cc dalam syringe pump 2,5
cc/jam DIHENTIKAN
Humulin RI 200 U.I dalam 50 cc dalam syringe
pump 1 cc/jam
A. ANALISA DATA
NO
|
DATA FOKUS
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
1
|
DS:
DO :
Luka post operasi (+) di dada dan kaki
kanan, akral dingin kering, terpasang drain intrapleura dan substernal jam
15.00 = 220 cc
BP 124 / 100 mmHg, HR: 120 x / menit, RR: 14 x / menit , SPO2 : 99 % , Hb: 8,3, Ht 24, produksi urine dari
jam 13.00 sampai jam 14.00 200 cc/jam hasil echo post op tidak ada, CO 2,5, CI 4,1
|
Tindakan Pembedahan
(manipulasi
jantung)
kontraktilitas
terganggu
preload, afterload menurun
curah jantung menurun
|
Resiko penurunan cardiak output
|
2
|
DS : -
DO :
Luka post operasi (+) di dada dan kaki
kanan,
Terpasang WSD, produksi drain 375 cc/24 jam,
warna merah,
Terpasang dower kateter, IV line
Leukosit 12260 /uL, suhu 38 derajat
Terapi Sharox 3 x 1,5 gram IV
|
Tindakan pembedahan dan
pemasangan alat invasif
Luka
Kerusakan integritas kulit
Risiko infeksi
|
Risiko infeksi
|
3
|
DS :-
DO :
Terdapat luka operasi, Terpasang WSD
produksi drain 230 cc/5jam warna merah, produksi urine =
800 cc/ 5 jam, K+ = 3,8 mg/dl, Na+ = 140 mg/dl, Cl= 101 mg/dl, TD = 124/100 mmhg, N = 120 x/mnt, CVP 9 mmhg,
suhu 38° C.
|
Tindakan pembedahan
Penggunaan cardioplegi
Cairan dan elektrolit tidak seimbang
|
Resiko ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit
|
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko penurunan cardiak output berhubungan dengan Penurunan
kontraktilitas miokard sekender terhadap tindakan pembedahan
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi dan tindakan invasif
3. Resiko ketidak keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan tindakan pembedahan
C.
DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama
: Ny.
E
Diangnosa
Medis : CAD 3VD, DM
Umur
: 66
tahun
Tindakan : POST CABG 4 Graft on Pump
Ruangan : ICU Dewasa
NO
DX
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Resiko penurunan cardiak output berhubungan dengan perdarahan
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapakan cardiak output adekuat
dengan kriteria hasil :
MAP ≥80
mmhg, TDs 100 mmhg, produksi urine 0,5-1 cc/KgBB/jam, akral hangat kering, tekanan
CVP normal, nadi kuat.
|
1. Pantau
atau catat kecenderungan frekwensi jantung dan tekanan darah khususnya pada
hipotensi.
2. Ukur/
catat intake output dan keseimbangan cairan
3. Memantau
tanda dan gejala perdarahan
4. Melakukan
pemantauan EKG dan enzim Ck-CKMB
5. Memantau
sirkulasi perifer dan mengukur curah jantung
6. Kolaburasi
pemberian inotropik dan vasodilator
|
1. Penurunan TD merupakan indikator penurunan curah jantung.
2. Untuk menentukan kebutuhan cairan atau mengindentifikasi kelebihan cairan yang
dapat mempengaruhi CO
3. Penurunan volume darah mempengaruhi EDV
4. Menggambarkan kondisi jantung pos operasi
5. Mengetahui perubahan hemodinamik
6. Meningkatkan kontraktilitas jantung.
|
2.
3
|
Resiko infeksi b.d
luka post operasi dan tindakan invasif ditandai dengan :
DS : -
DO :
Luka post operasi (+) di dada dan kaki kanan, kemerahan (-),
edema (-), pus (-), kondisi luka kering
Terpasang WSD, produksi drain 220 cc, warna merah, kondisi luka
WSD kering
Terpasang dower kateter, CV line
Leukosit 12260/uL,
Suhu 38 derajat C
Terapi Sharox 3 x 1,5
Resiko gangguan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tindakan
pembedahan
DS :-
DO :
Terdapat luka operasi, Terpasang WSD produksi drain 230
cc/5 jam warna merah, produksi urine = 800 cc/ 5 jam , K
= 3,8 mg/dl, Na = 140 mg/dl, Cl- =
101 mg/dl, TD = 124/100 mmhg, N = 120 x/, CVP 9 mmhg, suhu 38 derajat EKG AF RVR
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 3 jam infeksi
tidak terjadi dengan kriteria :
Pus (-), odem (-), kemerahan
(-), tidak terjadi peningkatan suhu
tidak terjadi (36°C)
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit tidak terjadi setelah dilakukan askep 1 x 24 jam dengan kriteria hasil :
-Elektrolit dalam batas
normal
-balance cairan dalam 24
jam = O
|
1. Monitor
TTV
2. Kaji
dan catat faktor
yang meningkatkan risiko infeksi
3. Lakukan
tindakan untuk mencegah pemajanan pada sumber yang diketahui atau
potensial terhadap infeksi
4. Kolaborasi
pemberian antibiotik
5. Pantau
laboratorium sel darah putih
1.Monitor intak dan autput
2.Monitor tensi, nadi
3.Monitor Irama jantung
|
1. Adanya
infeksi akan bermanifestasi ada
perubahan TTV
2. Menjadi
data dasar dan meminimalkan risiko
infeksi
3. Kewaspadaan
meminimalkan pemajanan klien terhadap bakteri, virus, dan pathogen jamur baik
endogen atau eksogen
4. Menurunkan
adanya organisme endogen
5. Mengkonfirmasikan
keterlibatan sel darah putih dalam infeksi
1.untuk deteksi dini ggn
keseimbangan cairan
2.Penurunan tensi, nadi, menunjukkan penurunan volume cairan
3.Aritmia dapat ditimbulkan
inbalance elektrolit
|
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN
NO DX
|
TANGGAL/JAM
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
1.
|
14 juni 2011
15.00
15.10
15.20
15.20
15.20
15.20
|
Mandiri
1. Mengukur
tanda tanda vital (BP 124/100 mmHg, HR 120 x/m, RR 14 x/m, T 36°C)
2. Mengukur
intake dan output cairan
3. Memantau
gejala perdarahan
4. Memasng
monitor EKG dan cek CK/CKMB
5. Mengukur
cardiak output sesuai kondisi pasien
6. Kolaborasi
dengan dokter pemberian Dobutamin 250/50, Heparin 5000 UI /50
|
15 juni 2011 jam 14.00 wib
S :
O : Ku sedang, cm, akral hangat, BP 138/51 mmHg, HR 96 x/m, RR 14
x/m,
A : Masalah tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1 – 6
S :
O: urine produksi 24 cc/jam, cairan drain 15 cc/jam, dobutamin 2 cc/jam, heparin 2,5
cc/jam, humulin 1cc/jam
S :
O : Hb 10,9, APTT 47,18 / kontrol 33, warna urine: kuning,
produksi drain 15 cc/jam
S :
O: irama EKG atrial fibrilasi dengan NVR, HR 96 x/mnt, CKMB 404,
CK 37
S :
O: CO 4,1, CI 2,5, SVR 1189, SVRI 1950
S :
O: TD 139/50, HR 96 x/mnt, CO 4,1, CI 2,5, SVR 1189, SVRI 1950
|
2.
|
15 Juni 2011
Jam 11.00
11.10
11.15
14.00
|
Mandiri
1. Mengukur
tanda tanda vital (BP
133/68 mmHg, HR 69
x/m, RR 15 x/m, T 360C)
2. Melakukan
perawatan luka post operasi dengan memperhatikan teknik aseptik selama tindakan
3. Mengkaji
adanya tanda tanda infeksi, pus
(-), luka di
daerah dada terlihat kering, luka
di
kaki kanan, kemerahan (-),
oedema (-).
Kolaborasi
4. Memberikan
nutrisi yang adekuat (membantu pasien makan)
5. Memberikan antibiotik Sharox 1,5 gr IV
|
15 Juni 2011 jam 15.00
S : -
O : Ku sedang, cm, akral hangat, BP 139/50 mmHg,
HR 96 x/m, RR 14 x/m, T 360 C,
tidak tampak tanda – tanda infeksi,
peningkatan leukosit (12260 /ul), Luka tampak kering,
A : Risiko infeksi tidak
terjadi
P : Pertahankan intervensi 1-5
|
3.
|
Jam 11.00
11.10
11.15
|
Mandiri
Memonitor intake dan output cairan
Memonitor Hemodinamik (CO, CI, tensi, nadi, suhu, CVP,
SVR) tiap jam
Memonitor irama
jantung
Kolaborasi
Pemberian koreksi KCL
|
S : -
O: Urine produksi 24
cc/jam, drain 15 cc/jam, dobutamin 2 cc/jam, heparin 2,5 cc/jam, humulin 1
cc/jam
S: -
O: BP 124/100 mmHg, HR 120
bpm, RR 14 x/mnt, Tax 36° C,
CVP 9, CO 4,1, CI 2,5, SVR 1189, SVRI 1950
S: -
O: irama EKG: AF NVR, HR 96
x/mnt, CKMB 404, CK 37
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar