Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Jumat, 21 Oktober 2011

Tifus Abdominalis

Cacing Tanah Vs Bakteri Salmonella typhi

Pengobatan penyakit yang menggunakan bahan alami telah banyak dilakukan di masyarakat, contohnya adalah cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. Kedua cacing tanah tersebut telah dipercaya oleh masyarakat dalam mengobati penyakit diantaranya penyakit tifus. 


Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi secara in vitro. Metode yang digunakan untuk pengujian yaitu metode difusi agar dengan cakram kertas menggunakan pelarut aquades steril. Cacing tanah yang telah dihaluskan kemudian dilarutkan dengan pelarutnya sehingga diperoleh konsentrasi larutan 5%, 10% dan 15% (bb/v). 


Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. pada semua konsentrasi mempunyai daya hambat yang ditunjukkan dengan adanya daerah zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. 


Berdasarkan pengolahan data menggunakan uji Kruskall-wallis didapat hasil bahwa antara larutan cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. memiliki daya hambat yang berbeda secara signifikan. Larutan cacing Pheretima sp. pada konsentrasi 15%(bb/v) memiliki daya hambat yang lebih besar yaitu 1,9000�0,125 cm dibandingkan dengan daya hambat larutan cacing Lumbricus rubellus pada konsentrasi 15%(bb/v) yaitu 1,606�0,102 cm. 


Berdasarkan hasil tersebut, larutan cacing tanah mempunyai daya antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kemampuan cacing tanah dalam menghambat pertumbuhan bakteri karena kandungan zat antibakteri yang terdapat pada cacing tanah. Kandungan tersebut yaitu protein yang sangat tinggi pada cacing tanah dan mikroba simbiotik Streptomyces sp. yang menghasilkan antibiotik streptomisin. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan oleh masyarakat dalam menggunakan obat berbahan alami.



Cacing tanah di dunia telah teridentifikasi sebanyak 1.800 spesies. Dari jumlah tersebut, ada dua spesies, yaitu Lumbricus rubellus (dikenal dengan cacing eropa atau introduksi) danPheretima aspergillum (dikenal dengan nama cacing kalung atau di long), yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. L. rubellus telah banyak dibudidayakan di Indonesia, sedangkan Ph. aspergillum belum banyak dibudidayakan.
Ketika kita mencari obat demam atau tifus di toko obat cina, penjual akan menyarankan supaya menggunakan cacing kering untuk direbus dan diminum airnya, atau kalau tidak suka dengan baunya yang cukup menyengat, bisa memakan dalam bentuk kering yang sudah dimasukkan dalam kapsul. Cacing kering yang diberikan itu adalah jenis Ph. Aspergillum. Penelitian telah banyak dilakukan untuk mengetahui efek farmakologi cacing tanah terhadap penyakit tifus. Dalam kasus penyakit tifus, ekstrak cacing tanah bisa bekerja dari dua sisi, yaitu membunuh bakteri penyebabnya sekaligus menurunkan demamnya. (ITA) (25 Februari 2009)

24 Agustus 2009
Sumber Gambar :

Cuci Tangan Kunci Cegah Berbagai Penyakit

Diposkan oleh Kalem's Blog
LAPORAN Bank Dunia 2008 menyebutkan Indonesia kehilangan sekitar US$6 miliar setiap tahunnya akibat sanitasi yang buruk. Dana yang setara dengan 2,3% dari produk domestik bruto (GDP) itu terbuang percuma untuk ongkos berobat, memperoleh air bersih, dan kehilangan penghasilan karena tidak masuk kerja akibat sakit.
Memperbaiki sanitasi ternyata merupakan solusi terbaik. Namun selain itu, kebiasaan sederhana berupa mencuci tangan dengan sabun juga terbukti banyak membantu. 


"Sebagai anggota tubuh yang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda di sekitar kita, tangan menjadi perantara penularan berbagai penyakit," ujar praktisi kesehatan, dr Handrawan Nadesul dalam diskusi mengenai pentingnya cuci tangan pakai sabun yang digelar di Jakarta beberapa waktu lalu. 


Menurut Handrawan, tangan merupakan anggota tubuh yang paling banyak bersentuhan dengan banyak benda di sekitar. Akibatnya, tangan dengan mudah menjadi perantara penularan penyakit golongan
waterborne disease (menular lewat air) maupun foodborne disease (menular lewat makanan). Penyakit tersebut antara lain, diare, tifus, kolera, disentri, hepatitis A, leptospirosis, polio, dan cacingan. 


Waterborne disease muncul karena buruknya sanitasi yang menyebabkan air tercemar oleh tinja yang mengandung kuman penyakit-penyakit tersebut. Saat tangan kontak dengan air kotor, kuman pun berpindah ke tangan. Ketika tangan digunakan untuk makan atau memberikan makanan pada orang lain, misalnya menyuapi anak, kuman pun menginfeksi saluran pencernaan. 


Sementara itu, 
foodborne disease terjadi akibat konsumsi makanan yang basi atau yang sudah dihinggapi lalat, kecoa, lipas, semut, dan tercemar kuman dari tangan yang kotor.
Angka kejadian penyakit 
waterborne disease dan foodborne disease di Indonesia tergolong tinggi. Diare, misalnya, menurut data Subdirektorat Diare Departemen Kesehatan RI, saat ini angka kejadiannya mencapai 300/1.000 penduduk. "Sekitar dua pertiga penduduk Indonesia terinfeksi cacingan," imbuh Handrawan. 


Salah satu cara paling mudah mencegah penyakit-penyakit itu adalah dengan membiasakan diri mencuci tangan memakai sabun dengan benar. Menurut sebuah penelitian (Lorna Fewtrell 
et al), mencuci tangan dengan sabun mampu mengurangi kematian akibat diare hingga 44%. 


Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan cara lain seperti intervensi pada titik-titik penggunaan air (39%), sanitasi (32%), edukasi (28%), penyediaan air (25%), dan intervensi pada sumber air (11%).
Pada kesempatan yang sama, Senior Brand Manager Lifebuoy Soap PT Unilever Indonesia Lusi Wilyastuti Suwito mengungkapkan untuk lebih menyosialisasikan pentingnya cuci tangan menggunakan sabun, 15 Oktober dicanangkan sebagai Global Hand Washing Day atau Hari Cuci Tangan Sedunia. 
(Nik/S-6)

Mencuci tangan yang benar:

1. Basahi tangan dengan air dan sabun antiseptik, gosok-gosok kedua permukaan telapak tangan.
2. Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
3. Jari-jari kedua belah tangan saling digosokkan.
4. Gosok bagian luar jari-jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
5. Gosok seluruh bagian ibu jari satu persatu.
6. Gosokkan jari-jari tangan kanan ke telapak tangan kiri dan sebaliknya.

Kapan wajib mencuci tangan?
1. Sebelum makan.
2. Sesudah dari kamar kecil.
3. Sepulang dari bepergian.
4. Sesudah memegang barang kotor, uang, dan hewan.
5. Sesudah mengganti popok bayi atau menceboki anak.
6. Sebelum menyiapkan makanan atau susu untuk bayi/anak.  (8 Oktober 2008)



Sumber :

SATU lagi masalah lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit maupun problem kesehatan masyarakat, biasanya akibat faktor manusia, yaitu infeksi yang didapat dari rumah sakit. Penderitanya bisa pasien,  pengunjung, bahkan petugas rumah sakit.

’’Masuk rumah sakit menderita demam berdarah, keluar malah sakit tifus’’. 
Sering  muncul olok-olok yang berkaitan dengan seseorang yang semula dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit demam berdarah, sewaktu pulang justru menderita penyakit demam tifoid (tifus).  Bahkan banyak orang yang merasa tidak pernah mengalami sesesuatu penyakit, tiba-tiba menderita kolera berat, hanya beberapa hari setelah menunggui anggota keluarganya di rumah sakit.

Banyak contoh dapat dikemukakan, seseorang yang berkunjung ke rumah sakit, atau penderita yang baru dirawat inap di rumah sakit, kemudian mengidap sesuatu penyakit infeksi lain. Meskipun demikian, hal yang sama dapat dialami oleh dokter maupun petugas lain. Mereka menderita penyakit infeksi ’’nosokomial’ atau  ’’infeksi rumah sakit’’. Infeksi nosokomial saat ini merupakan problem kesehatan masyarakat serius. Tulisan ini lebih menekankan pada upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif).


Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit. Istilah yang bernada olok-olok yaitu, ’’infeksi rumah sakit’’, atau infeksi yang didapat dari rumah sakit. Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial artinya “yang berasal dari rumah sakit”. Sementara kata infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.
Rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan ’’depot’’ bagi berbagai macam penyakit, yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan itu, seperti; udara, air, lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman dapat sampai ke tenaga kerja, penderita baru ini disebut infeksi nosokomial.
Semaksimal mungkin setiap rumah sakit mengupayakan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu untuk mencegah hal tersebut. Rumah sakit mempunyai prosedur pelayanan kesehatan yang menjadi acuan dalam mencegah kemungkinan untuk terjadinya infeksi di rumah sakit. Upaya tersebut diantaranya higienitas atau penerapan pola kebersihan lingkungan dan perawatan pasien, pasien menular terpisah dengan pasien tidak menular, prosedur perawatan untuk pasien khusus, misalnya pasien yang sedang mengalami penurunan kekebalan atau rentan terhadap penyebaran bibit penyakit dengan penggunaan masker dan sarung tangan. Apabila perawatan dan pengobatan yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur yang benar maka terjadinya infeksi nosokomial, sebagai risiko yang tidak bisa diperkirakan.
Seperti diketahui, hama penyakit dibagi dalam empat kelompok besar, yaitu virus, bakteri (kuman), fungi (cendawan atau jamur), dan parasit (pelbagai cacing, protozoa, antara lain plasmodium penyebab malaria).

Dari keempat kelompok hama penyakit ini, virus dan bakteri merupakan penyebab infeksi nosokomial yang paling potensial dan paling berbahaya. Sedangkan dari kelompok fungi, golongan Candida - khususnya Candida albicans  dan golongan Aspergillus, dapat pula menimbulkan infeksi nosokomial terutama pada penderita yang menerima terapi antibiotik jangka panjang untuk mengatasi infeksi bakteri, atau penderita gangguan imunitas.

Infeksi ini sebenarnya bukan barang baru. Menjelang paruh kedua abad XIX Ignaz Phillip Semmelweis, seorang dokter ahli kebidanan di Wina, Austria, telah mengamati 30% dari para ibu yang melahirkan di rumah sakit menderita demam setelah melahirkan dengan angka kematian sebesar 12,24%. Sedangkan mereka yang melahirkan di rumah sendiri umumnya tidak terserang demam demikian.

Semmelweis melihat pula bahwa para dokter muda yang memeriksa para ibu tersebut di rumah sakit umumnya tidak mencuci tangannya sebelum melakukan pemeriksaan. Ketika kemudian salah seorang dokter itu meninggal karena demam setelah tangannya terluka akibat terkena pisau bedah, Semmelweis menyimpulkan demam pada para ibu yang melahirkan itu akibat sepsis dan dapat menular.

Kemudian ia mewajibkan para dokter yang akan memeriksa pasien agar terlebih dahulu mencuci tangan mereka dengan cairan kaporit. Dengan cara ini angka kematian para ibu yang melahirkan di rumah sakit dapat diturunkan sampai 1,27%.

Akhirnya, pada tahun 1865 Lister menerapkan cara untuk mencegah terjadinya infeksi yakni dengan jalan membersihkan luka, perban, dan peralatan bedah dengan cairan asam karbol. Cara yang dilakukannya ini didasarkan pada penemuan Louis Pasteur bahwa peragian dan pembusukan terjadi akibat kontak jasad renik dengan bahan organik. Cara ini kemudian dinamakan cara antisepsis, yaitu membunuh jasad renik penyebab penyakit yang terdapat pada luka atau peralatan yang digunakan.

Superbakteri

Namun, lebih dari seratus tahun setelah Lister menggunakan cara antisepsis dan asepsis di dalam pekerjaannya di rumah sakit, infeksi nosokomial masih merupakan penyakit yang mengganggu perawatan penderita di rumah sakit.
Untuk mengatasi, seorang penderita dilakukan pengobatan standar sama seperti pada penyakit infeksi biasa, yaitu dengan menggunakan antibiotik yang dapat melawan jenis jasad renik penyebab infeksi. Meskipun begitu kasus infeksi nosokomial yang ditemukan sekarang masih tetap banyak. Mengapa hal demikian dapat terjadi ?

Sebelum era antibiotik, lebih dari 50 tahun yang lalu, para penderita penyakit infeksi yang dirawat di rumah sakit adalah mereka yang terserang jasad renik patogen, karena adanya sumbatan pada saluran kemih atau saluran pernapasan. Mereka memiliki ketahanan tubuh yang normal, dan dapat hidup berdampingan atau bersimbiosis secara komensal dengan jasad renik oportunis atau jasad renik patogen potensial tanpa menderita infeksi.

Sejak penggunaan antibiotik dalam pengobatan infeksi, bahaya infeksi oleh jasad renik patogen sangat berkurang. Lambat laun tipe penderita yang dirawat di rumah sakit berubah karena banyak jenis penyakit berat yang dulu tidak dapat diobati dengan baik secara medis maupun melalui pembedahan, sehingga dapat ditolong.

Selain itu, infeksi nosokomial menjadi ancaman besar terhadap kesehatan karena sekarang banyak ditemukan bakteri yang resisten (kebal) terhadap pelbagai jenis antibiotik. Dalam hal ini bakteri akan membentuk mutan (bakteri yang bermutasi dan mempunyai sifat-sifat baru) yang juga kebal terhadap gempuran antibiotika tertentu.

Para ahli yakin, suatu saat akan terbentuk bakteri super yang tidak dapat dilawan dengan antibiotik apa pun. Superbakteri ini mungkin dari jenis Enterococcus. Saat ini saja sudah ada sekitar 20 persen infeksi bakteri ini yang ditemukan di rumah sakit di Amerika Serikat dan sudah kebal terhadap antibiotika yang spesifik. Jumlah ini diperkirakan  meningkat setiap tahun.

Pertukaran plasmid (bahan genetik dalam sel bakteri) resisten di antara aneka jenis bakteri mudah sekali terjadi karena bakteri-bakteri ini selalu hidup berdampingan pada kulit atau saluran cerna manusia, dan selalu terjadi interaksi antara bakteri aneka jenis. Dengan timbulnya resistensi terhadap antibiotik pada bakteri opotunis ini, pengobatan dengan antibiotik yang tersedia tidak dapat diandalkan lagi dan menjadi tidak efisien.

Infeksi Silang

Di Indonesia diperkirakannya angka kesakitan dan angka kematian karena infeksi nosokomial lebih tinggi, mengingat keadaan rumah sakit dan kesehatan umum belum baik.  Infeksi ini bisa berupa :

- Infeksi silang (cross infection). Hal ini  disebabkan  oleh kuman yang didapat dari orang / penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung.

- Infeksi lingkungan (environmental infection).  Disebabkan oleh kuman berasal dari benda atau bahan tak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit.

- Infeksi sendiri (self infection, auto infection). Disebabkan  oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan lain.
Infeksi nosokomial terjadi karena hasil interaksi antara agen (penyebab) yaitu kuman, host, dalam hal ini manusia, dan environment (lingkungan) disertai mata rantai penularan (mode of transmission).

Mencegah Infeksi

Karena itu, upaya yang harus dikedepankan adalah meningkatkan daya tahan tubuh.  Pola hidup yang sehat mampu me-ningkatkan daya tahan tubuh.  Makan secara teratur dengan makanan yang bergizi dan seimbang, melakukan aktivitas fisik  atau olahraga yang teratur dan terukur, serta cukup istirahat.

Semua tenaga yang bekerja di rumah sakit, dapat ikut serta mencegah menjalarnya dan meningkatnya infeksi nosokomial dengan secara disiplin dan sesuai standar perawatan selalu memperhatikan kebersihan tangan, pakaian, peralatan, dan segala sesuatu yang dapat membawa bakteri penyebab infeksi pada pasien.

- Jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien. Tidak menggunakan satu alat secara berturut-turut pada beberapa pasien tanpa dibersihkan dengan baik lebih dahulu setelah dipakai pada seorang pasien.

- Pengangkutan barang-barang maupun bahan bekas pakai pasien infeksi, harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan, tidak asal angkut.

- Memandikan dan membersihkan pasien jangan dianggap pekerjaan rutin yang harus diselesaikan secepatnya, tetapi harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab akan keselamatan pasien terhadap ancaman infeksi nosokomial.

- Untuk mencegah timbulnya resistensi bakteri dan fungi terhadap antibiotik, gunakanlah antibiotik secara bertanggung jawab, hanya terhadap bakteri dan fungi yang rentan, dalam jumlah yang memadai serta di bawah pengawasan dokter. (13)n(19 Februari 2009)


Sssst… ternyata penderita penyakit tifus tidak harus makan bubur.
Soal bubur baru merupakan salah satu rahasia dari penyakit tifus yang kerap diderita anak-anak. Mengapa bubur tak harus jadi menu utama? Dan apa “rahasia” lainnya, simak penuturan ini:
1. BUBUR TAK HARUS JADI MENU WAJIB PENDERITA TIFUS
Penyakit tifus identik dengan menu ketat berbahan utama bubur. Bahkan bubur itu harus disaring sehalus mungkin. “Biar ususnya tidak tambah sakit,” begitu kata orang. Tidak cuma itu. Berbagai pantangan pun harus dijalani. Tidak boleh makan ini dan itu. Walhasil, penderita hanya makan bubur dengan lauk pauk seadanya. Dengan menu seperti itu, anak yang menderita tifus boleh jadi tidak nafsu makan, bahkan menolak makan. Siapa sih yang mau melahap bubur hambar miskin lauk? Selain itu, kandungan kalori sepiring bubur lebih sedikit ketimbang nasi. Jika sepiring bubur mengandung 80-100 kalori, maka sepiring nasi dapat empat kalinya. Walhasil, bubur tak hanya membuat nafsu makan anak hilang, tapi juga membuat tubuhnya lemas. Jika asupan gizi anak kurang maka dapat dipastikan waktu penyembuhan semakin lama.
Dulu, penderita penyakit tifus wajib makan bubur dengan alasan khawatir terjadi gangguan pada pencernaan atau perdarahan pada usus. Pendapat ini tampaknya perlu diluruskan. Sebab, gangguan pencernaan akibat bakteri Salmonella typhi ada di usus halus. Perlu diketahui, makanan yang sudah masuk usus halus semuanya berbentuk cair. Ini karena sebelumnya makanan itu dikunyah di mulut, lalu diproses di lambung, lalu ke usus halus. Meski asalnya makanan itu padat, tapi kalau sudah masuk usus halus semuanya akan berbentuk cair.
Jadi, sebenarnya tidak ada pantangan buat penderita penyakit tifus makan nasi lembek. Perkecualian jika penderita tidak sadar, maka penderita disarankan mengonsumsi menu makanan cair.
Pantangan buat penderita tifus adalah makanan berserat tinggi seperti sayur-sayuran atau buah. Tapi jika diberikan sedikit tidak mengapa. Juga makanan yang berisiko menimbulkan kontraksi pada pencernaan seperti makanan pedas atau asam. Penderita dianjurkan mengonsumsi makanan berprotein tinggi seperti daging, telur, susu, tahu, tempe, dan lain-lain. Dengan demikian, nafsu makan anak membaik, waktu penyembuhan pun semakin cepat.
2. HARUS ISTIRAHAT
Agar lekas pulih, penderita tifus memang harus banyak beristirahat di tempat tidur. Untuk keperluan buang air, misalnya, sedapat mungkin penderita tidak beranjak dari tempat tidur. Banyak pergerakan dapat menyebabkan suhu naik. Bahkan jika terlalu heboh, aktif bergerak dapat menimbulkan risiko usus pecah. Jadi, biarkan si kecil tetap istirahat dan tidak terlalu banyak bergerak. Temani, hibur, atau bacakan dongeng jika perlu.
3. TES WIDAL POSITIF TIDAK SELAMANYA TIFUS
Untuk mengetahui seseorang terjangkit tifus atau tidak, maka tes yang umum digunakan adalah tes Widal. Jika positif berarti tifus, jika tidak maka mungkin penderita terjangkit penyakit lain. Padahal, Widal positif tidak selalu berarti penderita terjangkit tifus. Ini karena orang sehat sekalipun jika dites widal hasilnya bisa positif. Seorang dokter penyakit dalam bahkan pernah berkelakar, jika pasien, perawat, bahkan dokter yang berpraktik di kliniknya dites Widal, maka bukan tidak mungkin hasilnya positif semua. Ingat, kebersihan merupakan sebuah hal yang sulit dicari di negeri ini. Nasi goreng yang biasa kita santap bersama teman, es jeruk yang diseruput di warung tegal, bahkan menu makanan di kantin, tidak ada jaminan bebas tifus 100%. Namun, karena jumlah kuman yang masuk ke dalam tubuh tidak sampai menginfeksi, sakit tifus pun tidak terjadi. Ini berbeda dengan kondisi di Eropa atau Singapura yang sanitasinya sudah baik. Tes Widal positif berarti kemungkinan besar terjadi infeksi tifus.
Namun, tidak berarti tes Widal diragukan akurasinya. Jika tesnya dilakukan di waktu yang tepat, plus diagnosis klinisnya benar, maka penyakit tifus dapat dengan mudah terdeteksi. Tes Widal idealnya dilakukan setelah hari ke-5 atau 6, sesudah penderita mengalami gejala klinis tifus yaitu demam. Jika dilakukan sebelum itu maka hasilnya tidak akurat. Selain itu, selidiki juga gejala lainnya seperti sembelit, nyeri perut, lidah kotor, muntah, dan lain-lain. Dengan kombinasi tes Widal dan deteksi gejala, maka penyakit tifus dapat dideteksi dengan mudah. Selain harganya yang lebih ekonomis, tes Widal juga dapat mendeteksi penyakit paratifus, sebuah penyakit dengan gejala mirip tifus tapi lebih ringan. Paratifus disebabkan bakteri Salmonella paratiphy. Sedangkan tifus disebabkan bakteri Salmonella typhi.
Selain tes Widal, ada tes yang lebih akurat, yaitu tes TUBEXR yang merupakan tes imunologi. Merupakan tes dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut pada tifus. Beberapa penelitian menyimpulkan, tes ini mempunyai sensitivitas lebih baik daripada uji Widal. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang. Meski begitu, tes ini hanya dapat mendeteksi penyakit tifus, tapi tidak paratifus yang kerap menyertai tifus. Tes yang lebih akurat adalah pembiakan kuman dari darah, urine, feses, sumsum tulang, atau cairan lainnya. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S. typhi adalah media empedu. Ini karena S. typhi dan S. paratyphi dapat tumbuh pada media tersebut. Namun, tes biakan kuman sebaiknya dilakukan sebelum penderita diobati antibiotika. Meski sangat akurat dan dapat mendiagnosis tifus dan paratifus, diagnosis biakan kuman membutuhkan waktu lama (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis untuk diagnosis penderita.
4. TIFUS ADALAH PENYAKIT BUKAN GEJALA
Banyak bakteri yang menegakkan diagnosis penyakit “gejala tifus”. Ini jelas sebuah diagnosis rancu, karena dalam dunia kedokteran tidak mengenal istilah ini. Diagnosis harus tegas, apakah penderita terjangkit penyakit tifus atau tidak. Kalau mau, dokter mengatakan diagnosis dugaan tifus. Kenali gejala tifus dengan baik, jika demamnya sampai 5-6 hari hilang timbul maka kemungkinan penderita terjangkit tifus. Tapi jika tidak demam, atau demamnya turun setelah tiga hari, ada kemungkinan penderita tidak terjangkit tifus. Ada banyak penyakit infeksi lain yang disertai demam. Apalagi pada hari-hari pertama demam, sulit untuk dapat memastikannya sebagai demam tifoid. Gejala demam juga terdapat pada penyakit lain seperti demam dengue, morbili, dan sebagainya.
5. TIFUS DIBAWA OLEH CARRIER
Banyak orang yang tidak terlihat sakit tapi berpotensi menyebarkan penyakit tifus. Inilah yang disebut dengan pembawa penyakit tifus. Meski sudah dinyatakan sembuh, bukan tidak mungkin mantan penderita masih menyimpan bakteri tifus dalam tubuhnya. Bakteri bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ini karena sebagian bakteri penyebab tifus ada yang bersembunyi di kantong empedu. Bisa saja bakteri ini keluar dan bercampur dengan tinja. Nah, bakteri ini dapat menyebar lewat air seni atau tinja penderita.
MENGENAL PENYAKIT TIFUS
Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri yang bertanggung jawab terhadap penyakit ini. Kuman ini dapat hidup lama di air yang kotor, makanan tercemar, dan alas tidur yang kotor. Siapa saja dan kapan saja dapat menderita penyakit ini. Termasuk bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena demam tifoid.
Lingkungan yang tidak bersih, yang terkontaminasi dengan Salmonella typhi merupakan penyebab paling sering timbulnya penyakit tifus. Kebiasaan tidak sehat seperti jajan sembarangan, tidak mencuci tangan menjadi penyebab terbanyak penyakit ini. Penyakit tifus cukup menular lewat air seni atau tinja penderita. Penularan juga dapat dilakukan binatang seperti lalat dan kecoa yang mengangkut bakteri ini dari tempat-tempat kotor.
Masa inkubasi penyakit ini rata-rata 7 sampai 14 hari. Manifestasi klinik pada anak umumnya bervariasi. Demam adalah gejala yang paling utama di antara semua gejala klinisnya. Pada minggu pertama, tidak ada gejala khas dari penyakit ini. Bahkan, gejalanya menyerupai penyakit infeksi akut lainnya. Gejala yang muncul antara lain demam, sering bengong atau tidur melulu, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau justru sembelit (sulit buang air besar) selama beberapa hari. Peningkatan suhu bertambah setiap hari. Setelah minggu kedua, gejala bertambah jelas. Demam yang dialami semakin tinggi, lidah kotor, bibir kering, kembung, penderita terlihat acuh tidak acuh, dan lain-lain.
Pada penderita penyakit tifus yang berat, disarankan menjalani perawatan di rumah sakit. Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit tifus. Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
Vaksinasi tifoid sangat dianjurkan untuk mencegah penyakit. Apalagi jika si kecil terkenal doyan jajan. Juga, anak balita yang sudah pandai “nenangga”, atau yang belum bisa cebok dengan benar. Vaksinasi harus diperkuat setiap 3 tahun. Ini karena setelah kurun waktu itu, kekebalan terhadap penyakit tifus akan berkurang. Umumnya, seusai divaksinasi, tubuh akan kebal, atau kalupun terkena maka penyakit yang menyerang tidak sampai membahayakan anak.

Penyebab Penyakit Tipus dan Ciri-cirinya

Diposkan oleh Kalem's Blog


Penyebab penyakit Typus ( Hepatitis A atau dulu orang menyebutnya sbg penyakit kuning krn seluruh tubuh si penderita berwarna kekuningan ) adalah bakteri bernama SALMONELLA TYPHI.

Sumber penyebab hepatitis, lebih banyak disebabkan kuman yang menempel di bekas cucian gelas, sendok, piring dan sebagainya dengan kondisi air cucian yang tak diganti, tangan yang kotor. Bakteri ini umumnya terdapat dalam makanan yang sudah basi, daging mentah, maupun kotoran.

Ciri-ciri umum orang terkena typus adalah awalnya pusing seperti mau flu, demam disertai nyeri, mual dan lemas, panas, perut terasa mual dan sebah (penuh), badan terasa tidak enak dan lekas capek. Warna ( maaf... ) air kencingnya kecoklatan seperti teh dan matanya pun menjadi kuning.

Tapi siklusnya cukup panjang sehingga dalam 1-2 hari banyak yang belum merasakannya. Setelah dites baru terbukti terjadi peradangan saluran cerna.

Typus = infeksi pada usus.
Kalau lukanya diluar mah enak ngobatinnya. Kasih salep aja besok udah kering. Tp kalo di dalam kan rada susah. Mana usus tempa lalu-lintas makanan lagi. Keadaannya basah mulu. Lalu kapan keringnya?
Hindari makanan yang merangsang (asam, pedas, soda, dll), agar usus ga tambah luka.
Minum anti-biotik, agar terjadi proses penyembuhan dari dalam (NB. anti-biotik tidak harus dari obat2an modern, tanaman obat juga ada yg mengandung anti-biotik, seperti kunyit, dll).
Semoga lekas sembuh

Penyebebnya SALMONELA THYPY, gejalanya panas tinggi pada sore dan malam hari, pagi dan siang hari panas turun, nafsu makan nda ada,perut terkadang terasa sakit,lidah kotor biasanya ada bercak putih , kalo sudah terkena types penderita tidak boleh terlalu capek, makan harus teratur dan jangan makan makanan sembarangan harus menjaga kebersihan karena penyebab utama kambuhnya types biasanya dari faktor makanan yang tidak bersih.

Typphus Abdominalis atau yang lebih dikenal dengan demam tifoid atau tifes dalam bahasa kita adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja mulai dari anak-anak hingga orang dewasa dan orang tua, laki-laki maupun wanita.?آ

Terjadinya penyakit yang merupakan penyakit menular ini tidak memandang musim, baik musim kemarau maupun penghujan. Penularan penyakit ini melalui makanan yang tercemar. Nah, hati-hati bagi yang sering dimasakin oleh tukang warung makan. Kadang kebersihan makanan kurang terjamin. Makanya perlu selektif, tidak hanya soal menu, tapi juga hygiene dan sanitasi tempat makan.?آ So, harap waspada para anak kos! Tapi ini juga tiidak berarti masakan rumah pasti bebas kuman, lho.

Penyakit demam tifoid ini mendunia, artinya terdapat di seluruh dunia. Tetapi lebih banyak di negara sedang berekembang di daerash tropis, seperti Indonesia . Penyakit tifus merupakan endemik di Indonesia . Penyakit ini termasuk penyakit menular, yang mudah menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.

Kapan kita curiga kalau kena tifes? Pasang mata baik-baik ya, supaya tidak keliru. Karena banyak orang mengira bahanya sakit biasa, dan dibiarkan tanpa pengobatan yang benar, tahu-tahu ternyata terkena penyakit tifus. Gejala klinis pada anak-anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Namun bisa juga hanya 4 hari, jika terinfeksinya melalui kuman yang ada di makanan.?آ

Selama masa inkubasi akan daitemukan gejala-gejala yang mungkin mirip dengan penyakit lain, seperti tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Gejala klinis yang ditemukan setelah masa inkubasi lewat adalah demam tinggi, biasanya malam lebih tinggi daripada siang, dan ini terjadi terus menerus, bisa sampai tiga mingguan.?آ

Kalau kalian panas tinggi sudah lebih dari 1 minnggu jangan anggap sepele, tuh. Segera ke dokter untuk kepastian penyakit. Biasanya sih dokter akan menyarankan untuk periksa laboratorium.?آ Selain panas tinggi, juga tercium bau mulut yang tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Juga ditemukan lidah ditutupi selaput putih kotor. Sering ditemukan perut kembung, dan konstipasi alias tidak buang air besar selama beberapa hari. Biasanya juga disertai gangguan kesadaran, bahkan penderita dapat kehilangan kesadaran bila penyakit ini tidak tertangani dengan baik.

Gejala-gejala penyakit tersebut di atas sering dianggap sebagai gejala penyakit lain. Jika gejala-gejala tersebut ditemui, sering orang mengira bahwa dia tidak terserang penyakit tifus, namun penyakit-penyakit dengan demam lama seperti penyakit-penyakit influenza, malaria, TBC.

Nah, penyakit tifus yang tidak tertangani dengan baik, atau diketahui dalam keadaan sudah parah dapat menimpulkan komplikasi atawa akibat ikutan yang cukup berbahaya, baik di usus maupun di organ selain usus. Misalnya terjadi perdarahan usus, atau bahkan usus bisa berlubang.?آ Sementara pada organ di luar usus dapat menimbulkan komplikasi pada sistem peredaran darah, gangguan paru, ginjal, hepar, dan jga sistem kesadaran.

Perawatan dan pengobatan
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (supaya tidak menularkan pada yang lain), observasi dan pengobatan. Penderita harus tetirah alias baring tiotal minimal 7 hari bebas panas.?آ Wow, lama banget. Bosan atuh. Makanya usahain jangan ssampe berteman sama si tifus ini. Istirahat total ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus.

Selama perawatan, penderita juga diberi obat-obatan untuk mengurangi gejala-gejala yang dialami penderita, seperti panas, sakit kepala, mual dsb. Selain itu juga mendapat obat yang akan membasmi kuman penyebab penyakit alias antibiotika. Kalau yang ini nih, wewenang dokter untuk ngresepinnya.

Oya, yang juga diperlukan oleh penderita adalah pengaturan makanan. Untuk sementara, makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat. Jadi bagi kamu yang lagi kena tifus jangan banyak makan sembarangan. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, termasuk juga temennya daun singkong, yaitu sambel terasi yang pedes. Jadi harus dijaga benar untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.

Kesembuhan penderita penyakit ini dipengaruhi berbagai hal, di antaranya adalah umur, keadaan umum, tingkat kekebalan penderita, jumlah dan daya infeksi kuman yang masuk tubuh, serta cepat dan tepatnya pengobatan.

Masalah penderita carrier
Setiap orang yang terinfeksi kuman salmonella, akan meng ekskresikan kuman tersebut bersama dengan feses dan air seni selama beberapa waktu tertentu atau sekitar tiga bulan. Jika hal ini terjadi terus menerus setelah lebih tiga bulan maka yang bersangkutan dikatakan sebagai carrier.?آ Orang yang menjadi carrier ini merupakan sumber penularan penyakit tifus kepada orang lain.?آ Kuman tifus bisa tetap ada pada carrier tadi hingga lebih dari 1 tahun. Makanya, carrier kuman tifus tidak diperbolehkan untuk bekerja di industri makanan. Wah, bahaya dong. Makanya jangan anggap sepele, ya.

Pencegahan
Usaha pencegahan penyakit tifus ini dibagi dalam dua upaya, yaitu terhadap lingkungan hidup dan manusianya sendiri. Penyediaan sarana air minum yang memenuhi syarat, pembuatan jamban yang hygienis, pemberantasan lalat dan pengawasan terhadap rumah makan dan penjual makanan adalah beberapa hal yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

Sedangkan terhadap manusia dilakukan upaya imunisasi untuk memberikan kekebalan tubuh yang kuat, menemukan?آ dan mengawasi para carrier tifoid dan yang utama adalah pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Bila masyarakat memahami bahaya penyakit ini, maka masyarakat akan berusaha untuk menjaga dirinya dan lingkungannya agar selalau bersih dan sehat. Jika demikian halnya, kuman thyfus tidak akan menyerang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar