Sahabatku pUnkmore

Sahabatku pUnkmore
saHabat untuk sLamanya

Rabu, 30 November 2011

Asuhan Keperawatan Obstruksi Usus


OBSTRUKSI USUS

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.

Menurut letak sumbatannya maka obstruksi usus dibagi menjadi dua:
1. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus.
2. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar.

Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) Non-mekanis (mis: ileus paralitik atau ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; (2) Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.

2. ETIOLOGI

Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi setelah pembedahan abdomen karena adanya refleks penghambatan peristaltik akibat visera abdomen yang tersentuh tangan. Refleks penghambatan peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik, walaupun paralisis peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering menyebabkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan peregangan gas sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama setelah fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur tulang belakang.

Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua, dan terjadi akibat perlekatan yang disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua. Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang terjadi. Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus. Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi yang terjadi pada anak dan bayi.

3. PATOFISIOLOGI

 Obstruksi usus halus
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus, dengan akibat peritonitis.

Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang terjadi kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi.

 Obstruksi usus besar
Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan, dan gas berada proksimal disebelah obstruksi.

Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal.

Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian jaringan); kondisi ini mengancam hidup.

Pada usus besar, dehidrasi terjadi lebih lambat dibandingkan pada usus besar karena kolon mampu mengabsorpsi isi cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas normalnya.

4. MANIFESTASI KLINIK

 Obstruksi usus halus

a) Obstruksi sederhana
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi tergantung letak sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama pada obstruksi komplit.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Peristaltik usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus. Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit.

Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak dan telentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air-fluid level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya.

Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadinya hernia.

b) Obstruksi disertai proses strangulasi
Kira-kira sepertiga obstruksi dengan strangulasi tidak diperkirakan sebelum dilakukan operasi. Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia.
Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi maka diperlukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

 Obstruksi usus besar
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di daerah epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila terjadi refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian.

Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis.

Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi. Peritonitis mengarah pada terjadinya gangren atau ruptur dinding-dinding usus. Darah segar dapat ditemukan pada rektum bila terjadi intususepsi atau karsinoma kolon atau rektum.

Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen. Kolon dapat dibedakan dari dinding usus dengan melihat adanya haustre yang tidak melintasi seluruh lumen kolon yang terdistensi. Barium enema akan menunjukkan lokasi sumbatan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Obstruksi usus halus
 Pemeriksaan sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan/atau cairan dalam usus.
 Pemeriksaan laboratorium (mis: pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dan kemungkinan infeksi.

 Obstruksi usus besar
 Pemeriksaan simtomatologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi kolon.
 Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.

6. PENATALAKSANAAN

 Obstruksi usus halus
Dekompresi usus melalui selang usus halus atau nasogatrik bermanfaat dalam mayoritas kasus. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi IV diperlukan untuk mengganti penipisan air, natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan, prosedur bedah mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada beberapa situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk anastomosis. Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada durasi obstruksi dan kondisi usus yang ditemukan selama pembedahan.

 Obstruksi usus besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Prosedur ini memberikan jalan keluar untuk mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan untuk dekompresi area yang ada dibawah usus.

Tindakan yang biasanya dilakukan, adalah reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen mungkin diperlukan. Kadang-kadang anastomosis ileoanal dilakukan bila pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan.


B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pada pengkajian abdominal (apendiks), pemeriksaan fisik menunjukkan:
 Muntah banyak dengan materi fekal berbau.
 Perubahan pola usus, feses bentuk pentil atau pita.
 Distensi abdomen.
 Nyeri kolik, abdomen intermitten.
 Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi, kemudian bising usus berhenti.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.
2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d absorpsi nutrisi.
4. Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.
5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

III. INTERVENSI

1. Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10.
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2) Pertahankan tirah baring sesuai program.
R/ Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu mengontrol nyeri dan mengurangi kontraksi otot.
3) Pasang selang gastrointestinal yang disambungkan pada penghisap intermitten.
R/ Penghisapan membantu dalam dekompensasi saluran gastrointestinal, irigasi saluran gastrointestinal membantu mempertahankan ketepatan.
4) Pertahankan posisi semi fowler.
R/ Membantu gerakan gralisasi terhadap selang gastrointestinal dan meningkatkan ekspansi paru.
5) Pertahankan puasa sampai bising usus kembali, distensi abdomen berkurang dan flatus keluar.
R/ Memungkinkan makanan peroral dengan tidak ada bising usus akan meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan.
6) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
R/ Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi :
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik, TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan.
3) Pantau masukan dan haluaran. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adakan darah samar.
R/ Diet tidak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi potensial risiko perdarahan.
5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral, transfusi sesuai indikasi.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d absorpsi nutrisi.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
Intervensi :
1) Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut.
R/ Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
2) Anjurkan istirahat sebelum makan.
R/ Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
3) Berikan perawatan oral.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan dapat menurunkan nafsu makan dan merangsang mual dan muntah.
4) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen.
R/ Mencegah serangan akut.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, mis: antikolinergik 15-30 menit sebelum makan.
R/ Menghilangkan kram dan diare, menurunkan motilitas gaster dan meningkatkan waktu untuk absorpsi nutrisi.

4. Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.
Tujuan : Fungsi usus kembali normal dan tidak terjadi infeksi.
Intervensi :
1) Pantau kualitas dan intensitas nyeri, TTV dan status abdomen.
R/ Deteksi dini terhadap potensial masalah.
2) Beritahu dokter segera bila nyeri abdomen, suhu, lingkaran abdomen terus meningkat disertai dengan penghentian bising usus tiba-tiba.
R/ Temuan ini menunjukkan potensial ruptur dan peritonitis sehingga intervensi bedah daperuntukkan untuk mencegah akibat yang serius.
3) Siapkan pasien untuk pembedahan usus bila direncanakan.
R/ Obstruksi vaskuler atau mekanis umumnya memerlukan intervensi bedah.
4) Ikuti kewaspadaan umum, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan perawatan dan menggunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah atau cairan tubuh yang mungkin terjadi.
R/ Penyakit meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi. Petugas pelayanan kesehatan paling umum sebagai sumber infeksi nosokomial.

5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
Tujuan : Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.
Intervensi :
1) Motivasi klien menyatakan perasaannya.
R/ Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
2) Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang tindakan yang akan dilakukan.
R/ Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan dapat memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.
3) Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat, ajarkan teknik relaksasi.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.
R/ Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/ stress saat ini, meningkatkan rasa kontrol dari pasien.

IV. EVALUASI

1. Nyeri hilang atau terkontrol.
2. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
3. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan.
4. Fungsi usus kembali normal dan tidak terjadi infeksi.
5. Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.

Oleh :
Uswatun Hasanah
10111546

Tidak ada komentar:

Posting Komentar