Asuhan Keperawatan Pneumonia
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Community-acquired pneumonia, dimulai sebagai penyakit pernapasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia streptococcal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
Hospital-acquired pneumonia, dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital-acquired pneumonia.
Lobar dan bronchopneumonia, dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini, pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
Pneumonia viral, bakterial, dan fungal, dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya. Kultur sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi organisme perusak.
2. ETIOLOGI
ISNBA (infeksi saluran napas bawah akut) dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, tersering disebabkan oleh bakteri. Kuman penyebab pneumonia yang tersering dijumpai berbeda jenisnya disuatu negara, dan antara satu daerah dengan daerah lain pada satu negara, di luar RS dan di dalam RS, antara RS besar/tersier dengan RS yang lebih kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik epidemiologi kuman di suatu tempat.
Diagnosis kuman penyebab akan lebih cepat terarah bila daignosis pneumonia yang dibuat, dikaitkan dengan interaksi faktor-faktor terjadinya infeksi dan cara pasien terinfeksi, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui slang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA akibat perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan pada karakteristik kuman. Terjadinya peningkatan patogenitas/jenis kuman serta resistensi yang disebabkan oleh S. aureus, B. catarrhalis, H. influenzae dan Entero-bacteriacea yang menghasilkan beta laktamase. Perlu diingat bahwa PN (pneumonia nosokomial) masih mungkin disebabkan oleh infeksi kuman yang biasa menimbulkan PK (pneumonia komunitas).
Kejadian kuman penyebab yang biasa terdapat pada PK ataupun PN di negara barat bervariasi. Penyebab PK tersering dilaporkan tahun 1987 adalah S. pneumoniae (60-70%), H. influenzae (5%), Mycoplasma (5-20%). Bila disertai gangguan imunitas atau terdapat penyakit dasar paru kronik dapat disebabkan oleh S. aureus, kuman Gram negatif seperti K. pneumoniae, P. aeruginosa atau kuman-kuman yang biasa menyebabkan PN. Pada sejumlah 30-50% tidak diketahui kuman penyebabnya.
PN juga tersering disebabkan oleh bakteri. Kuman penyebabnya sering berbeda jenisnya antara di ruangan biasa dengan ruangan perawatan intensif (ICU). PN bakterial dapat dibagi atas PN awitan awal dalam waktu kurang dari 3 hari yang kumannya sering pula didapat di luar RS, biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae (5-10%), M. catarrhalis (<5%) dan H. influenzae. PN awitan lanjut bila lebih dari 3 hari, sering disebabkan kuman Gram negatif aerob sebesar 60%, berupa P. aeruginosa, Enterobacter spp., K. pneumoniae, Serratia spp., S. aureus (20-25%). Kelompok kedua ini biasanya merupakan kuman resisten terhadap antibiotik. Kuman anaerob dapat menjadi penyebab pada kedua kelompok (35%).
Pada waktu akhir-akhir ini sejumlah kuman baru/opportunis telah menimbulkan infeksi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang rendah, misalnya Legionella, Chlamydia trachomatis, M. atypical, berbagai jenis jamur (C. albicans, Aspergillus fumigatus) dan virus.
3. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.
4. MANIFESTASI KLINIK
Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC ¬¬¬sampai 40,5oC), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenzae biasanya berwarna hijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap patogen serius. Pasien demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.
Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan derivat tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respons terhadap antimikrobial. Pneumocystis carinii memberikan respons terhadap pentamidin dan trimetropim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan (dengan pengecualian terapi antimikrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Jika dirawat di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri dilakukan untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan pernapasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
III. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis: krekels, mengi.
R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan napas/obstruksi.
3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R/ Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat daripada dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.
2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R/ Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
R/ Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau dingin.
R/ Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi fowler), napas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker, masker Venturi.
R/ Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
6) Awasi GDA, nadi oksimetri.
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi:
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
Intervensi:
1) Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri.
R/ Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital.
R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
R/ Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
R/ Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
R/ Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
6) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
R/ Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi:
1) Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
R/ Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Bartikan/bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.
R/ Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.
R/ Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang dapat membantu pasien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi dan berat badannya.
4) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang menarik untuk pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih sedikit energi.
6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
R/ Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
6) Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya komplikasi.
IV. EVALUASI
1. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
3. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
4. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
5. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.
6. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 2. EGC. Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Oleh :
Uswatun Hasanah
10111546
Tidak ada komentar:
Posting Komentar